Dua operator telekomunikasi awal pekan ini mengumumkan kinerjanya selama kuartal kedua 2009. Kedua operator itu adalah PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) dan PT Excelcomindo Pratama Tbk (XL).
Kinerja dari kedua operator tersebut selama kuartal kedua tahun ini bisa dikatakan sebagai cerminan dari kondisi industri telekomunikasi yang kembali merasakan pesta setelah keluarnya kebijakan penurunan biaya interkoneksi setahun lalu dan munculnya krisis ekonomi menjelang tutup tahun 2008.
Telkom pada kuartal kedua tercatat membukukan laba bersih sebesar 2,46 triliun rupiah atau naik 45,9 persen jika dibandingkan kuartal pertama sebesar 3,95 triliun rupiah. Namun, jika dipotret kinerja semester pertama secara tahun ke tahun (Year on Year), maka Telkom bisa dikatakan baru memulai pesta kecil-kecilan.
Hal itu terlihat dari pendapatan usaha pada semester pertama hanya sebesar 30.673 miliar rupiah atau hanya naik 1,5 persen jika dibandingkan periode sama tahun lalu sebesar 30.211 miliar rupiah.
Anak usaha Telkom, Telkomsel, hanya mampu membukukan pendapatan sebesar 1.349 miliar rupiah atau naik 11,1 persen dibandingkan periode sebelumnya. Padahal Minute of Usage (MOU) dari operator tersebut melonjak sebesar 112 persen dari 32,1 miliar menit menjadi 68,1 miliar menit akibat meningkatnya jumlah pelanggan sebesar 45 persen dari 52,443 mejadi 76,014 juta nomor. Namun, fenomena tersebut tidak mampu menahan laju turunnya Average Revenue Per Users (ARPU) sebesar 25 persen dari 63 ribu menjadi 47 ribu rupiah.
Kabar menggembirakan dari Telkom adalah konsistennya layanan data, internet, dan teknologi Informatika berkontribusi bagi perseroan karena pelanggannya mengalami kenaikan sebesar 107 persen dari 393 ribu menjadi 816 ribu pelanggan sehingga menghasilkan pendapatan sebesar 497 miliar rupiah.
Sementara XL mencatat pendapatan pada semester pertama 6.254 triliun rupiah atau meningkat 7 persen dibandingkan dengan periode yang sama sebelumnya. Sedangkan laba bersih XL naik 12 persen dari tahun sebelumnya menjadi 706 miliar rupiah.
Dari sisi jumlah pelanggan terjadi peningkatan sebesar 8 persen dibandingkan tahun sebelumnya menjadi 24,7 juta pelanggan, yang disertai dengan kenaikan 9 persen pada jumlah pelanggan prepaid revenue generating subscriber base (prepaid RGB), yaitu dari 19,9 juta pelanggan di semester pertama 2008 menjadi 21,8 juta di semester pertama 2009.
Keseimbangan Baru
Direktur Utama Telkom Rinaldi Firmansyah mengatakan, kinerja perseroan yang menunjukkan performa menggembirakan jika dilihat per kuartal menunjukkan manajemen secara operasional dan fundammental mampu meningkatkan kapasitas dan kualitas alat produksi, meskipun tarif pada semester pertama 2009 secara signifikan lebih rendah dibandingkan periode sama tahun lalu.
“Penurunan biaya interkoneksi memang menurunkan pendapatan perusahaan. Tetapi sekarang sudah mulai mendapatkan keseimbangan baru. Apalagi nilai tukar rupiah mulai menguat,” katanya di Jakarta, Senin (10/8)
Berdasarkan catatan, pada semester pertama 2009 pendapatan Telkom dari interkoneksi hanya 548 miliar atau turun 12,5 persen ketimbang periode sama tahun lalu.
Presiden Direktur XL Hasnul Suhaimi mengungkapkan, kinerja yang menggembirakan karena keberhasilan menyeimbangkan sistem pentarifan dan kapasitas jaringan yang dimiliki.
“Pada kuartal kedua seolah-olah tidak ada krisis ekonomi di masyarakat sehingga konsumsi berkomunikasi tetap eksponensial,” katanya.
Menurut Hasnul, kegiatan pesta demokrasi seperti pemilihan presiden dan anggota legislatif, serta libur anak sekolah berhasil meningkatkan trafik XL sehingga pendapatan mencapai dobel digit.
Sementara itu, Chief Marketing Officer Indosat Guntur S Siboro mengungkapkan, kinerja operator secara industri sebenarnya belum kembali seperti masa keemasan layaknya dua tahun lalu.
“Pesta demokrasi itu tidak ada apa-apanya meningkatkan pendapatan operator. Libur sekolah yang lumayan menolong,” katanya.
Guntur mengatakan, akibat krisis ekonomi menjelang tutup tahun lalu membuat sumber akuisisi pelanggan baru operator kian terbatas yakni hanya mengandalkan segmen early adopter.
“Sumber dari pembukaan area baru dan masyarakat kelas bawah terhantam krisis. Belanja modal menurun, akibatnya yang diandalkan strategi meningkatkan kapasitas. Masyarakat kelas bawah juga menahan diri untuk menggunakan uangnya,” jelasnya.
Secara terpisah, Anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Heru Sutadi menilai, operator yang mampu menunjukkan kinerja positif selama kuartal kedua tahun ini karena mampu menjalankan strategi bersaing di industri yang kompetitif.
“Jadi, tidak benar tudingan pada tahun lalu yang menuding regulator pemicu turunnya kinerja operator akibat regulatory cost atau biaya interkoneksi yang diturunkan. Seperti saya tegaskan dulu, operator harus mulai belajar berkompetisi secara sehat dan benar, tidak ada lagi proteksi untuk terus mendapatkan margin tinggi,” tegasnya.
Heru menegaskan, jika masih ada operator yang selalu menyalahkan penurunan biaya interkoneksi pada tahun lalu, tidaklah tepat karena berdasarkan perhitungan masih ada ruang untuk lebih menurunkan komponen tersebut. “Tetapi itu tidak dilakukan karena regulator ingin memberikan margin tersebut bagi operator untuk reinvestasi meningkatkan kualitas layanan,” katanya.
Heru menyarankan, dalam kompetisi yang kian ketat operator harus menjalankan usahanya secara efisien dan aktif menjemput bola. Beberapa strategi yang bisa dijalankan adalah kreatif membuka pasar baru, menciptakan ubiqitous services, dan mengembangkan jaringan broadband dan berbasis Internet Protocol (IP).
“Membuka wilayah baru itu seperti telur dan ayam. Pilihannya membuka pasar di area baru atau menunggu permintaan. Kebiasaan menunggu permintaan harus diganti. Bangunlah infrastruktur, maka permintaan akan tercipta,” katanya.
Praktisi telematika Ventura Elisawati melihat, jika diperhatikan secara statistik dan dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, sektor telekomunikasi cenderung mengalami penurunan.
“Namun untuk pertumbuhan hingga akhir tahun ini masih dobel digit,” tegasnya.
Ventura mengungkapkan, strategi yang dikembangkan operator dalam setahun belakangan ini lebih kepada menjaga pelanggan yang dimiliki dengan tujuan meningkatkan pendapatan dari setiap pelanggan. “Alat yang digunakan adalah jasa suara dan SMS. Baru belakangan ini saja mulai di data,” katanya.
Menurut Ventura, sekarang ada perubahan perilaku di masyarakat dalam membeli ponsel. Masyarakat lebih melihat kemampuan data dari ponsel karena ingin browsing di situs sosial atau chatting.
“Sayangnya operator terjebak perang harga dalam menawarkan jasa data. Harga dibanting murah sejak pertama dikenalkan, padahal belum hype. Ini berbeda dengan suara dan SMS yang sudah menemukan hype-nya, sehingga ketika dikoreksi masih ada margin dinikmati untuk investasi. Padahal investasi di data ini lumayan besar,” katanya.[dni]
Agustus 10, 2009
Kategori: Uncategorized . . Penulis: doniismanto . Comments: Tinggalkan komentar