Masuknya industri telekomuniksi ke era Telco 3.0 ternyata membawa perubahan bagi pelaku usaha dalam memasarkan produknya. Telco 3.0 sejalan dengan marketing 3.0 dimana pola pemasaran secara massal ditinggalkan dan beralih ke pola interaktif dengan komunitas yang bersifat sangat personal dan kontekstual.
Ciri-ciri dari Telco 3.0 adalah digital dan social media digunakan sebagai salah satu alat untuk pemasaran dan layanan purna jual. Produk pun sangat tailor made (customised) sesuai dengan kebutuhan penggunanya. Bahkan nantinya langsung bisa dilakukan sendiri oleh penggunanya. Di sinilah letak perbedaannya dengan era Telco 2.0 dimana masih mengandalkan segmentasi walau komunikasi interaktif dengan pengguna masih terjalin.
Bentuk nyata dari usaha operator telekomunikasi beradaptasi dengan era Telco 3.0 adalah layanan BlackBerry yang beragam pilihan berlangganan sesuai kebutuhan.
“Konten di era Telco 3.0 tidak lagi dianggap hanya sebagai aksesori. Konten menjadi layanan yang diberikan ke pelanggan. Konten yang paling diminati saat ini adalah musik karena menjadi ibu dari semua hiburan,” ungkap Direktur Teknologi dan Informasi Telkom Indra Utoyo di Jakarta, belum lama ini.
Diungkapkannya, saat ini industri musik lokal masih dikuasai oleh para pembajak. Hal itu terlihat dari penguasaaan nilai bisnis musik sebesar 69 persen atau 4,5 triliun rupiah dari total nilai 6,5 triliun rupiah oleh para pembajak.
Secara bisnis perusahaan rekaman hanya mendapatkan 600 miliar rupiah. Kala lagu dijadikan konten digital yang ditawarkan ke pelanggan secara signifikan memberikan nilai mencapai 1,2 triliun rupiah. Penjualan secara digital itu bisa dari Ring Back Tone (RBT) atau Full Track Download.
“Telkom sendiri secara grup akan masuk ke bisnis musik secara lebih serius. Hal ini karena sejak tahun lalu industri ini telah berkontribusi ke perseroan sebesar 660 miliar rupiah dan akan tumbuh lima persen pada tahun ini,” ungkapnya.
Diungkapkannya, langkah Telkom untuk serius di bisnis musik ditunjukkan dengan mendukung ekosistem industri tersebut. Hal ini dimulai dengan membuat label musik atas nama Indigo yang menggaet artis-artis indie. Memaksimalkan jalur pendistribusian dengan memanfaatkan anak usaha yang memiliki lebih dari 100 juta pelanggan. Jalur distribusi yang dipakai berdasarkan anak usaha adalah Langit musik.com (Telkomsel), Fleximusik.com (Telkom Flexi), dan Fulltrack (Speedy). Pengakses dari Langit musik.com per bulannya tercatat sebanyak 40 hingga 50 ribu, sedangkan pengguna aktif sebasar 30-35 ribu nomor.
Telkom pun menggandeng SK Telecom dari Korea Selatan untuk membuat anak usaha yang bergerak di bidang Digital Content Exchange Hub (DCEH).
DCEH adalah jenis baru hub untuk mendistribusikan konten digital, seperti file musik, permainan dan klip video yang nantinya dapat diakses tidak hanya oleh konsumen tetapi juga toko musik online dan operator telepon baik yang berbasis kabel maupun selular. Dana sebesar 100 miliar ditanamkan oleh kedua perusahaan dimana komposisinya 51 persen untuk Telkom dan sisanya ditalangi SK Telecom.
“Perusahaan patungan itu akan menjadi Master Lisence Bank (MLB) dengan merek dagang Melon Indonesia. Rekanan Telkom di MLB lainnya adalah GenId. Rencananya Melon Indonesia akan diluncurkan pada Oktober 2010,” jelasnya.
Dijelaskannya, masuk ke industri musik merupakan konsekuensi dari konektivitas telah menjadi komoditasi di telekomunikasi. “Sangat banyak bisa dieksploitasi jika musik dijadikan sebagai servis, misalnya berlangganan berbasis waktu atau potongan lagu. Ini sesuatu yang tidak terpikir sebelumnya oleh pelaku usaha di industri musik,” jelasnya.
EGM Divisi Flexi Triana Mulyatsa menambahkan, bentuk kongkrit distribusi musik melalui penjualan digital dengan menawarkan ponsel Flexi Musik
“Ponsel Flexi Musik memiliki sekitar 1.000 lagu dengan pola berlangganan mingguan, dua mingguan, bulanan, atau permanen. Untuk langganan mingguan dikenakan tarif seribu rupiah per minggu yang dapat mengunduh hingga 30 lagu, dan dua ribu rupiah per dua minggu. Sedangkan untuk langganan secara permanen dikenakan biaya sebesar lima ribu rupiah per lagu. Hingga akhir Agustus diperkirakan penjualan ponsel ini mencapai 100.000 unit,” katanya.
Grup Head Vas Marketing Indosat Teguh Prasetya mengungkapkan, Indosat pun serius menggarap konten musik melalui Arena Musik sejak 2009. Sedangkan untuk tahap membuat label musik atau MLB belum ada rencana ke arah itu.
“Kami sekarang membuat divisi khusus untuk mengelola konten musik dan game. Saat ini Vas dalam kategori Mobile Data, Mobile Messaging, Mobile Mail dan Social Networking, Mobile Advertising, dan Mobile Games kontribusinya sudah mencapai 45 persen bagi total pendapatan perusahaan,”ungkapnya.
GM Mobile Data Services Channel Development XL Handono Warih mengatakan, pemicu lain beralihnya operator menggenjot konten karena semua pemain menawarkan layanan dasar yang sama. “Konten diadopsi pelanggan yang sering mengakses data. Jika operator ingin meningkatkan pendapatan dari data, harus menawarkan konten yang bervariatif. Soalnya semua sudah mulai bermain di harga untuk layanan dasar,” jelasnya.
Ditegaskannya, di era Telco 3.0 operator tidak akan rela hanya menjadi penyalur pipa (Dumb Pipe) saja, sehingga juga berupaya untuk memproduksi konten yang menarik. “Cara implementasi di lapangan saja yang berbeda. Tinggal model bisnis dan operasinya yang berbeda-beda. Semua tergantung strategi masing-masing,” jelasnya.
Chief Marketing Officer Nexian Andy Jobs mengungkapkan, tidak hanya operator yang berubah beradaptasi dengan era Telco 3.0, produsen ponsel pun melakukan hal yang sama.
“Produk Nexian Music Card Player salah satu contoh upaya produsen ponsel yang tidak hanya menjual perangkat. Kami menawarkan ke pelanggan berlangganan lagu yang didukung oleh 4 label musik yakni Musica, Sony BMG, Trinity, dan Warner,” katanya.
Dijelaskannya, keunggulan konten yang dimiliki Nexian adalah lagu sudah ditanam dalam ponsel sehingga bisa menepis masalah jaringan operator yang suka tidak stabil ketika mengunduh karena konsumsi data yang cukup besar dan lama. Namun, untuk mendengarkan lagu membutuhkan otrisasi dari operator.
“Ini bentuk simbiosis mutualisme kerjasama yang manis antara vendor dan operator. Bagaimana pun tak bisa dipungkri musik itu adalah konten yang universal untuk semua target pasar selain social media. Hal itu terlihat baru diluncurkan, ponsel Nexian sudah diserap pasar sebanyak 40 ribu unit,” katanya.
Ke depannya, Nexian akan mengeluarkan tipe ponsel baru yang mampu menampung kapasitas lagu lebih besar. Model baru itu mampu menampung seribu lagu, sedangkan model lama sebanyak 600 lagu.[dni]
Agustus 31, 2010
Kategori: Uncategorized . . Penulis: doniismanto . Comments: Tinggalkan komentar