JAKARTA—PT Lion Mentari Airlines (Lion Air) meminta jaminan investasi dari pembangunan hangar miliknya sebagai bentuk dukungan pemerintah terhadap komitmen memajukan industri penerbangan.
“Kami membutuhkan jaminan investasi dari dana yang dikeluarkan. Kami tidak mau kejadian seperti di Menado terulang,” tegas Direktur Utama Lion Air Rusdi Kirana di Jakarta, akhir pekan lalu.
Diungkapkannya, perseroan sebelumnya sudah memiliki komitmen memulai bisnis pemeliharaan pesawat dengan menyiapkan dana sebesar 30-40 juta dollar AS untuk membangun hanggar di Bandara Sam Ratulangi, Manado.
“Dana sebesar tujuh miliar rupiah sudah dikeluarkan untuk proyek ini. Sekarang investasi itu belum jelas nasibnya karena adanya perubahan di organisasi satu perusahan,” tukasnya.
Menurut Rusdi, rencananya membangun hangar perawatan pesawat di Manado batal, lantaran terganjal keinginan AP I meminta kepemilikan saham mayoritas. Padahal, maskapai itu sudah membeli tanah seluas 12 hektare (ha) di sebelah Bandara Sam Ratulangi Manado. Lion juga telah melakukan pembebasan tanah dari masyarakat untuk pembangunan jalan raya.
Dijelaskannya, dipilihnya lokas Menado untuk berinvestasi karena sebelumnya sudah ada dukungan dari Gubernur Sulawesi Utara (Sulut) untuk mendukung perseroan embangun hanggar di area tersebut. Bahkan, Memorandum Of Understanding (MoU) sudah ditandantangani dengan direksi Angkasa Pura I dua tahun lalu.
”Sekarang tiba-tiba direksi baru AP I bilang tidak bisa membuka pagar untuk akses karena melanggar regulasi. Kalau begini komitmen yang lama dikemanakan,” katanya.
Dikatakannya, walaupun AP I menawarkan solusi untuk membangun hanggar di bekas lahan Bandara Udara Makassar lama itu juga bukan jalan keluar sebelum adanya jaminan kepastian investasi.
”Bandara itu sebagian aset pemerintah. Sudah mendapat izin belum dari kementrian keuangan untuk mengubah aset. Selain itu,kami juga minta AP I mengklarifikasi dengan Gubernur Sulut soal hal ini, agar tidak ada salah pengertian,” tegasnya.
Secara terpisah, Dirjen Perhubungan Udara Herry Bhakti S Gumay meminta Lion dan AP I duduk satu meja untuk membahas masalah pembangunan hanggar tersebut. ”Jangan dibahas via media,” katanya.
Dijelaskannya, sesuai regulasi memang harus ada kerjasama dengan Badan Usaha Pengelola Bandara untuk membuka akses ke prasarana udara. ”Soal adanya kepemilikan saham itu tidak ada haknya badan pengelola meminta. Sebenarnya ini bisa dicarikan jalan keluar dengan menawarkan konsesi,” katanya.
Sedangkan Pengamat penerbangan niaga nasional, Arista Atmadjati meminta kedua belah pihak untuk berfikir kepentingan nasional ketimbang perseroan. ”Harus dilihat manfaat dari adanya pusat perawatan pesawat di Menado itu sebagai transfer teknologi dirgantara di kawasan timur Indonesia. Jika Makassar dijadikan pusat perawatan akan menyulitkan Lion karena terlalu jauh dari rute yang selama ini dilayani anak usahanya di kawasan timur seperti Maluku, Gorontalo, dan lainnya,” katanya.
Sebelumnya, Direktur Utama Angkasa Pura I Tommy Soetomo mengungkapkan, sudah menawarkan bandara udara lama di Makassar sebagai pusat kegiatan Maintenance, Repair, and Overhaul (MRO) dari bengkel pesawat.
”Kita sudah bicara dengan Garuda Maintenance Facilities (GMF) dan Lion Air. Untuk Lion Air, sebenarnya lebih ideal membangun pusat perawatan di sana ketimbang Menado karena semua fasilitas sudah ada mulai dari apron, runway, dan lainnya,” katanya.
Tommy pun membantah, mempersulit Lion Air untuk membangun pusat perawatan pesawat di Indonesia Timur seperti Menado. “Ini murni masalah negosiasi bisnis. Kami terus bicara dengan Lion Air. Masalahnya, jika keinginan dari Lion Air untuk dibuka akses ke bandara di Menado, itu menyalahi aturan. Dalam regulasi secara jelas dikatakan kawasan bandara dikelola oleh Badan Usaha Pengelola Bandara,” tegasnya.[dni]