211210 XL Optimistis Lampaui Target

JAKARTA—PT XL Axiata Tbk (XL) optimistis akan melampaui target jumlah pelanggan dan pertumbuhan pendapatan pada tahun ini mengingat kinerja di kuartal keempat lumayan kinclong.

“Target pelanggan walau direvisi dua kali dari awalnya 35 juta menjadi 38 atau 39 juta pelanggan dan pada Oktober direvisi menjadi 40 juta pelanggan, itu sudah terlampaui karena di November lalu jumlah pelanggan sudah 40 juta nomor. Artinya sampai akhir tahun jumlahnya bisa melebihi,” ungkap Presiden Direktur XL Hasnul Suhaimi  di Jakarta, (20/12).

Sementara dari sisi pertumbuhan pendapatan, lanjutnya, target awal adalah mengalami pertumbuhan sebesar 18-19 persen. Namun, melihat jumlah pelanggan mengalami pertumbuhan yang signifikan, dipastikan pertumbuhan mencapai 20 persen. “Pertumbuhan di atas 20 persen. Angka pastinya belum bisa dikeluarkan. Tunggu akhir tahun nanti,” jelasnya.

Berdasarkan catatan, hingga kuartal tiga lalu XL memberikan kinerja  lumayan kinclong untuk top line dan bottom line  dengan  mendapatkan  pendapatan usaha sebesar  13 triliun rupiah atau naik 32 persen dibandingkan periode sama tahun lalu. Sedangkan laba bersih naik 73 persen dibandingkan periode sama tahun lalu menjadi  2,1 triliun rupiah. Jasa seluler XL pada periode itu  memiliki 38,5 juta pelanggan.

Belanja Modal
Selanjutnya diungkapkan, untuk tahun depan XL menyiapkan belanja modal sebesar 500 juta dollar AS yang akan digunakan untuk membangun 1.500- 2 ribu BTS, peningkatan kapasitas jaringan, dan membangun serat optik. “Besaran belanja modal itu moderat. Bisa saja di pertengahan jalan direvisi jika dibutuhkan dana lebih besar. Kami menggunakan dana internal untuk pemenuhan belanja modal,” katanya.

Diungkapkannya, pada tahun depan perseroan akan tetap mempertahankan arus kas yang positif dengan menjalankan strategi seperti tahun ini dimana hutang sebesar 10,9 triliun rupiah setiap kuartalnya diangsur sebesar 500 miliar rupiah. “Tahun depan strategi mengangsur ini akan dijalankan juga,” katanya.

Berkaitan dengan target yang dicanagkan pada tahun depan, Hasnul mengungkapkan, akan berusaha mendapatkan pertumbuhan pelanggan dan pendapatan di atas rata-rata industri. “Diperkirakan pada tahun depan itu pertumbuhan hanya 9 persen karena jumlah SIM Card terjual sudah 220 juta nomor. XL akan berusaha tumbuh di atas industri seperti tahun ini,” katanya.

Diperkirakannya, pada tahun depan jasa dasar seperti suara dan SMS akan berkontirbusi sebesar 90 persen bagi total omset,  sedangkan 10 persen datang dari data. “Pada tahun ini jasa dasar berkontirbusi sebesar 92 persen, sedangkan data 8 persen. Data ini akan terus mengalami kenaikan seiring datangnya teknologi baru seperti Long Term Evolution (LTE) yang sedang dilakukan uji coba,” jelasnya.

Diungkapkannya, tantangan bagi operator untuk berjualan data saat ini karena margin yang diberikan masih sangat tipis. “Perilaku pengguna data berbeda dengan jasa dasar. Di jasa dasar ditawarkan gimmick pemasaran berupa bonus, tidak semua dipakai. Di data, bonus diberikan, sepertinya kurang terus. Akhirnya setiap kilobyte itu operator rugi jika akses dilakukan melalui laptop atau dongle,” keluhnya.

Pengamat telematika Budi Rahardjo menyarankan, jika operator ingin mendapatkan pendapatan dari jasa data maka mulai agresif membangun di area luar Jabotabek. “Masyarakat daerah itu membutuhkan akses data. Operator tidak perlu bertempur di Jabodetabek. Pasar di luar area itu juga menjanjikan,” katanya.[dni]

211210 Operator Diminta Tetap Semangat Kembangkan LTE

JAKARTA—Opertaor telekomunikasi diminta untuk tetap semangat mengembangkan teknologi Long Term Evolution (LTE) walau di Indonesia masih ada kendala penempatan frekuensi.

“Tidak ada masalah operator semangat mengembangkan LTE dengan melakukan serangkaian uji coba walau masalah penempatan frekuensi belum selesai di Indonesia. Ini semua bisa diselesaikan secara paralel nantinya. Toh, LTE sendiri belum matang secara inovasi,” ungkap Direktur Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit Ditjen Postel Tulus Rahardjo di Jakarta, Senin (20/12).

Diungkapkannya, pemerintah sekarang sedang menata penggunaan frekuensi oleh operator yang tidak sesuai dengan peruntukkannya. Salah satu yang dibidik adalah spektrum 2,5 GHz dimana lebih ideal untuk teresterial ketimbang penyiaran. “Kami sudah meminta pemilik pita 150 MHz di spekturm itu untuk memberikan rencana bisnis ke depan yang disesuaikan dengan perkembangan teknologi. Ini akan bisa mengurangi penguasaan frekuensi yang dimilikinya,” katanya.

Sekjen Indonesia Wireless Broadband (Idwibb) Y. Sumaryo mengungkapkan, akibat spektrum frekuensi 2520-2670 MHz selebar 150 Mhz masih dikuasai oleh penyiaran digital satelit dalam jangka panjang yang berpotensi negara kehilangan pendapatan sebesar 2,4 triliun rupiah per tahun.

Padahal, pemerintah mengetahui spektrum frekuensi itu oleh International Telecommunication Union (ITU-Radio) sudah dialokasikan untuk terersterial. Jika dikalulasi, pemakaian spektrum selebar 150 MHz dengan Biaya Hak Pemakaian (BHP) frekuensi sebesar 2 juta rupiah per MHz, negara hanya mendapatkan 300 juta rupiah per tahun.

Jika pita spektrum yang sama digunakan untuk layanan seluler negara memperoleh BHP frekuensi 2.4 Triliun rupiah per tahun. Angka ini didapat menggunakan basis harga lelang kala frekuensi 3G empat tahun lalu yakni sebesar 160 miliar rupiah sebesar 5 Mhz.

Executive Chairman Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) Sumitro Roestam mengungkapkan, Indonesia diperkirakan kehilangan potensi sebanyak 40 triliun rupiah karena terlalu lambat menggelar akses broadband, khususnya yang berbasis kabel serat optik ke rumah-rumah dan perkantoran bisnis.

Direktur Jaringan XL Dian Siswarini mengungkapkan, LTE merupakan solusi bagi operator berbasis 3G untuk meningkatkan akses data karena bisa berjalan di banyak frekuensi dan mampu memberikan kecepatan yang lebih tinggi. “Kami hanya berharap pemerintah mengeluarkan regulasi sesuai dengan kondisi riil di lapangan. Misalnya, untuk masalah tingkat kandungan lokal, tentunya harus melihat juga kemampuan industri manufaktur dalam negeri,” katanya.[dni]

211210 Langkah Plasa.com Makin Berat

JAKARTA—Langkah portal Plasa.com untuk berkembang di bisnis internet diyakini makin berat seiring ditinggalkan oleh punggawa utamanya Shinta Danuwardoyo sebagai CEO per 1 Desember 2010.

“Perusahaan itu baru dibangun oleh Telkom. Jika CEO-nya sudah mengundurkan diri dimana portal baru seumur jagung berarti ada ‘sesuatu’ terjadi di dalamnya,” kata pengamat telematika Mochammad James Falahuddin kepada Koran Jakarta, Senin (20/12).

Disarankannya, pemimpin baru yang akan terpilih di portal yang dibuat oleh Telkom sebagai salah satu pemain e-commerce di Indonesia itu untuk lebih memperhatikan prinsip-prinsip dasar internet marketing, seperti upaya meningkatkan trafik agar kinerjanya dapat terlihat di permukaan.

“Adanya dukungan nama besar Telkom seharusnya portal ini masuk dalam rangking 10 besar situs yang paling sering diakses di Indonesia. Bukan seperti sekarang berada di peringkat 300-an. Hasil reformasi portal yang dilakukan awal tahun ini tidak menunjukkan meningkatnya trafik, malah justru menurun dengan konsisten,” sesalnya.

Sementara Direktur IT & Supply Telkom Indra Utoyo membantah terjadi “sesuatu” terhadap Shinta Danuwardoyo sehingga terpaksa mengundurkan diri. “Tidak ada itu ‘sesuatu’ terjadi. Jangan semuanya ditarik ke hal politis,” tegasnya.

Dijelaskannya, sosok Shinta telah membangun pondasi bisnis berbasis e-commerce yang kuat bagi Plasa.com . Hal itu dibuktikan dengan berhasil menggaet 400 ribu pengguna per November 2010, serta tercipta kerjasama bisnis dengan raksasa bisnis e-commerce eBay untuk penetrasi penjualan ke luar negeri dan Microsoft untuk layanan e-mail.

Selain itu, Mojopia juga sukses menapak ke bisnis konten dengan menyediakan layanan konten Barclay Premiere League (Liga Inggris) kepada Telkom Group dan Telkomsel.

Shinta Danuwardoyo sendiri sebelum berkiprah di Plasa.com adalah salah satu pebisnis di sektor digital dan terkenal dsebagai salah satu inisiator bubu award. CEO Plasa.com selanjutnya akan dipegang oleh Ariadi Anaya yang saat ini menjabat sebagai Executive Vice President Business Portfolio Management PT Multimedia Nusantara, sebuah anak perusahaan Telkom yang juga pemegang saham Plasa.com.

Chief Innovation Officer Plasa.com Andi S. Boediman menegaskan, perseroan akan terus berkiprah seperti mencapai target pengguna 2 juta pelanggan di tahun mendatang melalui integrasi layanan e-commerce, email dan konten.[dni]

211210 GSTAR Q85 Ditargetkan Terjual 50 Ribu Unit

JAKARTA—GSTAR menargetkan ponsel terbarunya seri Q 85, mampu terjual sebanyak 50 ribu unit karena memiliki keunggulan bisa mengopeasikan dua kartu GSM dan Double Casing berbeda dalam paket pembeliannya.

“Penawaran yang diberikan lumayan unik karena pembeli seperti memiliki dua ponsel dengan tampilan yang berbeda ketika mengganti casingnya, “ ujar Direktur GSTAR, Deni Widjaja di Jakarta, Senin (20/12).

Diharapkannya, hadirnya Double Casing membuat pengguna dapat lebih percaya diri karena casing yang dihadirkan berbeda sehingga bisa disesuaikan dengan kebutuhan pengguna. Casing yang dihadirkan ada dua bentuk tombol navigasi D-pad dan pilihan warna, casing pertama menampilkan tombol navigasi D-Pad kotak dan casing keduanya menghadirkan tombol navigasi D-Pad berbentuk lingkaran.

Berkaitan dengan fitur yang dimiliki ponsel ini cukup lengkap. Di tampilan awal ponsel tersedia icon facebook, ebuddy, twitter dan Yahoo. Tidak hanya itu, GSTAR Q85 juga mendukung platform Java dan koneksi Bluetooth. Buat internetan, ponsel Dual On GSM ini mengandalkan jalur GPRS dengan browser WAP standar.

Fitur musik juga menjadi andalan ponsel yang dibandrol hanya 555 ribu rupiah ini ini. Terlihat dari fasilitas big speaker dibagian belakang yang mampu memutarkan file MP3 dengan suara yang nyaring dan keras.

Secara terpisah, Vice President Channel management Telkomsel Gideon Eddie Purnomo mengharapkan, ponsel pintar iPhone 4 dapat terjual delapan ribu unit dalam sebulan pertama.

“Seharusnya Indonesia masuk jajaran pertama negara Asia yang meluncurkan ponsel ini setelah Jepang dan Singapura. Tapi penjadwalan ini sudah diatur oleh Apple, dan dapatnya di akhir tahun,” ujarnya.

Menurutnya produk ini cukup diminati dibuktikan dengan banyaknya antrean pembeli kala dilakukan pameran akhir pekan lalu. “Baru beberapa jam dibuka, angka penjualan sudah melampaui 500 unit. Adapun pemesanan sebelum pembelian mencapai 349 unit,” katanya.[dni]

211210 Tradisi yang Mulai Hilang

Kala Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kemnkominfo) dipimpin oleh Sofian Djalil atau Mohammad Nuh, melakukan konsultasi publik dalam rangka mengeluarkan satu keputusan atau regulasi penting merupakan tradisi yang dijalankan.

Konsultasi publik biasanya melibatkan pemangku kepentingan di industri agar aspirasi semua pihak terserap. Aksi ini diibaratkan sebagai induk untuk satu kebijakan dimana regulasi atau keputusan yang dikeluarkan bisa diterima oleh industri tanpa menimbulkan gejolak.

Sayangnya, tradisi ini mulai pudar di era Menkominfo Tifatul Sembiring. Tifatul yang berasal dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan merupakan buah dari reformasi sepertinya lebih senang menggunakan pola operasi diam-diam atau test the water dalam mengeluarkan kebijakan.

Mari simak aksi Tifatul kala mengeluarkan wacana akan keluarnya Peraturan Menteri tentang konten multimedia. Kala itu para pelaku di dunia maya seperti kebakaran jenggot karena merasa kurangnya sosialisasi. Setelah Presiden berkomentar, akhirnya regulasi itu diendapkan dan muncullah aturan tentang pemblokiran konten porno yang lebih lembut.

Contoh operasi diam-diam dari Pria yang diberikan gelar Datuak oleh masyarakat minang ini adalah keluarnya Peraturan Menteri (PM) No. 01/2010 tentang Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi pada 25 Januari lalu.

Para punggawa di industri telekomunikasi merasa tidak pernah diminta pendapatnya oleh regulator berkaitan dengan direvisinya KM. 20/2001 berikut seluruh perubahannya. Sementara alasan dari Kemkominfo adalah aturan itu tidak sama sekali baru karena merupakan KM 20/2001 yang diubah beberapa kali.

Dampak dari operasi diam-diam ini mulai terasa kala PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL) mengajukan lisensi seluler pada Mei lalu dan diproses oleh KemKominfo serta Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI).

Pemicunya adalah Pasal 4 di aturan itu yang masih menggunakan acuan regulasi lama karena digunakan untuk pemberian lisensi bagi Mobile-8 beberapa tahun lalu. Jika mengacu pada PM No 1/2010 pasal 4 yang mengatakan evaluasi diberikan jika pemain sudah memiliki kode akses jaringan dan frekuensi. Sementara BTEL sendiri belum memiliki kode akses jaringan tetapi kode akses wilayah sesuai Fundamental Technical Plan (FTP).

Proses pemberian lisensi seluler bagi BTEL pun menimbulkan kecemburuan jika mengacu pada prinsip first come, first serve yang menjadi alasan dari regualtor. Pasalnya, dua operator (XL dan Axis) sudah mengajukan lisensi untuk Sambungan Langsung Internasional (SLI) sejak lama tanpa ada kejelasan ditolak atau diterima.

Terakhir, tentunya restu yang dikeluarkan oleh Kemkominfo untuk pindahnya satelit Indostar II dari slot orbit 107.7 derajat BT ke 108.2 derajat BT. Regulator berpegang teguh telah menjalankan amanat dari PP 53 pasal 32 dan 34 tentang penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit.

Padahal kenyataannya, sesuai Pasal 33 ayat (2) di aturan itu menyebutkan pendaftaran penggunaan satelit harus mengikuti tahapan publikasi, koordinasi dan notifikasi. Sementara
publikasi pemerintah terkait perpindahan itu selama ini belum ada. Bahkan ketika dikonfirmasi sejak Maret 2010, Postel terkesan mengulur-ulur waktu untuk memberikan kepastian kepemilikan satelit atau rencana pemindahan.

Berikutnya di Pasal 34 ayat (3) yang menyatakan penetapan penggunaan lokasi satelit pada orbit tidak dapat dialihkan. Ini tentu bertentangan dengan kenyataan dimana satelit dari slot 107.7 derajat BT dialihakan ke 108.15 derajat BT. Apalagi di pasal 34 ayat (2) mengatakan masa berlaku penggunaan lokasi satelit pada orbit sesuai denga umur satelit. Kalau begitu kenapa Indostar II yang belum habis usianya sedah dipindah?

Sekjen Indonesia Wireless Broadband (Idwibb) Y. Sumaryo mengingatkan, mulai hilangnya tradisi konsultasi publik tidak hanya berpotensi menimbulkan kerugian bagi pelaku usaha, tetapi juga negara. “Transparansi itu adalah semangat reformasi. Jangan pernah dilupakan,” ketusnya.[dni]

211210 Pemindahan Satelit Protostar II: Akomodasi Asing Ala Penguasa

Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) akhirnya merestui rencana pemindahan satelit Protostar II yang dimiliki oleh PT Media Citra Indostar (MCI) bersama SES World Skies (SES) dari filling milik Indonesia yaitu 107.7 derajat BT ke 108.2 derajat BT.

Filing satelit merupakan data teknis perencanaan satelit suatu negara yang nantinya diwujudkan pada fisik satelit yang didaftarkan ke International Telecommunication Union (ITU) agar tidak terjadi interferensi.

“Pemindahan dilakukan oleh MCI untukmemberi jarak dengan satelit Indostar I yang juga berada di 107.7 derajat BT agar tidak terjadi interferensi. Indonesia juga akan memproses filling di 108.2 derajat BT. Kami akan memproses filling-filling itu ke International Telecommunication Union (ITU),” ungkap Direktur Kelembagaan Internasional Ditjen Postel Ikhsan Baidirus kepada Koran Jakarta, belum lama ini.

Ditegaskannya, walaupun terjadi pemindahan satelit milik MCI, Indonesia tidak akan kehilangan hak di 107.7 derajat BT walaupun diduduki oleh satelit tua (Indostar I). “Masih ada waktu dua tahun bagi Indonesia menyiapkan satelit pengganti. Jika pun satelit sudah tidak ada, masih dua tahun lagi,” tegasnya.

Untuk diketahui, satelit Protostar II atau di Indonesia dikenal dengan nama Indostar II diluncurkan pada 16 Mei 2009 dan baru beroperasi pada 17 Juni 2009 menyusul in-orbit testing. Satelit Protostar II menyediakan pelayanan kepada MCI dan PT MNC Skyvision, operator layanan televisi satelit Direct To Home (DTH) terbesar di Indonesia dengan merek dagang Indovision.

Satelit tersebut menempati slot orbit milik Indonesia sesuai registrasi di ITU yaitu 107,7 derajat BT dengan membawa 32 transponder. Dari 32 tranponder yang.dimiliki, 10 transponder aktif dan 3 transponder cadangan akan difungsikan sebagai penguat gelombang frekuensi S-Band untuk menyediakan jasa layanan penyiaran langsung ke rumah-rumah atau (Direct-To-Home/DTH).

Indostar-II juga menggunakan frekeunsi KU-Band yang didesain untuk layanan DTH dan telekomunikasi di India. Sedangkan transponder KU-Band lainnya digunakan untuk akses internet berkecepatan tinggi dan layanan telekomunikasi di Filipina , Taiwan maupun Indonesia.

Pada tahun lalu kepemilikan Protostar II berubah seiring bangkrutnya mitra MCI yakni Protostar Ltd. SES World Skies (SES) membeli satelit tersebut seharga 185 juta dollar AS, sehingga kepemilikan satelit sekarang diklaim oleh MCI adalah milik bersama dengan perusahaan Perancis itu.

Berubahnya kepemilikan inilah yang memicu adanya pergeseran penempatan satelit. Pasalnya, SES memiliki slot orbit di 108.2 yang bisa dimanfaatkan untuk memaksimalkan layanan KU-Band. Jika Indostar II berada di filling milik Indonesia, maka interferensi akan terjadi kala KU-Band dijual.

Direstuinya pemindahan satelit ini memunculkan dua isu utama yang harus diklarifikasi oleh pemerintah. Pertama, soal kepemilikan satelit. Jika benar MCI berinvestasi sepertiga dari total nilai satelit sebesar 300 juta dollar AS, kenapa daya tawarnya lemah? Kedua, masalah landing right (hal labuh) jika nantinya KU-Band dijual untuk Indonesia mengingat satelit berada bukan di slot orbit merah putih.

Sesuai SOP
Anggota Komite Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Nonot Harsono menegaskan regulator menangani permintaan Indostar II sudah sesuai PP 53 pasal 32 dan 34 tentang penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit. “MCI pemilik minoritas di Indostar II. MCI harus ikuti keinginan SES yaitu pindah slot dari 107.7 derajat BT ke 108.2 derajat BT. Karena itu MCI minta slot baru, yaitu 108.2 derajat BT untuk S-band,” tegasnya.

Diingatkannya, bisnis satelit memerlukan investasi tinggi karena itu terdapat model bisnis model patungan atau condo satelit. “Soal slot 107.7 derajat BT itu masih ada satelit lama yang bertahan hingga 2014. Bila ada operator lain yang ingin memanfaatkan, seperti Telkom dan Indosat, dipersilahkan karena sudah senior untuk band tertentu. Bila tidak ada yang berminat, pada 2016 slot tersebut kembali ke ITU,” katanya.

Dijelaskannya, untuk landing right hanya diperlukan bila SES mau berjualan Ku-band di Indonesia. Sedangkan MCI yang memiliki transponder S-band tidak perlu landing right karena dianggap sebagai satelit milik Indonesia.

Akomodasi Asing
Sekjen Indonesia Wireless Broadband (Idwibb) Y.Sumaryo mengakui heran dengan aksi dari pemerintah yang meminta filling baru demi mengamankan kepentingan SES. “MCI sudah di di-filling di 107.7 derajat BT. Jika mengacu pada aturan, harusnya yang diurus itu filling baru. Bukan malah Indonesia sibuk mengurus filling untuk akomodasi kepentingan asing,” sesalnya.

Pengamat satelit Kanaka Hidayat menilai rencana pemerintah untuk mendaftakan filling 108.2 derajat BT untuk menyelamatkan nasib MCI dan melegalkan yang de facto. “Jika alasannya interferensi harusnya digeser dari dulu. Perlu juga dipastikan, Indostar I masih dalam normal orbit atau sdh de-orbit,” ketusnya.

Ketua Umum Asosiasi Satelit Seluruh Indonesia (ASSI) Tonda Priyanto mengungkapkan, letak slot orbit 107.7 derjat BT dengan 108.2 derajat BT berdekatan sehingga dari sisi pelanggan dampaknya terhadap kualitas sangat kecil, sehingga secara teknis bisa dianggap satu slot.

“Hal yang kita sesalkan adalah pemerintah tidak menyelesaikan pekerjaan rumahnya yakni mengesahkan regulasi, padahal pembahasannya sudah lama. Dalam regulasi itu banyak hal dari model bisnis baru yang diakomodasi. Jika mengurus satu perusahaan dulu, sementara regulasi sebagai payung besar belum dibereskan, bisa menimbulkan masalah dikemudian hari,” sesalnya.

Group Head Satellite and Submarine Cable Indosat Prastowo M Wibowo mengaku khawatir SES sebagai pemain besar akan melakukan aksi banting harga sewa untuk meraih pangsa pasar. “SES itu pemain besar di bisnis satelit. Bisa saja untuk penetrasi pasar melakukan banting harga,” katanya.

Head Of Corporate Communication Telkom Eddy Kurnia tidak khawatir dengan aksi pemindahan karena daya jangkau Ku Band Protostar II tidak mencakup seluruh Indonesia. “Kita masih bisa bersaing karena satelit Telkom III yang akan diluncurkan untuk seluruh Indonesia,” katanya.

Telkom hanya khawatir jika SES menerapkan pola subsidi silang dengan satelit lain yang menjadi milik perusahaan itu sehingga dumping harga terjadi. “Kalau itu terjadi, Merah Putih bisa meringis di negerinya sendiri. Inilah yang kami sesalkan karena pemerintah mengambil keputusan tanpa ada semangat melindungi pemain lokal,” sesalnya.[dni]