Kala nama mantan pejabat tinggi dari GE Financial ini ditunjuk oleh pemegang saham mayoritas Indosat, Qatar Telecom (Qtel), sebagai pengganti Johnny Swandi Sjam untuk menduduki kursi Presiden Direktur PT Indosat Tbk (Indosat) mulai 11 Agustus lalu, banyak pihak yang terkejut.
Bagaimana tidak, sosok Harry di industri telekomunikasi tidaklah dikenal. Meskipun pria ini menyandang gelar insinyur dari Institut Teknologi Bandung (ITB), namun karirnya banyak dihabiskan di industri keuangan. Hal ini berbeda dengan sosok Johnny yang telah malang melintang selama 25 tahun di industri telekomunikasi dan mengabdikan seluruh karirnya di Indosat grup.
Sontak bermunculan teori konspirasi bahwa Harry adalah orang lokal titipan dari pemilik saham lama yakni Singapore Technologies Telemedia (STT). Hal ini merujuk pada rekam jejak dari karir pria yang memiliki dua buah hati itu, yakni selama tujuh tahun mengabdi di Lippo Grup.Lippo grup adalah rekanan dari Temasek di bisnis properti.
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Singapura itu adalah induk usaha dari STT. STT sendiri masih memiliki afiliasi dengan Qtel yang terlihat dari kerjasama kedua perusahaan membesarkan Starhub di Singapura.
Harry tercatat bergabung dengan Lippo Grup pada tahun 1998 sebagai Marketing Director di PT Matahari Putra Prima. Hanya tiga minggu menduduki jabatan tersebut, setelah itu pria ini menjabat salah satu dewan direksi di Lippo Bank karena perusahaan tersebut diikutkan dalam program rekapitulasi perbankan.
“Saya adalah orang Indonesia, dan di hati saya masih melekat kepentingan dari negeri ini,” tegas Harry di Jakarta, kala memperkenalkan dirinya pertama kali ke wartawan yang meliput industri telekomunikasi sehari setelah menggantikan Johnny.
Harry sepertinya sadar selama ini ada isu yang tak sedap berkembang di luar. Dan kalimat itu dilontarkan pertama kali untuk menegaskan dirinya bukanlah boneka atau titipan dari para pemegang saham lama atau baru.
Harry mengatakan, Qtel sebagai investor asing harus dilihat sebagai mitra strategis untuk membangun industri telekomunikasi di Indonesia. “Banyak ilmu dan keuntungan yang bisa diserap dari grup besar seperti ini. Investor domestik tidak mungkin mau menghabiskan dana sebesar 23 hingga 24 triliun rupiah untuk membeli Indosat. Nah, sekarang yang harus dikerjakan adalah bagaimana kekuatan modal itu dimanfaatkan untuk membangun negeri,” katanya.
Menurut Harry, Qtel terkesan tidak agresif walau sudah setahun mengakuisisi Indosat karena lebih ingin melihat situasi pasar di Indonesia. “Kemarin masih ribut-ribut, tentu pemegang saham ingin melihat dulu perkembangan dan menyelesaikan transaksi dengan pemilik lama. Tetapi, ke depan saya yakin manajemen Indosat akan diberikan kepercayaan untuk lebih agresif karena di mata Qtel perusahaan ini memiliki nilai strategis,” tegasnya.
Harry boleh menyemburkan optimisme tentang dukungan dari Qtel, sayangnya ketika ditanya akankah dirinya mampu menyakinkan para Sheikh menyuntikkan dana segar dalam memenuhi belanja modal atau membelanjakan biaya operasi bagi manufaktur lokal, pria berkaca mata itu tidak bisa memberikan jaminan.
“Soal itu wewenang pemegang saham. Sebenarnya masalah pencarian pendanaan itu dilihat mana yang menguntungkan. Jika meminjam kepada pemegang saham ternyata bunganya lebih tinggi, kan tidak menguntungkan. Rencana yang pasti, kuartal keempat ini akan diterbitkan obligasi untuk belanja modal dan refinancing hutang tahun depan,” katanya.
Berdasarkan catatan, Indosat sejak dimiliki oleh STT memang sering menerbitkan obligasi atau berhutang kepada sindikasi perbankan. Bahkan, ketika Qtel telah membeli kepemilikan STT sebesar 23 hingga 24 triliun rupiah, kebijakan menerbitkan obligasi masih terus dilanjutkan.
Pada 31 Desember 2008 total hutang perusahaan adalah sebesar 21,76 triliun rupiah dengan komposisi 51 persen dalam rupiah dan sisanya dollar AS. Sedangkan pada tahun depan obligasi senilai 234,7 juta dollar AS akan jatuh tempo.
Memberikan Nilai Tambah
Selanjutnya suami dari Rini Maramis ini mengungkapkan, dipilihnya dirinya oleh para pemegang saham untuk menduduki posisi ISAT-1 karena memiliki nilai tambah dari sisi manajemen keuangan.
“Indosat adalah perusahaan besar. Masalahnya sekarang tidak eranya lagi memiliki kelebihan secara kuantitas, misalnya pelanggan besar, tetapi ternyata tidak seimbang dengan biaya operasional. Nah, ini yang akan diperbaiki agar rasio keuntungan menunjukkan tren positif,” katanya.
Menurut dia, industri telekomunikasi sekarang telah berubah menjadi consumer business sehingga yang memegang peranan adalah pengembangan pemasaran produk.
“Masalah teknologi tak bisa dielakkkan, itu berjalan dinamis dan Indosat selalu mengikuti kemajuannya. Nah, bagaimana cara menjual dan mengembangkannya, itu yang memegang peranan penting di pasar,” katanya.
Untuk itu, Harry telah menyiapkan tiga strategi yang akan dijalankan oleh dirinya dalam mewujudkan keinginannya memberikan nilai tambah bagi Indosat. Pertama adalah memfokuskan produk untuk melayani konsumen.
“Indosat harus mampu melihat kebutuhan dan minat konsumen, agar bisa melayani dengan layanan terbaik melalui harga yang terjangkau. Harga yang terjangkau bisa dilakukan jika teknologi dimanfaatkan dengan tepat,” jelasnya.
Strategi kedua adalah mensinergikan semua unit dan anak usaha agar optimal mencapai tujuan organisasi. “Indosat memiliki semua lisensi mulai dari seluler, telepon tetap, hingga penyedia aplikasi. Anak usaha sepertiLintasarta sudah sukses di industri perbankan, ini harus disinergikan dengan induknya,” katanya.
Strategi terakhir adalah melakukan keselarasan atau harmonisasi dengan para pemangku kepentingan mulai dari pemegang saham (QTel, pemerintah, dan publik), media massa, pihak regulator, dan tak terkecuali dengan para karyawan Indosat sendiri.
“Strategi inilah yang saya yakini mampu membawa Indosat lebih besar. Karena itu saya bilang, meskipun datang dari industri keuangan, karena menduduki posisi puncak, itu tidak masalah,” jelasnya.
Dijelaskannya, seorang pemimpin yang duduk di kursi puncak sebenarnya lebih bertugas mengoordinasikan semua aspek manajemen dari perusahaan. “Saya kan punya tim dan semuanya memiliki pengalaman di industri ini. tugas saya membuat setiap elemen itu berfungsi agar tujuan perusahaan tercapai. Jadi, tidak perlu didikotomi asal industrinya,” katanya.
Harry boleh optimistis, tetapi fakta di lapangan berbicara lain. Pria asal Bandung ini masa jabatannya hanyalah meneruskan era dari Johnny hingga tahun depan. Setelah itu, para sheikh akan kembali melakukan RUPSLB guna memilih ISAT-1 untuk lima tahun berikutnya.
Sedangkan di Indosat sendiri, sejak perusahaan ini dijual oleh pemerintah ke investor asing, terjadi tren yang tidak mengenakkan yaitu sosok yang menduduki posisi ISAT-1 tidak pernah menyelesaikan masa bakti hingga selesai. Umumnya berhenti di separuh perjalanan. Akankah Harry mampu membelokkan tren tersebut dengan strateginya dalam jangka waktu yang singkat? Kita tunggu saja.[dni]
Agustus 14, 2009
Kategori: Uncategorized . . Penulis: doniismanto . Comments: Tinggalkan komentar