Penetrasi Internet di Indonesia yang kian tinggi dengan akses yang makin cepat membuat bisnis penyimpanan data (Data Center) makin menjanjikan di masa depan.
Data Center merupakan tempat meletakkan perangkat server (tempat berjalannya aplikasi) dan perangkat jaringan lainnya. Sebelumnya, infrastruktur ini biasanya lekat dengan dunia perbankan atau keuangan untuk menyimpan data base dari pelanggan dan transaksinya.
Tetapi, di era internet saat ini keberadaan data center di setiap simpul yang padat pengakses Internet semakin diperlukan demi kecepatan layanan berbagai informasi mulai dari permainan (games online), hiburan, berita dan pendidikan.
Semakin banyaknya aplikasi berbasis Internet Protocol (IP) kebutuhan akan data center multimedia untuk melayani aplikasi teks, suara, gambar/foto dan video menjadi semakin meningkat.
Menurut lembaga riset Frost & Sullivan nilai pasar data center di Indonesia tahun 2010 diperkirakan mencapai 146,5 juta dollar AS. Lembaga riset Sharing Vision memprediksi Coumpound Annual Growth Rate (CAGR) bisnis ini sebesar 20 persen dengan nilai pasar pada tahun ini sekitar 1,1 triliun rupiah.
Bagi merek multinasional yang melihat pengakses Internet Indonesia sebagai pasar tentu memerlukan data center di Indonesia yang dekat dengan pengaksesnya. Pada skala regional, tumbuhnya berbagai data center di masing-masing daerah sebenarnya juga menjadikan perputaran uang bisnis digital kategori ini tidak perlu “lari” keluar daerah atau ke luar negeri.
Presiden Direktur Telkom Sigma Rizkan Chandra mengungkapkan, telah mempersiapkan data center seluas 15 ribu meter dengan investasi 400 miliar rupiah untuk mengembangkan lini bisnis berbasis cloud computing di Indonesia.
Pembangunan ini melengkapi dua data center sebelumnya yang telah dibangun di Surabaya dan Serpong. Data center adalah kontributor utama pendapatan Telkom Sigma, besarannya mencapai 60 persen. “Kami tidak hanya menyasar perusahaan dalam negeri, namun juga raksasa internet dunia seperti Google dan Research in Motion (RIM),” ungkapnya di Jakarta, belum lama ini.
Dijelaskannya, ekspansifnya perseroan di pasar cloud computing untuk mendukung target omset pada tahun ini meraih angka 600 miliar rupiah. Telkom Sigma sendiri menargetkan pertumbuhan pendapatan 16 persen tahun ini melalui ekspansi di luar pasar keuangan dan perbankan. Pada tahun lalu, anak usaha Telkom ini berhasil meraih omset sebesar 500 miliar rupiah atau tumbuh 25 persen dibandingkan 2009 sebesar 400 miliar rupiah.
“Kami sudah berbicara cukup jauh dengan Google, sejauh ini progress-nya baik. Kalau kami sudah bisa memenuhi kebutuhan sampai level tier-4-nya Google, maka kebutuhan lain seperti untuk RIM dengan BlackBerry tak ada masalah lagi,” ungkapnya.
Selanjutnya diungkapkan, selain dari pemain global, perseroan juga membidik small medium business (SMB) dengan omset 100 miliar rupiah dari total pasar ini sebesar 108 miliar rupiah.
Diungkapkannya, kebanyakan pengguna cloud computing adalah dari segmen korporasi yang membutuhkan infrastruktur dan aplikasi teknologi informasi tanpa mesti menginvestasikan dana yang besar dengan tingkat keamanan yang tinggi.
Saat ini, pelanggan cloud computing terbesar dari Telkom Sigma adalah datang dari perbankan, yaitu Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di seluruh Indonesia. “Untuk perbankan yang lain, terutama yang besar, mungkin akan menggunakan cloud computing dari sisi pemasarannya saja, bukan pada corebanking-nya,” jelasnya.
Dijelaskannya, cloud computing pada dasarnya terdiri dari data center, aplikasi, infrastruktur TI, dan jaringan. Dari sisi datacenter, Telkom Sigma sudah memiliki sumber daya tersebut sejak 1980-an, sedangkan dari sisi jaringan, perusahaan tersebut jelas mengandalkan jaringan milik induk usahanya, yaitu Telkom grup.
Layanan cloud computing yang diselenggarakan Telkom Sigma saat ini merupakan pengembangan model yang sebenarnya sudah dilakukan sejak awal 2000 melalui Information Technology (IT) Managed Services yang meliputi IT Operation, Management Services, Data Recovery Services, dan Data Center Infrastructure yang telah digunakan oleh lebih dari 60 perusahaan dari berbagai industri.
Salah satu model bisnis yang dibangun dan dikembangkan oleh Telkom Sigma adalah layanan Infrastructure as a Services (IaaS). IaaS dari Telkom Sigma bukan hanya sebagai penyedia server dan storage saja tapi juga dilengkapi dengan penyediaan struktur dan infrastruktur yang dibutuhkan untuk menjalankan suatu sistem dan diperkuat oleh jaringan komunikasi yang di dukung oleh induk usaha, Telkom.
Layanan ini akan meminimalisir investasi penyediaan sarana penyimpanan data ataupun menjalankan suatu aplikasi berupa mesin atau server. Perusahaan cukup membayar biaya sewa sesuai dengan ruang yang dibutuhkan beserta infrastruktur agar suatu aplikasi dapat dijalankan.
Telkom Sigma sejak 2009 juga telah menghadirkan layanan SATU yang merupakan aplikasi online banking yang dikolaborasikan dengan infrastruktur Teknologi Informasi (TI) yang menggunakan model bisnis SaaS (Software as a Service) khusus untuk BPR, koperasi dan BMT. Sebagai pengguna SATU , mereka tidak perlu melakukan investasi penyediaan infrastruktur berupa server, lisensi aplikasi, jaringan komunikasi, data center, serta operator yang akan melaksanakan proses end of day.
Model bisnis ini memungkinkan mereka hanya membayar biaya bulanan. Sehingga bank yang telah tergabung kedalam anggota Komunitas SATU, dapat melakukan operasi transaksi perbankannya tanpa harus dipusingkan memikirkan hal-hal terkait infrastruktur TI.
Direktur Utama Telkom Rinaldi Firmansyah mengatakan bisnis yang dijalankan Telkom Sigma merupakan wujud implementasi dari transformasi bisnis ke Telecommunication, Information, Media, and Edutainment (TIME).
“Telkom Sigma adalah wujud bermain di bisnis Information. Jangan hanya melihat dari sisi omset yang dihasilkan Telkom Sigma, tetapi bagaimana dari aplikasi yang dihasilkan membuat utilisasi jaringan bisnis telekomunikasi terus terokupansi,” jelasnya.
Praktisi Telematika Andreas Surya mengingatkan, dalam menggaet pemain global, penyedia data center lokal jangan hanya terpukau dengan kesediaan menggunakan infrastruktur miliknya sebatas co-location.
”Jika hanya hosting (co-location, physical) tidak banyak nilainya. Nilai yang besar itu jika ada kerjasama pengembangan seperti mengelola data center hingga level aplikasi. Potensi paling besar memang ada di dunia perbankan terutama bank-bank asing yang beroperasi di Indonesia, karena sesuai regulasi, data center-nya harus di negeri ini,” katanya.[dni]
Juni 28, 2011
Kategori: Uncategorized . . Penulis: doniismanto . Comments: Tinggalkan komentar