JAKARTA— Sebanyak tiga maskapai angkutan berjadwal belum melaporkan pemilihan kategori layanannya walau KM 26/2010 tentang Tarif Batas Atas Penumpang Kelas Ekonomi sudah dijalankan sejak 1 Juni lalu.
“Terdapat tiga maskapai yang belum melaporkan pemilihan kategori layanan. Ketiga maskapai itu adalah Travel Express, Riau Airline, dan Indonesia Air Transport,” ungkap Direktur Angkutan Udara Ditjen Hubungan Udara Kemenhub, Tri S Sunoko kepada Koran Jakarta, Minggu (6/6).
Diungkapkanya, sejauh ini maskapai yang telah melaporkan pemilihan kategori layanan sesuai KM 26/2010 adalah Mandala Airline, Merpati Nusantara Airline, Batavia Air, Kalstar, Kartika Air, Sriwijaa Air, dan Trigana Air untuk segmen medium services.
Sedangkan Citilink, Lion Air, Wings Air, Travira, Indonesia Air Asia, dan DAS memilih segmen No frill. Maskapai yang memilih Full Services hanya Garuda Indonesia.
Untuk diketahui, dalam regulasi itu ditetapkan maksimum kenaikan tarif batas atas mencapai 10 persen dari harga tiket yang berlaku saat ini. Harga tiket yang berlaku saat ini adalah tarif batas atas versi 2002, ditambah pajak, asuransi, dan fuel surcharge.
Revisi itu juga memuat golongan dari maskapai yang bisa menggunakan tarif batas atas sesuai dengan golongannya. Golongan berdasarkan jasa yang ditawarkan itu adalah layanan maksimum (full service), menengah (medium services) dan minimum (no frill/ LCC).
Kategorisasi ini sesuai Pasal 97 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan. Nantinya untuk maskapai full service 100 persen diperkenankan menggunakan tariff batas atas hingga 100 persen, medium (90 persen), dan no frill 85 persen.
Diungkapkannya, instansinya akan melakukan monitoring pemberlakuan tarif bagi maskapai yang belum melaporkan jenis layanannya. Jika layanan yang diberikan tidak sesuai dengan tarif yang dikenakan, maka ada sanksi yang bisa diberikan pemerintah.
Misalnya, jika ada maskapai yang belum melapor namun memberikan layanan minimum dengan tarif 100 persen yang hanya boleh dikutip maskapai full service (maksimum), hal tersebut bisa dikategorikan pelanggaran.
“Saya sedang mempertimbangkan sanksi kepada maskapai yang belum melapor. Apabila kriterianya tidak sesuai maka sanksinya bisa pengurangan izin rute bahkan pencabutan rute yang dilanggar tersebut. Untuk itu kami akan lakukan monitoring untuk beberapa Minggu ini melihat hasil implementasi KM 26/2010,” tegasnya.
Secara terpisah, menurut Sekjen Asosiasi Maskapai Nasional (INACA) Tengku Burhanudin, adanya pemilihan kategoriasasi layanan akan membuat munculnya transparansi untuk industri.
“Penumpang akan diuntungkan karena sejak awal sudah tahu memilih pesawat jenis layanan dan harga tiketnya. Ini membuat kompetisi menjadi jelas antarmaskapai karena layanan yang diusung jadi acuan di pasar,” katanya.
Sementara Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Danang Parikesit menilai memaksakan pengkelasan masakapai oleh regulator tidaklah tepat.
“Tugas dari regulator adalah membuat standar keselamatan, menciptakan market entry yang liberal, dan penegakkan aturan. Masalah kelas layanan itu urusan kompetisi. Biarkan pasar yang menentukan,” katanya.[dni]