PT First Media Tbk (First Media) merealisasikan janjinya untuk melakukan peluncuran dari produk Broadband Wireless Access (BWA) berbasis teknologi Worldwide Interoperability for Microwave Access (Wimax) melalui Sitra Wimax awal pekan ini.
Meskipun tema yang diambil adalah soft launching, tetapi sudah menunjukkan sinyal positif era 4G masuk ke pasar Indonesia.
Wimax sendiri adalah teknologi berbasis data yang bekerja pada spektrum pita lebar layaknya Wi-Fi namun dengan jangkauan lebih luas dan kemampuan transmisi lebih cepat yakni mencapai 75 Mbps.
First Media sebagai pemenang lisensi BWA untuk area Jabodetabek dan Sumatera Bagian Utara (Sumbagut) menanamkan investasi sebesar 350 juta dollar AS hingga 10 tahun ke depan untuk mengembangkan Sitra.
Presiden Direktur First Media Hengkie Liwanto mengungkapkan, hingga saat ini investasi yang dikeluarkan mencapai 50 juta dolar AS untuk pengembangan sistem operasi, sistem tagihan, backhaul, BTS, penyediaan perangkat terminal customer premise equipment (CPE) dan base station.
“Selain itu juga untuk membayar lisensi dan Biaya Hak Penggunaan (BHP) frekuensi, serta up front fee penyelenggaraan layanan Wimax pada tahun pertama di Jabodetabek dan Sumatera Bagian Utara (Sumbagut),” jelasnya di Jakarta, belum lama ini.
Diungkapkannya, hingga kini perseroan membangun sekitar 90 BTS untuk layanan Sitra Wimax dalam tiga bulan ke depan di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi dan Banten.
Sitra Wimax sendiri rencananya akan mengoptimalkan 5 ribu KM serat optik milik First Media sebagai backhaul dan 600 node Point of Presence (POP) sebagai last mile. Sedangkan untuk menara BTS menyewa kepada Protelindo, XL, Indosat, dan Indonesian Tower (IT). IT juga menjadi penyedia perangkat Wimax bagi Sitra melalui produk TRG.
“Kami sudah mengantongi uji laik operasi (ULO) dari Ditjen Postel pada pertengahan Juni ini. Kita harapkan pada tahun pertama bisa mendapatkan 100.000-150.000 pelanggan. Setelah itu pada tahun kedua Sebanyak 500 ribu pelanggan dan pada tahun ke tiga mencapai satu juta pelanggan,” jelasnya.
Hengkie memberikan sinyal, Sitra Wimax akan hadir dengan pilihan layanan internet broadband berkecepatan 1, 2, dan 4 Mbps. Tarif yang diberikan untuk tiga pilihan akses itu berkisar antara 100, 200, dan kurang dari 400 ribu per bulan. Di Jakarta sendiri potensi pelanggan segmen tersebut sekitar 5 juta pelanggan di Jakarta.
“Jika 100 ribu pelanggan memilih layanan dengan tarif sekitar 200 ribu per bulan, maka diharapkan Sitra WiMax akan meraih pendapatan sekitar 20 miliar rupiah per bulan,” harapnya.
Tarif Turun
Chief Marketing Officer Sitra, Jerome Teh menyakini jika Sitra Wimax sudah komersial secara resmi maka kompetisi di akses internet broadband akan ketat dan tarif layanan tersebut bisa terpangkas hingga 40 persen.
“Itu sudah alami dari dampak kompetisi. Sitra sendiri tidak bermain di tarif dan kami akan membidik pengguna mobile broadband. Kompetitor yang akan menyesuaikan dengan kondisi pasar,” jelasnya.
Dikatakannya, segmen yang akan dibidik adalah kaum profesional, kalangan pendidikan, dan masyarakat yang belum terjangkau oleh layanan fixed broadband First Media.
“Wimax ini sebenarnya pelengkap bagi layanan First Media. Selama ini First Media kesulitan memperpanjang serat optik masuk ke target pasar karena tingginya investasi. Dengan Wimax, 600 titik yang berada di pengujung target pasar itu tinggal di pasang BTS, maka pasar bisa digarap,” jelasnya.
Dirjen Pos dan Telekomunikasi Kemenkominfo, M. Budi Setiawan berharap Sitra Wimax menjadi perangsang terselengaranya layanan internet berkualitas dengan kecepatan tinggi di Indonesia.
“Sitra sudah lolos ULO untuk wilayah Jabodetabek, tinggal ULO untuk wilayah Sumbagut. Pembangunan di wilayah tersebut juga harus dipercepat agar akses internet kecepatan tinggi ini juga dinikmati oleh masayarakat sana,” kata Budi.
Praktisi Telematika Suryatin Setiawan Suryatin mengakui, langkah cepat menggelar jaringan oleh Sitra adalah pemegang faktor terpenting untuk memenangkan persaingan. “Dalam telekomunikasi, khususnya wireless, penggelaran jaringan adalah faktor yang sangat penting. Jika tertunda- tunda jendela kesempatan bisnis menutup, seperti dialami oleh operator selular yang belakangan muncul di Indonesia,” katanya.
Suryatin mengingatkan, janganlah terlalu bergantung kepada teknologi wimax untuk memacu penurunan tarif internet. “Wimax belum tentu menimbulkan hype baru. Sangat bergantung waktu peluncurannya. Bisa saja muncul teknologi baru lain yang mungkin lebih popular dari Wimax,” katanya.
Menurut dia, harga akses internet adalah fungsi persaingan , bukan regulasi. Seandainya setelah para pemenang nanti beroperasi dan bersedia perang tarif harga akan turun cepat dan bisa drastis. “Nanti yang menjadi masalah siapa yang bisa bertahan menyangga arus kas perusahaan dalam jangka waktu lama karena bisnisnya dipastikan negatif di tahun-tahun awalnya,” jelasnya.
Ketua Bidang Teknologi Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) Taufik Hasan juga meragukan semburan optimisme dari pimpinan First Media karena standar Wimax yag dipilih (16d )belum memiliki ekosistem yang mendukung, dan skala ekonomi jauh dari kemungkinan untuk dapat membuat akses internet terjangkau khalayak ramai.
Pada kesempatan lain, Direktur Indosat Mega Media (IM2) menjelaskan dari sisi pasar yang dibidik terdapat perbedaan . IM2 memanjakan pengguna full mobile broadband layaknya seluler di suara, sedangkan Wimax lebih kepada limited mobile broadband seperti Fixed Wireless Access (FWA) di suara.
“Pasar kami sudah didukung skala ekonomis yang ideal baik dari sisi perangkat konsumen atau backbone. Belajar dari pengalaman di luar negeri, untuk teknologi baru membutuhkan Prove of Concept (POC) dimana waktunya tergantung juga kesiapan penyedia perangkat. Jadi tidak semudah itu Wimax menganggu pasar eksisting,” tegasnya.
Executive General Manager Divisi Akses Telkom M. Awaluddin pun mengaku tidak gentar pasar Speedy akan tergerus oleh First Media karena perseroan terus memperbaiki diri.
“Di Jabodetabek Telkom memiliki dua ribu node POP sedangkan nasional sekitar 5-6 ribu node akses POP. Bicara kompetisi, wajar saja pemain baru ingin mengambil pasar Telkom. Itu namanya kompetisi, tetapi kami kan tidak berdiam diri,” tegasnya.[dni]