300611 Indonesia Ferry Tingkatkan Kapasitas

JAKARTA—PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) atau Indonesia Ferry meningkatkan kapasitas untuk mengantisipasi datangnya musim liburan sekolah pada bulan ini, dan  Lebaran pada Agustus mendatang.
”Kami akan mendatangkan  delapan kapal yang terdiri dari enam kapal bekas asal Korea dan dua kapal baru asal Yunani senilai 2,4 triliun rupiah. Penambahan kapal baru dan bekas tersebut guna mengantisipasi datangnya masa peak season seperti musim liburan sekolah dan lebaran,” ungkap  Direktur Utama ASDP Indonesia Ferry Danang S. Baskoro di Jakarta, Selasa (28/6).
Diungkapkannya, harga   enam kapal bekas  setidaknya mencapai 1,8 triliun rupiah, sedangkan  dua kapal baru senilai 600 miliar rupiah. Saat ini, perseroan memiliki kas internal sekitar 600 miliar rupiah. Untuk memenuhi kebutuhan pembelian kapal, perseroan telah menjalin kerjasama dengan beberapa perbankan pelat merah, seperti  Bank Mandiri dan  BNI.
”Dana internal yang kami sediakan sebanyak  600 miliar rupiah. Namun, belum dipastikan alokasinya untuk apa. Hanya, kami akan prioritaskan pembangunan areal parkir dan penambahan armada,” katanya.
Menurutnya,  penambahan areal parkir mendesak karena akibat jumlah jenis kendaraan yang semakin bervariasi serta angkutan yang lebih besar, membuat kapasitas angkut menjadi lebih sedikit. Bila sebelumnya mampu menampung hingga 1.300 kendaraan per hari kini hanya 875 kendaraan saja.
Ditambah lagi, sejak ada peraturan larangan angkutan truk masuk tol dalam kota, maka truk melintasi tol menuju Merak pada malam hari. Akibatnya, pada pagi hari antrian truk terjadi hingga keluar pelabuhan Merak.
Dalam mengantisipasi antrian dan kemacetan karena penumpukan kendaraan, telah disiapkan manajemen trafik di pelabuhan dengan rencana antara lain merelokasi jalur kereta api, kantor cabang dan bengkel PT ASDP, serta makam dari seorang tokoh ulama di Merak. ”Musim liburan sekolah dan Lebaran diprediksi akan menjadi puncak dari frekuensi kendaraan yang hendak menyeberang dengan angkutan ferri, karena itu kami harus menyiapkan sedini mungkin,” katanya.
Direktur Pelabuhan ASDP, Prasetyo B. Utomo mengungkapkan,  untuk melayani penyeberangan di  Pelabuhan Merak, Banten, akan dikerahkan  sekitar 30-32 kapal. Kapal-kapal ini akan diposisikan mulai dari demaga I hingga VII. Bahkan, di satu dermaga ditempatkan sekitar tujuh kapal.
Bila dibandingkan dengan tahun lalu, ASDP mengoperasikan sebanyak 28 kapal dalam mengantisipasi lebaran. Artinya, tahun ini mendapat tambahan sekitar tiga sampai empat kapal. “Sehingga dengan penambahan kapal ini maka tripnya sekitar 106-110 trip,”  jelasnya.
Sebelumnya, Wakil Menteri Perhubungan, Bambang Susantono mengungkapkan, agar layanan kapal penyeberangan Merak (Banten) – Bakauheni (Lampung) lancar, regulator dan operator menyepakati menandatangani komitmen pelayanan feri. Operator diharuskan memberikan layanan tepat waktu, bila terlambat akan mendapat sanksi hingga pencatan izin beroperasi.
Kesepakatan bersama tersebut, dilakukan berkaitan dengan datangnya masa liburan sekolah dan menghadapi Lebaran 2011 yang akan jatuh beberapa bulan mendatang. Sekitar 10 operator penyeberangan di lintasan Merak-Bakauheni telah diberi jadwal penyeberangan masing-masing.
Saat ini ada sebanyak 27 dari 33 kapal yang beroperasi di perlintasan tersebut. Enam kapal tidak beroperasi karena memasuki masa docking atau perawatan.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub, Suroyo Alimoeso mengatakan, pertumbuhan ekonomi di wilayah Jawa dan Sumatera salah satunya disokong oleh tranportasi Merak-Bakauheni, karenanya jalur ini harus terus dibuat lancar. Apalagi pada masa Lebaran dan liburan.
“Pada masa peak season, bahkan dalam satu menit bisa masuk dua hingga tiga truk ke kapal, ini yang harus diantisipasi dengan persediaan armada yang cukup. Pada masa menjelang Lebaran nanti, pemerintah mewajibkan semua operator feri untuk tidak membengkelkan kapalnya. Sebanyak 33 feri, harus siap melayani penumpang, karena permintaan akan bertambah banyak,” tegas Suroyo.[dni]

300611 SMS Spam Kembali Marak

JAKARTA—Pengiriman pesan pendek melalui ponsel (SMS) yang berisikan promosi atau penipuan kembali marak sehingga membuat resah pengguna layanan telekomunikasi.
“Kami menyesalkan kembali maraknya pengiriman SMS berisikan promosi atau Spam ini. Kita harapkan operator dan regulator menertibkan hal ini,” tegas Ketua Komisi I DPR, Mahfudz Siddiq di Jakarta, belum lama ini.
Menurutnya, kedua pihak belum serius menertibkan hal ini walaupun pada akhir Februari   2011 telah disepakati dengan parlemen untuk menyelesaikan masalah ini. ”Hingga sekarang belum ada sepertinya penyelesaian,” sesalnya.
Berdasarkan catatan, sesuai hasil Rapar Dengar Pendapat  (RDP) antara Kemenkominfo dengan Komisi I DPR pada akhir Februari lalu disepakati untuk menertibkan masalah SMS Spam karena melanggar regulasi seperti UU No 36/99 Pasal 42 ayat 1 dan   Peraturan Menteri Kominfo No. 23/2005 yang benang merahnya menyatakan  data pelanggan tidak bisa disirkulasikan tanpa ada izin.
Kala itu Kemenkominfo diberikan batas waktu satu bulan untuk menyelesaikan masalah ini dan harus membuat   call center serta  situs pengaduan. Sayangnya, hingga sekarang tidak terdengar gaung dari kesepakatan ini bagi pengguna layanan telekomunikasi.
Sementara Menkominfo Tiffatul Sembiring mengakui  agak sulit memberantas SMS spam secara satu persatu. “SMS spam maupun SMS penipuan agak sulit untuk dilacak sumbernya satu persatu karena mereka sangat banyak jumlahnya,” ujarnya.
Dijelaskannya, Kemenkominfo sudah bekerjasama dengan para operator penyedia layanan telekomunikasi untuk melacak para pengirim SMS spam tersebut. ”Tapi karena jumlahnya sangat banyak, nggak mungkin dong kita lacak sekaligus. Bayangkan saja jumlah ponsel di Indonesia sendiri ada lebih dari 200 juta. Tetapi, kami juga sudah  membuka posko pengaduan untuk kasus penipuan seperti itu.,” jelasnya.
Direktur Utama Telkom Rinaldi Firmansyah menegaskan, tidak mungkin opertaor telekomunikasi membocorkan data milik pelanggannya kepada pihak ketiga untuk dimanfaatkan sebagai sasaran pengiriman SMS Spam.
”Tidak mungkin itu kami lakukan karena melanggar regulasi. Kita harus ingat, masyarakat agak lalai dengan pengelolaan data. Bisa saja kala melakukan aplikasi untuk satu produk perbankan mencantumkan nomor telepon dan lupa mencentangkan tanda nomor telepon untuk keperluan pribadi sehingga menjadi sasaran SMS Spam,” jelasnya.[dni]

300611 Telkomsel Bidik Pembayaran ERP

JAKARTA—Penguasa seluler nasional, Telkomsel, membidik sistem pembayaran Electronic Road Pricing (ERP) jika pola penggunaan jalan berbayar itu diimplementasikan di Jakarta.
“Tentu ini akan menjadi peluang yang tak bisa disia-siakan oleh produk uang digital Telkomsel, T-cash. Pola pembayaran untuk ERP akan sangat cocok bagi T-Cash yang tak lama lagi akan menggunakan sistem  SIM Card dengan Radio Frequency Identification (RFID),” ungkap Vice President Mobile Commerce Telkomsel Bambang Supriyogo di Jakarta, Selasa (28/6).
T-Cash  merupakan layanan elektronic money (e-money) yang memungkinkan pelanggan Telkomsel melakukan transaksi seperti belanja di toko, membayar tagihan, transfer sejumlah dana, kapan saja di mana saja melalui ponsel.
Dijelaskannya, melalui T-Cash yang nantinya telah dibekali RFID maka pengguna jalan yang masuk area ERP tidak perlu repot memasang Electronic Data Capture (EDC) di mobilnya karena sudah terpasang di ponsel. “Nanti cukup menaruh ponsel di dashboard mobil dan saldo di uang digital akan berkurang. Ini akan signifikan menekan biaya investasi dan adanya jaminan transparansi keuangan. Apalagi, di Jakarta Telkomsel sudah memiliki sekitar 14 juta pelanggan,” jelasnya.
Diungkapkannya, sebelum menuju untuk tahap RFID, T-Cash sedang dikembangkan outlet untuk melakukan Cash In dan Cash Out tidak hanya sebatas di Grapari dan Indomaret. ”Rencananya pada Agustus nanti, top up dari T-Cash bisa dilakukan di jaringan ATM Bersama. Jika ini terjadi, akses untuk mendapatkan uang digital akan lebih mudah karena jaringan ATM bersama lumayan banyak,” jelasnya.
Dikatakannya,  saat ini Telkomsel telah bekerjasama dengan sekitar 471 merchant dengan jumlah terminal T-Cash sekitar 12.204 unit di seluruh Indonesia. Saat ini pengguna T-Cash yang teregister  sekitar 5,5 juta pelanggan, sementara yang aktif hanya 1,5-2 persen dengan nilai transaksi per orang sekitar 90 ribu rupiah. Telkomsel menargetkan T-Cash digunakan sekitar 8 juta pelanggan hingga akhir tahun ini.
Sementara Deputi Vice Presiden Corporate Secretary Telkomsel Aulia E Marinto menjelaskan,  empat faktor yang harus diutamakan dalam e-money, yaitu keamanan, efisiensi, akses dan proteksi konsumen.[dni]

300611 Smartfren Selesaikan Proyek BSS dan VAS

JAKARTA—PT Smartfren Telecom Tbk (Smartfren) telah menyelesaikan proyek   Business Support System (BSS) dan Value Added Service (VAS) dengan menggandeng penyedia solusi dari China, ZTE.
“Selesainya proyek BSS dan VAS ini menjadikan Smartfren lebih kompetitif di pasar karena dalam membuat satu produk, masa masuk ke pasarnya (time to market) menjadi lebih cepat, dari biasanya 3-6 bulan dipangkas menjadi 1-3 minggu,” ungkap Chief Technology Officer Smrtfren Telecom Merza Fachys di Jakarta, Selasa (28/6).
Dijelaskannya, BSS dan VAS bagi operator yang memiliki sekitar 7 juta pelanggan ini adalah otak dari jaringan untuk memberikan layanan yang variatif bagi pelanggannya.
“Indonesia adalah negeri prabayar dimana sistem penagihan harus dilakukan secara akurat. BSS dan VAS terbaru yang mengkonvergensikan dua sistem milik Mobile-8 dan Smart Telecom ini akan mempercepat  peluncuran lebih dari sepuluh layanan VAS Smartfren ke pasar Indonesia,” ungkapnya.
Diharapkannya, adanya solusi baru ini bisa membantu perseroan untuk mencapai 10 juta pelanggan pada akhir tahun nanti dan meningkatkan Average Revenue Per User (ARPU) yang masih di kisaran 23 ribu rupiah.
“Sistem pembayaran dari perangkat ini melihat produktivitas dari setiap pelanggan Smartfren. Dari situ, sekitar di bawah lima persen akan dipotong untuk membayar ZTE. Sistem seperti ini kami gunakan untuk mengakali keadaan keuangan yang tidak memberatkan perseroan, karena itu kami butuh ARPU yang lebih tinggi,” jelasnya.
Managing Director ZTE Indonesia  Chen Jiang mengungkapkan, proses penyelesaian untuk proyek di Smartfren hanya memakan waktu tak lebih dari satu tahun dengan kapasiatas melayani 25 juta pelanggan. “Dalam proyek ini, ZTE telah menciptakan beberapa rekor baru seperti waktu terpendek dalam penginstalan perangkat, waktu terpendek dalam proses debug, dan waktu terpendek dalam pengujian perangkat,” katanya.
Dijelaskan Chen, Solusi BSS dari ZTE yang digunakan oleh Smartfren  merupakan bagian dari solusi ZSmart untuk nirkabel, OCS, Mediasi, Self-care, Customer Relationship Management (CRM) dari  layanan prabayar dan pascabayar yang terintegrasi.
Berdasarkan catatan, Smartfren pada tahun ini menargetkan mampu meraih omset sebesar satu triliun rupiah yang didukung belanja modal sekitar 3,8 triliun rupiah dimana 95 persen di alokasikan untuk pengembangan jaringan seperti menambah jumlah BTS dari 1500 menjadi 4.500 site.[dni]

300611 Berbenah Setelah Akusisi


Salah satu aksi akusisi yang masih menjadi sorotan di industri telekomunikasi adalah dibelinya saham Singapore Technologies Telemedia (STT) oleh Qatar Telecom (Qtel) tiga tahun lalu senilai  1,8 miliar dollar AS di Indosat.
Banyak kalangan menilai setelah dibeli Qtel, Indosat justru menunjukkan kinerja yang tidak menggembirakan. Walaupun operator ini masih menjadi pemain kedua terbesar dari sisi pelanggan dengan   45,7 juta nomor sehingga menguasai 22,3 pangsa pasar, namun sejak diakusisi kinerja keuangganya terlihat suram.
Kinerja negatif dari laba bersih perseroan mulai terlihat pada 2008 dimana terbukukan 1,879 triliun rupiah, setelah itu pada 2009 anjlok 20,2 persen atau hanya sebesar 1,498 triliun rupiah, dan pada tahun lalu melorot 56,8 persen atau sebesar 647 miliar rupiah.
Performa bottom line  yang anjlok dalam tiga tahun belakangan dipicu oleh banyak hal seperti masa transisi  setelah akuisisi sehingga terjadi stagnasi. Selain itu ada juga karena kerugian selisih kurs, depresiasi, dan biaya bunga.
Presiden Direktur Indosat Harry Sasongko menjelaskan, hasil transformasi yang dilakukan oleh perseroan mulai menunjukkan hasil dengan  lebih cepatnya dicapai target free cash flow positif pada akhir tahun lalu sebesar 868 miliar rupiah, setelah selalu dalam keadaan negatif.
Pada 2012 diharapkan nantinya laba Indosat sudah positif dengan pendapatan sekitar 21,7 triliun rupiah. Strategi untuk mencapai target tersebut adalah menyiapkan belanja modal sekitar 6,5 triliun rupiah dimana 80 persen dialokasikan untuk pengembangan jaringan. Indosat juga berencana melunasi utang dengan bunga tinggi maksimal senilai 1,87 triliun rupiah.
Restrukturisasi organisasi  yang dimulai sejak tahun lalu  juga  telah mendekati tahap akhir.  Penerapan model bisnis baru melalui pembentukan empat  Strategic Business Unit (SBU) yakni Wholesales, Enterprises, Consumer, dan Broadband diharapkan bisa membuat operator ini lebih fokus melayani pelanggan.
Direktur Wholesales and Enterprises Indosat Fadzri Sentosa mengungkapkan, hasil dari restrukturisasi dapat dilihat penawaran produk baru seperti Indosat Mobile dan Internet.
”Sebelumnya  broadband ritel dikelola oleh   anak  usaha, Indosat Mega Media (IM2), kami akan tarik itu agar terjadi efisiensi. IM2 sendiri yang kuat sebagai Penyedia Jasa Internet (PJI), kemungkinan bisa menggarap segmen UKM,” katanya.
Manajemen Indosat boleh saja melakukan transformasi  tetapi dalam implementasinya harus siap menghadapi sejumlah hambatan. Misalnya,  produk Indosat Mobile yang merupakan cikal bakal  menuju sigle brand. Indosat harus membenahi dulu Business Support System (BSS) dan Customer Relationship Management (CRM) agar bisa menawarkan program yang variatif.
Petinggi Indosat harus berani berinvestasi besar untuk perangkat kedua solusi tersebut dan data storage agar dalam mensegmentasi pelanggan tidak salah sasaran. Penarikan produk broadband dari IM2 juga akan menjadi api dalam sekam karena karyawan di anak usaha itu mulai resah mengingat adanya ancaman pemutusan hubungan kerja.
Masalah lain yang harus dibenahi oleh manajemen Indosat adalah menekan beban usaha per pelanggan yang tidak kompetitif diantara pemain besar. Pada kuartal I 2011, XL mempunyai beban usaha per pelanggan 52.475 rupiah, Telkomsel (Rp 74.979), dan Indosat (Rp 92.143). Sementara Average Revenue Per User (ARPU) Indosat yang terkecil diantara tiga besar yakni 28 ribu rupiah.
Ancaman lain adalah negative working capital yang bisa terjadi karena pembayaran hutang menggunakan kas internal. Negative Working Capital Indosat dengan pembayaran hutang menjadi 10,37 dari 4,45 triliun rupiah per kuartal 2011. Working Capital digunakan untuk mengukur kesehatan keuangan perusahaan dala jangka pendek yang artiya aktiva lancar perusahaan dapat membayari kewajiban lancar perusahaan.
Executive Director of Group Communication Qtel Adel al-Mutawa menolak berkomentar banyak mengenai rencana besar yang akan dilakukan di Indosat. Namun menurutnya, Qtel sebagai pemegang saham mayoritas  ingin terus mempertahankan kekuasaannya selama mungkin di Indosat.
Adel  tentu wajar menegaskan hal itu, mengingat dalam kondisi yang sempoyongan saja  Indosat   mampu memberikan kontribusi signifikan bagi omset Qtel grup  yakni sekitar  30,08 persen. Tentu, jumlahnya kian membengkak jika transformasi berhasil di kemudian hari. Kita lihat saja nanti.[dni]

300611 Akuisisi Penyedia Menara: Pemodal Besar Kian Dominan. Gairah Bisnis Penyewaan Menara

 

Hingga tutup semester I 2011, industri telekomunikasi tidak hanya dihebohkan oleh aksi para operator atau pengembang aplikasi. Bisnis penyediaan menara pun menunjukkan gairahnya untuk berekspansi.
Simak aksi dari pemain besar di sektor ini seperti PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG). Pada minggu keempat Juni lalu, perusahaan yang  memiliki dan mengoperasikan lebih dari 3.370 site dengan lebih dari 5.085 penyewa itu mengakuisisi 100 persen kepemilikan saham PT Mitrayasa Sarana Informasi (Infratel).
Infratel memiliki 263 site menara dan 332 site shelter-only, dan melayani 672 tenants atau penyewaan secara keseluruhan. Sebanyak 92 persen dari total penyewa portofolio menara infrastel berasal dari empat operator telekomunikasi terbesar di Indonesia dan portofolionya memiliki rata-rata sisa masa perjanjian sewa di atas delapan tahun. Akuisisi ini diharapkan  dapat menambah pendapatan TBIG lebih dari 10 persen.
TBIG pada tahun lalu mencatatkan omset 671 miliar rupiah dengan 3.104 menara. Perseroan  menargetkan dapat memiliki 1.200 hingga 1.600 menara   pada akhir tahun nanti. Untuk mencapai target tersebut, di setiap kuartal perseroan menargetkan dapat membangun 300-400 menara.
 “Kami juga akan melanjutkan aksi akuisisi untuk mendukung pertumbuhan bisnis TBIG. Perusahaan yang akan dibidik memiliki  portofolio besar maupun kecil yang memenuhi kriteria risiko dan tingkat pengembalian investasi,” ungkap  Presiden Direktur yang juga Chief Operating Officer TBIG Herman Setya Budi di Jakarta, belum lama ini.
Pemain besar lainnya di sektor ini adalah  PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR). Melalui anak usahanya, PT Protelindo, Sarana Menara mengakuisisi 217 menara dari pembelian 1.000 menara milik operator  Hutchison CP Telecommunications (HCTP). Nantinya, HCPT akan menyewa kembali ke perusahaan ini dengan jangka waktu sewa selama 10 tahun.
Sebelumnya, Sarana Menara melalui Protelindo, sepakat membeli 1.000 menara  HCPT senilai 110 juta dollar AS atau sekitar 990 miliar rupiah. Bila berhasil, Sarana Menara akan memiliki 6.072 site dari 5.072 di akhir 2010.
Pasar Besar
Sekjen Asosiasi Pengembang Infrastuktur Menara Telekomunikasi (Aspimtel)  Peter Simanjuntak mengakui,  pasar penyewan menara   masih besar tahun ini karena diperkirakan ada 6 ribu BTS yang akan dibangun operator sehingga membutuhkan menara untuk penempatan. “Menurut riset, kebutuhan menara baru mencapai sekitar 3.000 unit per tahun,” jelasnya.
Diungkapkannya, saat ini jumlah menara telekomunikasi di seluruh wilayah Indonesia mencapai sekitar 54.200 unit yang menelan investasi 85 triliun rupiah. Investasi pembangunan menara rata-rata berkisar 1,5 miliar rupiah per menara, tergantung wilayah topografinya
Hingga 2012 nanti nilai bisnis sektor ini bisa mencapai  40 triliun rupiah. Biasanya rata-rata pendapatan dari bisnis sewa menara sekitar 171 juta rupiah per tahun per penyewa. Satu menara bisa disewa oleh beberapa penyewa dengan masing-masing kontrak sewa berjangka waktu 8-10 tahun sehingga pendapatan pelaku usaha di sektor ini  cenderung stabil.
Diungkapkannya, para penyedia menara dengan modal besar pun saat ini tengah membidik menara milik operator yang notabene adalah penguasa infrastruktur tersebut. Berdasarkan catatan, Telkomsel memiliki 18 ribu menara, Indosat (12 ribu menara)  sedangkan XL (10 ribu menara).
”Mengakuisisi lebih mudah dari sisi investasi bagi penyedia menara ketimbang membangun. Sayangnya, dalam proses jual beli menara yang melibatkan operator dengan penyedia menara terkesan tertutup sehingga mengapungkan aroma tak sedap,” sesalnya.
Menurutnya, operator menjual menara sebagai bagian dari meningkatkan pendapatan melalui saling menukar site dengan penyedia menara. Sementara pembangunan site baru diberikan penyedia menara untuk mengubah belanja modal menjadi biaya operasi.   ”Bagi penyedia menara hal ini menguntungkan karena meningkatkan asetnya dan   valuasi saham atau membuat perusahaannya kian seksi jika ingin masuk pasar modal,” katanya.
Masih menurutnya, seharusnya operator kala melepas menara miliknya memberikan  kesempatan bagi semua pemain untuk ikut serta. Caranya dengan memecah jumlah menara yang dilepas dan berbasis regionalisasi. Kontrol dari kualitas bisa dilakukan melalui Service Level Agreement (SLA) yang disepakati.
”Para penyedia menara dengan modal kecil bisa membuat konsorsium untuk ikut lelang tersebut. Perusahaan kecil ini memiliki menara dan tim operasi sendiri, sehingga secara manajemen organisasinya tidak terlalu sulit. Jika operator hanya melirik pemodal besar, dan tidak memberikan kesempatan pada yang kecil, kapan mereka akan besar,” keluhnya.
Masih Dikaji
Pada kesempatan lain, Direktur Wholesales & Enterprises Indosat Fadzri Sentosa mengungkapkan, masih mengaji penjualan menara milik perseroan. “Untuk penjualan menara   belum ada kesimpulan, karena kompleks dan terlalu luas. Kami tahu di luar telah ramai diperbincangkan masalah ini,” katanya.
Sebelumnya, Indosat santer diberitakan tengah berencana menjual sekitar 4 ribuan menara miliknya. Indosat sendiri dari bisnis penyewaan menara meraup omset  270 miliar rupiah akibat utilisasi aset.
Sementara Deputy VP Corporate Secretary Telkomsel Aulia E Marinto mengungkapkan, masalah akuisisi sekitar 10 ribu menara milik operator tersebut ke anak usaha Telkom lainnya, ke PT Daya Mitra Telekomunikasi (Mitratel), masih terkatung-katung.
“Soal akuisisi masih belum tuntas diskusinya dengan pemegang saham lainnya, SingTel. Sambil proses berjalan, kami jadikan Mitratel rekanan untuk mencarikan penyewa bagi menara milik Telkomsel.  Sebelumnya, dua ribu menara sudah disewakan  yang berkontribusi  2 persen bagi total  pendapatan Telkomsel  tahun lalu mencapai  45 triliun rupiah,” ungkapnya.
Direktur Jaringan XL Axiata Dian Siswarini mengungkapkan, dari bisnis penyewaan menara pada tahun lalu bisa meraup omset sekitar 850 miliar rupiah dan ditargetkan  naik menjadi satu triliun rupiah pada tahun ini. Hal ini karena jumlah menara yang disewakan meningkat dari   5200   menjadi 8.500 site. ”Kami juga terbuka jika ada yang mau membeli menara XL, tentunya harganya harus cocok dengan valuasi aset,” katanya.
Sedangkan Anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Nonot Harsono mengakui belum ada regulasi khusus untuk mengatur merger dan akuisisi di seluruh sektor telekomunikasi.
”Kami tengah mempersiapkannya karena ini akan menjadi penting ditengah arus konsolidasi yang kian kencang di semua sektor industri telekomunikasi. Kalau sekarang bagi kami, setelah adanya akuisisi untuk menara, masalah open access jangan diabaikan,” tegasnya.[dni]

280611 Penerbangan Ke Malang Normal

JAKARTA—Penerbangan ke Malang berjalan normal walau sejak 19 Juni 2011 terjadi perbaikan alat navigasi di Bandara Abdul Rahman Saleh.
“Penerbangan Sriwijaya Air ke Malang tidak terpengaruh ke Malang, walau ada perbaikan alat navigasi. Kami tetap melayani rute tersebut secara normal,” ungkap juru bicara Sriwijaya Air Agus Soedjono kala dihubungi Senin (27/6).
Dijelaskannya, para penerbang dari Sriwijaya Air tetap memperhatikan standar keselamatan walau alat navigasi di bandara Abdul Rahman Saleh tengah diperbaiki. “Kami tetap terbang jika cuaca mengizinkan karena pendaratan masih bisa dilakukan secara visual. Jika cuaca tidak bersahabat, baru kita putuskan untuk dihentikan,” tegasnya.
Diungkapkannya,  Sriwijaya Air  menguasai pangsa pasar rute Jakarta-Malang sebesar 60 persen dengan  frekuensi penerbangan sebanyak tiga kali sehari sejak  enam tahun lalu.  Pada akhir 2010, Sriwijaya mampu mencatat pertumbuhan penumpang sebesar 23 persen dengan total jumlah penumpang yang diangkut selama tahun 2010 sebanyak 99.854 orang untuk rute Jakarta-Malang.
Sementara itu, Kepala Komunikasi Perusahaan Garuda Indonesia Pujobroto mengungkapkan, penerbangan maskapainya baru mulai normal melayani rute ke Malang, sejak  hari Selasa (28/6) , setelah berfungsinya kembali alat navigasi penerbangan di bandara Abdul Rahman Saleh,
Sebelumnya, mulai 19 Juni yang lalu, mengacu pada standar keselamatan penerbangan,  Garuda Indonesia mengalihkan sementara penerbangan rute Jakarta – Malang ke Surabaya  mengingat sedang dilaksanakannya perbaikan alat navigasi di Bandara Abdul Rahman Saleh, Malang.
Untuk mengakomodir penumpang yang bepergian ke Malang, Garuda Indonesia menyiapkan bus khusus di bandara Juanda Surabaya untuk mengangkut penumpang yang melanjutkan perjalanannya  ke Malang. Dari Malang Garuda juga menyiapkan bus khusus bagi penumpang dari Airport Abdul Rahman Saleh menuju bandara Juanda Surabaya untuk selanjutnya diterbangkan ke Jakarta.
Garuda terbang dari  Jakarta ke  Malang P.P. sebanyak dua kali per hari yaitu ; GA-290 berangkat dari Jakarta pukul 08.40, tiba di Malang pukul 10.10 WIB; dan GA-292 berangkat dari Jakarta pukul 12.30 dan tiba di Malang pukul 14.00 WIB.
Sementara penerbangan dari Malang ke Jakarta, masing-masing  GA-291 berangkat dari Malang pada pukul 10.55  tiba di Jakarta pukul 12.25 WIB, dan GA-293 berangkat dari Malang pukul 14.45 dan tiba di Jakarta pukul 16.15 WIB. Penerbangan Jakarta – Malang dilayani Garuda dengan pesawat B737-500, dengan kapasitas 96 tempat duduk.[dni]

280611 Inovasi Teknologi: Telkom Sigma Bangun Data Center. Menggarap Bisnis Data Center

 

Penetrasi Internet di Indonesia yang kian tinggi  dengan akses yang makin cepat membuat bisnis penyimpanan data (Data Center)  makin menjanjikan di masa depan.
Data Center merupakan tempat meletakkan perangkat server (tempat berjalannya aplikasi) dan perangkat jaringan lainnya. Sebelumnya, infrastruktur ini biasanya lekat dengan dunia perbankan atau keuangan untuk menyimpan data base dari pelanggan dan transaksinya.
Tetapi, di era internet saat ini keberadaan data center di setiap simpul yang padat pengakses Internet semakin diperlukan demi kecepatan layanan berbagai informasi mulai dari permainan (games online), hiburan, berita dan pendidikan.
Semakin banyaknya aplikasi berbasis Internet Protocol (IP) kebutuhan akan data center multimedia untuk melayani aplikasi teks, suara, gambar/foto dan video menjadi semakin meningkat.
Menurut lembaga riset Frost & Sullivan  nilai pasar data center di Indonesia tahun 2010 diperkirakan mencapai  146,5 juta dollar AS. Lembaga riset Sharing Vision memprediksi Coumpound Annual Growth Rate (CAGR) bisnis ini sebesar  20 persen dengan nilai pasar pada tahun ini sekitar  1,1 triliun rupiah.
Bagi merek multinasional yang melihat pengakses Internet Indonesia sebagai pasar tentu memerlukan data center di Indonesia yang dekat dengan pengaksesnya. Pada skala regional, tumbuhnya berbagai data center di masing-masing daerah sebenarnya juga menjadikan perputaran uang bisnis digital kategori ini tidak perlu “lari” keluar daerah atau ke luar negeri.
Presiden Direktur Telkom Sigma Rizkan Chandra mengungkapkan, telah mempersiapkan data center seluas 15 ribu meter  dengan investasi  400 miliar rupiah untuk mengembangkan lini bisnis berbasis cloud computing di Indonesia.
Pembangunan ini melengkapi dua data center sebelumnya yang telah dibangun di Surabaya dan Serpong. Data center adalah kontributor utama pendapatan Telkom Sigma, besarannya mencapai 60 persen. “Kami tidak hanya menyasar perusahaan dalam negeri, namun juga raksasa internet dunia  seperti Google dan Research in Motion (RIM),” ungkapnya di Jakarta, belum lama ini.
Dijelaskannya, ekspansifnya perseroan di pasar cloud computing untuk mendukung target omset pada tahun ini meraih angka 600 miliar rupiah. Telkom Sigma sendiri menargetkan pertumbuhan pendapatan 16 persen  tahun ini melalui ekspansi di luar pasar keuangan dan perbankan. Pada tahun lalu, anak usaha Telkom ini  berhasil meraih omset sebesar  500 miliar rupiah atau tumbuh 25 persen  dibandingkan 2009 sebesar  400 miliar rupiah.
“Kami sudah berbicara cukup jauh dengan Google, sejauh ini progress-nya baik. Kalau kami sudah bisa memenuhi kebutuhan sampai level tier-4-nya Google, maka kebutuhan lain seperti untuk RIM dengan BlackBerry tak ada masalah lagi,” ungkapnya.
Selanjutnya diungkapkan, selain dari pemain global, perseroan juga membidik  small medium business (SMB) dengan omset  100 miliar rupiah dari total pasar ini sebesar 108 miliar rupiah.
Diungkapkannya, kebanyakan pengguna cloud computing adalah dari segmen korporasi yang membutuhkan infrastruktur dan aplikasi teknologi informasi tanpa mesti menginvestasikan dana yang besar dengan tingkat keamanan yang tinggi.
Saat ini, pelanggan cloud computing terbesar dari Telkom Sigma adalah datang dari perbankan, yaitu Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di seluruh Indonesia. “Untuk perbankan yang lain, terutama yang besar, mungkin akan menggunakan cloud computing dari sisi pemasarannya saja, bukan pada corebanking-nya,” jelasnya.
Dijelaskannya,  cloud computing pada dasarnya terdiri dari data center, aplikasi, infrastruktur TI, dan jaringan. Dari sisi datacenter, Telkom Sigma sudah memiliki sumber daya tersebut sejak 1980-an, sedangkan dari sisi jaringan, perusahaan tersebut jelas mengandalkan jaringan milik induk usahanya, yaitu Telkom grup.
Layanan cloud computing yang diselenggarakan Telkom Sigma saat ini merupakan pengembangan model yang sebenarnya sudah dilakukan sejak awal 2000 melalui Information Technology (IT) Managed Services yang meliputi IT Operation, Management Services, Data Recovery Services, dan Data Center Infrastructure yang telah   digunakan oleh lebih dari 60 perusahaan dari berbagai industri.
Salah satu model bisnis yang dibangun dan dikembangkan oleh Telkom Sigma adalah layanan  Infrastructure as a Services (IaaS). IaaS dari Telkom Sigma bukan hanya sebagai penyedia server dan storage saja tapi juga dilengkapi dengan penyediaan struktur dan infrastruktur  yang dibutuhkan untuk menjalankan suatu sistem dan diperkuat oleh jaringan komunikasi yang di dukung oleh induk usaha, Telkom.
Layanan ini akan meminimalisir investasi penyediaan sarana penyimpanan data ataupun menjalankan suatu aplikasi berupa mesin atau server. Perusahaan cukup membayar biaya sewa sesuai dengan ruang yang dibutuhkan beserta infrastruktur agar suatu aplikasi dapat dijalankan.
Telkom Sigma sejak 2009 juga telah menghadirkan layanan SATU yang merupakan aplikasi online banking yang dikolaborasikan dengan infrastruktur Teknologi Informasi (TI) yang menggunakan model bisnis SaaS (Software as a Service) khusus untuk BPR, koperasi dan BMT. Sebagai pengguna SATU , mereka tidak perlu melakukan investasi penyediaan infrastruktur berupa server, lisensi aplikasi, jaringan komunikasi, data center, serta operator yang akan melaksanakan proses end of day.
Model bisnis ini memungkinkan mereka hanya membayar biaya bulanan. Sehingga bank yang telah tergabung kedalam anggota Komunitas SATU, dapat melakukan operasi transaksi perbankannya tanpa harus dipusingkan memikirkan hal-hal terkait infrastruktur TI.
Direktur Utama Telkom Rinaldi Firmansyah mengatakan bisnis yang dijalankan  Telkom Sigma   merupakan wujud implementasi dari transformasi bisnis ke Telecommunication, Information, Media, and Edutainment (TIME).
“Telkom Sigma adalah wujud bermain di bisnis Information. Jangan hanya melihat dari sisi omset yang dihasilkan Telkom Sigma, tetapi bagaimana dari aplikasi yang dihasilkan membuat utilisasi jaringan bisnis telekomunikasi terus terokupansi,” jelasnya.
Praktisi Telematika Andreas Surya mengingatkan, dalam menggaet pemain global, penyedia data center lokal jangan hanya terpukau dengan kesediaan menggunakan  infrastruktur miliknya sebatas co-location.
”Jika hanya  hosting (co-location, physical) tidak banyak nilainya.  Nilai yang besar itu jika ada kerjasama pengembangan  seperti mengelola data center hingga level aplikasi. Potensi paling besar memang ada di   dunia perbankan terutama bank-bank asing yang beroperasi di Indonesia, karena sesuai regulasi, data center-nya harus di negeri ini,” katanya.[dni]

280611 Tidak Mudah Menggoda Pemain Global

 

Indonesia boleh saja memiliki segudang regulasi untuk memaksa pemain global menghadirkan pusat data (Data Center) di negeri ini. Namun, pada praktiknya tidaklah semudah membalikkan telapak tangan.
Masih ingat kasus di awal tahun ini antara Kementrian Komunikasi Informatika (Kemenkominfo) dengan Research In Motion (RIM) terkait permintaan pembangunan server di negeri ini? Walau sudah “ditakuti” dengan UU 36/1999 (Telekomunikasi) dan UU 11/2008 (ITE) yang bertujuan data dari pelanggan harus dilindungi dan data center wajib ada di Indonesia, hingga saat ini RIM tak jua bergeming.
Di sektor perbankan juga ada beleid   IT Business Continuity Plan (IT BCP)  berdasarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI)  No. 9/15/PBI/2007  tentang Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum. Adanya  IT BCP seharusnya  membuat  jasa  Disaster Recovery Center (DRC) dari perusahaan alih daya menjadi makin laris. Namun, bagaimana kenyataannya? Bank-bank asing masih setia menempatkan data center-nya di Singapura atau negara asalnya.
Direktur Teknologi Informasi Telkom    Indra Utoyo menjelaskan hal yang diperhatikan kala satu perusahaan memutuskan menggunakan data center dari pihak ketiga dilihat dari sisi biaya, fleksibilitas, keamanan, dan reliability.
“Pemain global itu jika ingin menggunakan data center lokal meminta persyaratan sekelas Tier-4 atau yang paling atas. Di Indonesia itu ada kendala pasokan listrik yang harus diatasi dengan cara inovatif.  Telkom dalam mendukung bisnis Telkom Sigma sudah mulai bicara dengan PLN dan PGN,” katanya di Jakarta, Senin (27/6).
Menurutnya, secara  secara regional saingan dari pemain lokal adalah penyedia data center dari Singapura dan Malaysia yang tidak memiliki masalah dengan pasokan listrik.
Pernyataan dari Indra ini diperkuat oleh data riset dari Lembaga konsultan  Frost & Sullivan yang mengungkapkan pemain besar data center di kawasan regional adalah Jepang, Australia, Singapura, Hong Kong dan diikuti oleh Cina, India dan Malaysia.  Jepang adalah negara terbesar dengan   memiliki nilai pasar  5.7 miliar dollar AS pada 2009.
Kebanyakan pertumbuhan di banyak negara ini dipicu oleh kuatnya permintaan domestik, dan didukung oleh para pembuat kebijakan melalui e-governance dan e-readiness. Di Asia, data center cenderung berpusat di kota-kota dengan biaya hidup tinggi, seperti Tokyo, Hong Kong, Singapura, Shanghai dan Sydney.
Menurut lembaga tersebut,  layanan  data center merupakan bisnis besar yang sedang berkembang dan merupakan salah satu bisnis yang bertahan dari resesi. Hal ini karena  sebanyak 2/5 dari total konsumsi energi suatu perusahaan dihabiskan untuk keperluan data center, dan hal tersebut membuat biaya pemeliharaan data center menjadi sangat mahal.
Direktur Utama Telkom Rinaldi Firmansyah meminta pemerintah untuk konsisten  meminta keberadaan data center di Indonesia bagi perusahaan yang beroperasi di negeri ini untuk  menjaga keamanan dan pertahanan negara   sehingga data-data penting yang  bersifat rahasia mudah untuk dikelola keamanan dan kerahasiaanya.
Praktisi Telematika Mochammad James Falahuddin mengakui untuk pemain global jika memiliki server di Indonesia akan membuat akses lebih cepat  yang berdampak kepada kenyamanan bagi pelanggan dan membuka  peluang pengembangan produk atau konten diatas platform-nya   dengan citarasa lokal. Sedangkan dari sisi operator akan menghemat bandwitdh ke luar negeri.
Sementara Anggota Komite Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Nonot Harsono menegaskan, Indonesia membutuhkan Grid Server agar terjadi perimbangan trafik antara keluar dan dalam negeri.  Grid server semacam pusat server untuk semua hal, baik data center, content center, atau data perusahaan.
“Singapura dan Malaysia sudah membangun Grid Server dengan dukungan serat optik nasionalnya. Kedua perusahaan ini berambisi menjadi tempat berkumpulnya data (hub) regional. Indonesia sebagai pasar terbesar di Asia Tenggara harusnya tidak boleh ketinggalan,” katanya
Menurutnya, jika negeri ini memiliki infrastruktur tersebut maka operator dari luar negeri akan lebih tertarik untuk bekerjasama dengan Indonesia karena semua informasi bisa diakses melalui Grid Server. “Investor dari luar negeri itu butuh banyak informasi tentang Indonesia mulai  seni budaya,  pariwisata, national digital library, dan lainnya. Ini tentu membuat  trafik akses dari luar negeri menigkat sehingga ada devisa yang masuk,” katanya.
Masih menurutnya, investasi   membangun  Grid Server tidaklah mahal karena bisa dicicil server farm-nya. “Sayangnya banyak pemimpin operator belum tertarik dengan bisnis ini. Jika diserahkan ke vendor server, mereka tidak mau karena inginnya manage data saja Padahal ini adalah bisnis masa depan,” ketusnya.[dni]

280611 Operator TV Berlangganan Perkuat Layanan

JAKARTA—Dua operator TV berlangganan memperkuat layanannya agar pelanggan semakin menikmati siaran yang dipancarkannya melalui kabel. Kedua operator itu adalah Telkom Vision yang memiliki 300 ribu pelanggan dan First Media dengan 360 ribu pelanggan.
Direktur Utama Telkom Vision Elvizar KH mengungkapkan baru saja menunjuk  Ericsson untuk menyediakan solusi yang bisa menghadirkan layanan  dari saluran baru berteknologi High Definition (HD).
“Kami baru saja memilih sistem kompresi Video Processor Chassis (VPC), EN8130 MPEG 4 AVC encoders dan MX8400 multiplexers dari Ericsson yang memungkinkan diberikan 36 saluran baru untuk meningkatkan kualitas layanan bagi pelanggan,” katanya di Jakarta, Senin (27/6).
Sementara itu, Division Head Content & Programing First Media, Ario B. Widyatmiko
 First Media  mengungkapkan, bersama HBO Asia menggelar pelatihan berkala bagi jajaran karyawannya   yang terkait dengan acuan tayangan andalan yang dapat dinikmati oleh pelanggan dalam beberapa waktu kedepan.
“Pelatihan tengah tahun  ini untuk memberikan informasi terkini mengenai program-program HBO Asia, sehingga tim First Media akan selalu memiliki pengetahuan yang baik dan cekatan dalam menjawab setiap pertanyaan pelanggan sehubungan dengan program yang disediakan oleh First Media,” katanya.
First Media merupakan penyedia televisi kabel pertama di Asia yang menghadirkan tayangan HBO HITS HD dan yang pertama pertama pula menghadirkan saluran televisi ini di Indonesia. Teknologi HomeCable  HD dari First Media ini dapat digunakan di perangkat Sony seperti Internet TV dan HD TV .
“First Media akan terus memperkuat layanan HD demi kepuasan konsumen, baik dalam hal teknologi maupun konten,” kata Ario.[dni]