JAKARTA — Komite Penyelamat Kekayaan Negara (KPK-N) menyayangkan keputusan yang diambil dari pemerintah pusat untuk menyetujui Pemerintah Daerah (Pemda) sebagai pemimpin dalam pembelian saham Newmont Nusa Tenggara (NNT) bukan oleh konsorsium BUMN dan BUMD.
“Jika yang memimpin konsorsium rakyat di Nusa Tenggara Barat (NTB) dan seluruh Indonesia , akan memperoleh pendapatan yang paling optimal dari tambang Batu Hijau NTB. Jika diserahkan kepada Pemda, kemudian dengan alasan ketidak-adaan dana, Pemda bekerjasama dengan swasta untuk membeli saham tersebut, maka pendapatan bagi rakyat, khususnya rakyat NTB jelas akan berkurang,” tegas Koordinator KPK-N Marwan Batubara di Jakarta, Kamis (27/8).
Menurut Marwan, Pemda atau BUMD NTB mempunyai kesempatan untuk menguasai saham dan keuntungan sesuai porsi saham yang dimiliki tersebut, tanpa berbagi dengan swasta, jika Pemda NTB bertindak sendiri, atau bekerjasama dengan BUMN dan Pusat dengan jaminan pemerintah. Apalagi, pemerintah pusat dan PT Antam sudah berkomitmen untuk membantu Pemda NTB mengeksekusi saham NNT, tanpa meminta commission fee atau kompensasi keuntungan.
Pembelian saham oleh BUMN dan/atau Pusat merupakan perwujudan dari amanat konstitusi Pasal 33 UUD 1945. Hal ini juga sejalan dengan ketentuan Pasal 1 angka 10 Kontrak Karya tahun 1986.
Dengan ikut memiliki saham NNT, konsorsium BUMN dan BUMD akan memperoleh kesempatan untuk berperan aktif mengendalikan perusahaan dan memperoleh manfaat maksimal dari sumberdaya alam milik negara sendiri, tidak saja dari deviden, tapi juga dari potensi keuntungan dalam belanja-belanja kapital dan modal perusahaan. Pada gilirannya, hal ini akan meningkatkan PNBP yang disetor oleh BUMN dan BUMD kedalam APBN dan APBD.
Marwan meminta, Pemda NTB menyadari bahwa karena potensi keuntungan yang sangat besar dari tambang Batu Hijau, rekanan swastanya, Multicapital, telah melakukan berbagai upaya untuk bisa menguasai atau menjadi salah satu pemegang saham NNT.
“Motivasi untung besar inilah menjadi dasar mengapa Multicapital mengajak Pemda NTB menjadi mitranya. Sebaliknya Pemda NTB pun telah terpengaruh dan akhirnya telah pula berjuang keras, mengerahkan segala tenaga agar seluruh 31 persen saham NNT yang akan didivestasi dapat diperoleh Pemda NTB,” katanya
Masih menurut Marwan, langkah yang diambil Pemda NTB seperti berjuang mati-matian untuk Multicapital, atas nama otonomi daerah, kepentingan daerah dan rakyat daerah.
“ Para pejabat Pemda itu mengatakan bahwa daerah akan mendapatkan keuntungan besar jika saham itu diserahkan kepada Pemda, untuk nanti digarap bersama Multicapital. Padahal logika sederhana mengatakan bahwa yang akan dapat untung lebih besar adalah rekanan swastanya atau minimal keuntungan Pemda tidak lagi sebesar yang seharusnya,” tukasnya.
Marwan mengingatkan, sejak jaman Orba, memang kesempatan pemilikan saham selalu tidak diambil oleh pemerintah. Namun, alasan penolakan itu bukan atas pertimbangan objektif, tetapi karena adanya dugaan praktik KKN demi keuntungan kelompok atau perorangan tertentu. Hal ini misalnya terjadi pada kasus saham Freeport bagi Abdul Latif, Bob Hasan, dan Bakrie Group, atau kasus saham Rio Tinto /KPC bagi Bakrie Group. Jika saat itu pemerintah berpihak kepada kepentingan Negara, maka saham-saham tersebut sangat layak dan bisa dikuasai oleh BUMN.
“Pemerintah sekarang terlihat ingin mengakhiri praktik ini. tetapi diharapkan dengan memperhatikan fenomena yang terjadi. Jangan mengulangi kesalahan yang sama,” katanya.[dni]