JAKARTA—Komisi I DPR RI sebagai mitra dari Departemen Komunikasi dan Informatika (Depkominfo) di parlemen mengaku tidak tahu menahu tentang rencana likuidasi Direktrorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi (Ditjen Postel) oleh Menkominfo Muhammad Nuh. “Kami tidak diberikan informasi sama sekali tentang hal tersebut. Selentingan memang sudah lama terdengar, tetapi secara resmi tidak ada sma sekali pemberitahuan,” ungkap Anggota Komisi I DPR RI Deddy Djamaluddin Malik kepada Koran Jakarta, Senin (31/8). Menurut Deddy, jika langkah likuidasi dilakukan oleh Depkominfo, secara etika harus memberitahukan kepada mitranya di parlemen yakni Komisi I. “Selain itu perlu ada studi kelayakan yang jelas. Tidak bisa ujug-ujug mau dilikuidasi tanpa ada sosialisasi,” katanya. Deddy mengkhawatirkan, langkah peleburan yang dilakukan oleh Depkominfo tanpa ada koordinasi dengan DPR atau departemen lainnya akan berbalik menjadi tidak menguntungkan lembaga tersebut. “Di Indonesia itu yang mahal koordinasi. Adanya Postel yang mengurus semua secara tersentralisasi saja masih membuat koordinasi menjadi mahal. Apalagi fungsinya disebar. Sudah yakinkah menkominfo dengan hasil yang diterima dari kebijakannya itu,” katanya. Sebelumnya, Depkominfo berencana akan melebur Ditjen Postel ke dalam ditjen baru yang dibentuknya. Untuk diketahui, Ditjen Postel saat ini memiliki Direktorat Pos, Direktorat Telekomunikasi, Direktorat Frekuensi, Direktorat Standarisasi Pos dan Telekomunikasi, dan Direktorat Kelembagaan Internasional. Sedangkan usulan restrukturisasi yang disodorkan oleh Depkominfo kepada kementrian pendayagunaan aparatur negara adalah membentuk Ditjen Sumber daya, Ditjen Penyelenggaraan, Ditjen Standarisasi dan Kepatuhan, Ditjen Infokom Publik, Badan Litbang, dan Badan Pemerataan dan Pemberdayaan. Rencananya Ditjen Sumber Daya akan mengambil alih fungsi pengelolaan spektrum frekuensi di bawah direktorat perijinan. Nantinya akan ada dua direktorat di bawah ditjen tersebut yakni direktorat perencanaan frekuensi dan rekayasa frekuensi. Sedangkan Ditjen Penyelenggaraan akan mengambil alih fungsi direktorat telekomunikasi yang diubah menjadi direktorat penyelenggaraan jaringan. Sementara Ditjen Standarisasi dan Kepatuhan akan mengambil alih fungsi dari direktorat pemantauan frekuensi. Tidak hanya itu, restrukturisasi ini juga memakan korban Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI). Dalam struktur baru, lembaga tersebut tidak disebutkan. Hanya para anggota Komite berada langsung di bawah Menkominfo sejajar dengan Sekjen dan Irjen. Selanjutnya Deddy mengatakan, Komisi I bisa memahami era konvergensi tidak bisa dihindari oleh tiga sektor yakni telekomunikasi, penyiaran, dan informatika. “Konvergensi itu satu hal. Tetapi merestrukturisasi struktural itu lain hal pula. Seharusnya menunggu dulu UU Konvergensi baru bicara restrukturisasi. Kalau ini dipaksakan, bagaimana nasib Pegawai Negeri di Postel. Bisa keluar biaya besar untuk kebijakan ini,” tegasnya. Sementara Ketua Komite Nasional Telekomunikasi Indonesia (KNTI) Srijanto Tjokrosudarmo mencurigai langkah Muhammad Nuh yang memaksakan restrukturisasi sebelum masa tugasnya selesai pada Oktober nanti. “Saya menangkap kesan pejabatnya ingin meletakkan orang-orangnya di struktural sebelum meninggalkan departemen. Ini tidak sehat,” katanya. Srijanto mengatakan, terdapat fenomena tidak sehat di kancah politik belakangan ini menjelang pengumuman kabinet oleh Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada Oktober nanti. “SBY sudah menginginkan kabinet diisi kalangan profesional. Guna mengakalinya, partai-partai banyak mengincar jabatan eselon I atau dirjen untuk diisi orang-orangnya. Nah, adanya peleburan itu berarti menambah jumlah dirjen dan direktur, silahkan diartikan saja maksud lain dari kebijakan itu,” katanya.[dni] |