161210 Australia Bantu Program Keselamatan Senilai Aus$ 14,5 juta

JAKARTA— Australia memberikan bantuan untuk mendukung program keselamatan transportasi Indonesia (Indonesia Transport Safety Assistance Package/ITSAP) melalui  Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dengan menyuntikkan dana  senilai 14,5 juta dollar Australia  atau setara    130,4 miliar rupiah  untuk jangka waktu empat tahun ke depan (2010-2014).

Menteri Perhubungan Freddy Numberi mengatakan paket bantuan ini diharapkan dapat membantu pembenahan sisi manajemen keselamatan transportasi nasional. “Melalui program ini,  pemerintah Australia akan membantu Indonesia dalam mengatur dan mempromosikan keselamatan transportasi yang disesuaikan dengan standar internasional yang berlaku dan praktik manajemen keamanan modern dan konsisten,” katanya di Jakarta, Rabu (15/12).

Diungkapkannya, dukungan  berupa bantuan teknis pengembangan kapasitas, memberikan saran mengenai peningkatan tata kelola pemerintah, serta praktik dan prosedur manajemen keselamatan transportasi.

Seperti diketahui, pemerintah Australia pernah menggelontorkan bantuan sebesar AUS$ 24,5 juta pada masa periode waktu  1 Juli 2007-30 Juni 2010. Sedangkan bantuan tahapan yang kedua telah diberlakukan sejak 1 Juli 2010 hingga 30 Juni 2014.

Dalam kerjasama ITSAP  tahap pertama, paket bantuan keselamatan difokuskan pada peningkatan keselamatan transportasi di Indonesia dengan fokus transportasi darat, laut, udara, dan investigasi kecelakaan dan insiden di bidang transportasi serta SAR. Sebelum melanjutkan program kerjasama itu,
Pemerintah Australia telah melakukan review atas kerjasama ITSAP tahap pertama pada 24-28 Mei 2010 dengan kesimpulan memuaskan.

Diungkapkannya, empat komponen utama yang ingin dibenahi adalah keselamatan transportasi dan manejemen kebijakan, keselamatan penerbangan, keselamatan transportasi maritim dan permukaan, serta manajemen SDM (Sumber Daya Manusia).

Menteri Infrastruktur Transportasi Pembangunan Wilayah dan Pemerintahan Daerah Australia Anthony Albanese mengatakan, pihaknya merasa perlu menjalin kerjasama dengan Indonesia karena jumlah penduduk Australia yang bepergian ke Indonesia cukup banyak. Sedikitnya 1,3 juta orang per tahun melakukan perjalanan dari Australia ke Indonesia dan sebaliknya.

“Indonesia adalah negara yang sangat dekat, arus perjalanan kedua negara juga cukup tinggi. Karena itu, kami perlu melakukan investasi sebagai upaya untuk menciptakan jaminan bagi transportasi kedua negara bahwa keselamatan adalah prioritas utama,” ujar Anthony.

Dikatakannya,  sejumlah langkah konkret yang dilakukan pihaknya untuk merealisasikan hal itu adalah memberikan training bagi 700 profesional dan pejabat pemerintah Indonesia di bidang investigasi, sistem maritim, dan navigasi udara, juga mengizinkan tiga investigator Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) untuk menempuh pendidikan diploma di KNKT Australia.

“Paket ini sebagai komitmen untuk mempererat hubungan dengan pemerintah Indonesia. Sehingga keamanan transportasi di kedua negara menjadi prioritas. Kita juga akan mengambil sikap pembelajaran atas insiden transportasi yang pernah terjadi di masa lalu,” tuturnya.[dni]

161210 IM2 Targetkan 10 ribu Aplikasi di i-Store

JAKARTA—Indosat Mega Media (IM2) menargetkan 10 ribu aplikasi berbasis sistem operasi Android dari seribu pengembang  akan tersedia di toko online i-store milik anak usaha Indosat itu pada akhir 2011.

i-Store adalah layanan penyedia aplikasi dan game untuk pengguna perangkat bergerak berbasis Android hasil kerjasama IM2 dan Indosat.

“Saat ini aplikasi yang tersedia di toko online itu sekitar  72, sementara untuk games mencapai 177. Toko ini telah dikenalkan ke pasar sejak Maret lalu dan mulai komersial resmi bulan ini,” ungkap VAS & Content Development & Partnership Manager IM2 Andri Fisaterdi di Jakarta, Rabu  (15/12).

Dijelaskannya, sesuai dengan konsep dari sistem operasi android yang open source, maka pengembang aplikasi yang memenuhi syarat bisa mendaftarkan aplikasinya di-store. “Kami akan mengirimkan hasil penjualan aplikasinya per bulan dengan transfer bank. Biasanya harga aplikasi itu sekitar 5 hingga 10 ribu rupiah,” jelasnya.

Sementara untuk pembeli aplikasi bisa melakukan pembelian secara online dengan metode pembelian potong pulsa jika pengguna kartu Indosat atau mendaftarkan diri di system i-pay bagi pengguna kartu IM2. “Kedepan akan dikembangkan dengan metode pembayaran ala Pay Pall,” katanya.

Direktur Planning & Development IM2 Mohammad Amin menambahkan, untuk merangsang pengembang menciptakan aplikasi lokal, perseroan mengadakan program IM2 Android Application Contest. “Ajang  ini  untuk menjaring potensi dari berbagai pelaku di Indonesia dengan mengundang mereka mengembangkan aplikasi berbasis Android. Aplikasi yang dikembangkan kemudian dipromosikan melalui i-Store,” katanya.

Dijelaskannya, langkah IM2 untuk masuk ke pasar android karena menyakini tren ke depan setiap pengguna ponsel akan memiliki dua perangkat bergerak. Perangkat pertama akan digunakan untuk layanan dasar oprator seperti suara dan sms, semenatar perangkat lainnya untuk data.

“Kami hanya menyediakan akses untuk data. Jasa ini akan menjadi primadona ke depan. Apalagi banyak kalangan memprediksi empat tahun lagi android akan  menjadi sistem operasi nomor satu di dunia,” jelasnya.

Berdasarkan catatan,  platform terbuka untuk smartphone dari open handset alliance berbasis pada  Linux dan Java yang diusung Google itu berhasil menguasai pangsa pasar sebesar 33 persen. Sementara BlackBerry (28%) dan iPhone (22%) secara global.

Sayangnya, Google yang berbasis di Mountain View California, masih tertinggal dari Apple dalam aplikasi mobile. Pengguna Android hanya memiliki pilihan sekitar 65.000 aplikasi, sepertiga dari lebih dari 200.000 program milik Apple.[dni]

161210 Konsolidasi Flexi-BTEL Harus Miliki Landasan Kuat

JAKARTA—PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) diminta untuk memberikan landasan yang kuat ke publik terkait rencana dikonsolidasikannya unit usaha Flexi dengan PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL)  agar tidak menumbuhkan kecurigaan di publik  dan merusak tatanan iklim investasi di industri telekomunikasi.

“Konsolidasi itu hal yang biasa. Masalahnya selama ini terkesan aksi korporasi ini  seperti  agenda milik Menneg BUMN Mustafa Abubakar dan Komisaris Utama Telkom Tanri Abeng. Hal itu bisa dilihat dari seringnya keluar pernyataan dari kedua pejabat ini di media terkait rencana itu,” sesal  Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara di Jakarta, Rabu (15/12).

Dijelaskannya, sebagai perusahaan publik dan milik Negara, manajemen Telkom harus bisa memberikan kepastian terkait aksi korporasi tersebut.

“Manajemen tidak bisa karena ada perintah dari Menneg BUMN langsung menjalankan. Kaidah-kaidah tata kelola perusahaan harus dijalankan dengan menyewa konsultan keuangan untuk melakukan kajian plus dan minus adanya konsolidasi. Jika semangat transparansi diutamakan, gejolak di publik bisa ditekan,” tegasnya.

Anggota Komite Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Heru Sutadi  menilai, tidak adanya ketegasan dari manajemen Telkom  dalam memutuskan persoalan merger dengan BTEL dinilai bakal merugikan operator  tersebut.

“Ambivalensi yang ditunjukkan direksi sekarang  melemahkan Telkom. Ini bisa dilihat dari  isu digoreng ke sana ke sini yang akhirnya merugikan Telkom. Terbukti dengan maraknya aksi demo karyawan Telkom belakangan ini. Sementara BTEL mendapatkan rezeki nomplok karena harga sahamnya terkerek naik terus karena pemberitaan merger,” keluhnya.

Sebelumnya,  Wakil Ketua  Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Anna Maria Tri Anggraini mengungkapkan, hingga saat ini tidak ada pemberitahuan dari kedua pelaku usaha ke lembaganya terkait aksi korporasi tersebut.

“Sesuai Peraturan Pemerintah (PP) tentang merger dan akuisisi, aksi itu wajib meminta pendapat KPPU karena kedua pemian dominan di pasar Fixed Wireless Access (FWA).  Kedua pelaku usaha belum melaporkan kepada kami, jika ada berita yang melaoprkan sudah ke KPPU, saya rasa itu klaim sepihak saja,” tegasnya.[dni]

161210 Dirut Telkom Rinaldi Firmansyah: Transformasi Harus Diisi

PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom)  akan melakukan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada Jumat (17/12). Nama Rinaldi Firmansyah masih kuat sebagai kandidat menduduki kembali posisi Direktur Utama untuk periode berikutnya. Wartawan Koran Jakarta, Doni Ismanto, belum lama ini berhasil mewawancarai penggemar basket ini tentang harapannya untuk pemimpin pasar telekomunikasi itu di masa depan. Berikut kutipannya.

T: Apa momentum yang paling berkesan selama memimpin Telkom
Tentunya transformasi perusahaan dari berbasis telekomunikasi menjadi Telekomunikasi, Teknologi Informasi, Media, dan Edutainment (TIME). Konsep ini banyak ditiru oleh operator dunia yang memiliki nasib sama dengan Telkom. Transformasi harus dilakukan walau jasa seluler dan data terus tumbuh. Soalnya Telkom memiliki warisan layanan yang terus turun yakni telepon kabel. Untuk mendukung transformasi kita mengadopsi teknologi baru,  mengubah infrastruktur dasar, dan  organisasi disesuaikan dengan perubahan ini.

T: Jika diberi kesempataan kembali memimpin Telkom, langkah apa yang dipersiapkan
Tantangan ke depan adalah bagaimana transformasi ini diisi. Saya sudah meletakkan fondasi untuk fundamental transformasi. Sekarang  bagaimana transformasi itu dieksekusi dengan tepat.  Gabungan dari IME  dengan telekomunikasi membuat  perusahaan in dapat i memberikan solusi end to end bagi masyarakat. Ini akan mengkonversi jasa suara yang turun karena infrastruktur berhasil dioptimasi. Hal lain yang ingin dilakukan adalah membawa anak-anak usaha yang besinar ke lantai bursa.

T: Analis menilai bottom line Telkom akan terus tertekan karena program Pensiun Dini (Pendi), ada solusi untuk mengatasi ini
Harus diingat, Sumber Daya Manusia (SDM) Telkom berbeda dengan kompetitor. Kami memiliki warisan yang dilihat dari sisi ketrampilan dan pendidikan  perlu penyesuaian dengan kemajuan teknologi. Apalagi sekarang bisnis berubah ke TIME.  Kami akan tetap melakukan Pendi karena berdasarkan hitungan ideal dengan melihat biaya dan revenue per line itu Telkom cukup memiliki 16 hingga 18 ribu pegawai. Sekarang jumlahnya  21.500 pegawai. Pendi akan selesai dalam waktu 4 tahun mendatang. Dalam beberapa Pendi yang dilakukan beberapa tahun lalu  mendapatkan respon positif dari karyawan. Peminatnya rata-rata selalu lebih dari 100 persen dari yang disetujui. Saya pikir wajar saja karena karyawan juga ada yang mempunyai program untuk wiraswasta atau mungkin juga ada yang bekerja lagi di operator lain

T: Banyak kalangan beranggapan Telkom salah strategi di bisnis Internet
Orang yang beranggapan seperti itu karena paradigmanya masih menganut bisnis telekomunikasi kuno. Dulu Telkom tidak ada perhatiannya ke e-commerce atau musik. Sekarang kedua itu  digarap sebagai wujud ingin bermain di TIME. Berinvestasi di bidang yang baru tentu  ada kemungkinan berhasil atau tidak. Tetapi kami terus melakukan  evalusi, perencanaan, dan menekan resiko. Anda lihat saja Google. Dulunya  hanya menawarkan mesin pencari, sekarang bermain di  perangkat. Itu jauh diliuar bisnis utama. Pelajaran yang dipetik adalah perusahaan itu perlu perubahan untuk bertahan. Waktu yang akan menjawab pernyataan saya ini.  Saya beri bukti,  anak usaha Sigma Cipta Caraka yang bergerak di Teknologi Informasi itu omsetnya tumbuh dobel. Memang, jika dilihat dari total omset Telkom yang 70 triliun rupiah, angka 500 miliar rupiah dari Sigma menjadi kecil. Tetapi, intinya pertumbuhan menjanjikan ada di bisnis itu.

T: Belanja modal untuk tahun depan menurun. Apa ini tanda-tanda tidak akan agresif dalam pembangunan

Kami terus memiliki komitmen untuk membangun jaringan. Lihat saja untuk proyek Palapa Ring, hanya Telkom yang terus membangun. Bahkan untuk tahapan selanjutnya sedang dikaji dikerjakan. Di Telkom penggunaan belanja modal itu untuk menambah jangkauan dan kapasitas. Untuk jangkauan Telkom sudah luas. Sedangkan soal peningkatan kapasitas  itu tidak bisa ditawar untuk memberikan layanan berkualitas. Selain itu pemicu lainnya belanja modal menjadi turun karena harga perangkat dari China lebih murah.

161210 UKM Harus Jeli Manfaatkan Fenomena e-Commerce

JAKARTA—Usaha Kecil dan Menengah (UKM) harus jeli memanfaatkan tren belanja secara online (e-commerce) yang terus tumbuh agar bisa memperluas pangsa pasarnya.

“Tingginya pengguna internet memberikan dampak positif bagi e-commerce. Sekarang tergantung UKM, untuk maju dengan adanya teknologi,” kata Ketua Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Iqbal farabi di Jakarta, Rabu (15/12).

Diungkapkannya, pertumbuhan e-commerce pada tahun ini mencapai 50 persen dengan jumlah toko online yang terdaftar di indoshopguide.com hingga tahun lalu mencapai 139 unit yang terbagi dalam 12 kategori toko online sesuai dengan barang yang dijual.

“Umumnya yang bermain di e-commerce ini  pelaku bisnis ritel yang memiliki dana minim, mengingat biaya untuk membuka gerai tak banyak. UKM dengan dana minim bisa memanfaatkan ini,” katanya.

Pemilik situs http://www.griyaendras.com  Endras Ismiyati mengakui, setelah memanfaatkan e-commerce penjualan produknya mulai meningkat. “Biasanya saya hanya bergerilya dengan memanfaatkan pasar tradisional. Sebagai pemain baru di bisnis baju muslim, tentu pasar yang digarap komunitas terdekat. Tetapi kalau tidak memperluas segmen, omset hanya berputar diangka itu-itu saja,” jelasnya.

http://www.griyaendras.com adalah portal bentukan ibu tiga anak ini untuk  menjual berbagai pelengkapan busana muslim, pakaian anak-anak, dan bayi  dengan segmen  pasar rumah tangga dan reseller. Sejak berjualan secara online  omzet setiap bulan melesat menjadi  sekitar 10 juta rupiah dari sebelumnya hanya single digit. “Situs ini juga alat untuk menjalin komunikasi interkatif dengan pelanggan untuk mengetahui kebutuhan pasar. Kendala mengakses pasar bisa teratasi dengan adanya koneksi internet,” jelasnya.

Sementara Praktisi telematika Andy Zain menyarankan, jika ingin mengoptimalkan pengaruh internet, maka pemilii toko online  harus  bisa muncul dengan cita rasa lokal sebagai cara untuk mendekatkan diri kepada komunitas. “Dunia internet ini memang lebih dekat pada komunitas. Membangun merek di dunia ini susah-susah gampang. Orang mau mengakses satu situs karena ada manfaat baginya, itu harus diingat,” katanya.[dni]

161210 Kala Penyedia Konten Meminta Perubahan Nasib

Tingkat penetrasi kartu SIM diperkirakan telah  mencapai 80 persen dari total penduduk Indonesia yang berjumlah 220 juta jiwa.  Tingginya penetrasi akses komunikasi  membuka  peluang bagi pemain di luar operator untuk  berkreasi menawarkan layanan pendukung.

Salah satu pemain yang memanfaatkan kondisi itu adalah penyedia konten yang  hasil karyanya  ditawarkan oleh operator ke konsumen untuk mengikat kesetiaan.

“Sayangnya, posisi penyedia konten masih lemah di mata operator walau layanan yang dihasilkan sangat dibutuhkan untuk memberikan diferensiasi ke pelanggan oleh penyedia akses,” keluh Ketua Umum  Indonesian Mobile and Online Content Provider Association (IMOCA) A Haryawirasma di Jakarta, belum lama ini.

Dikatakannya, seharusnya dengan makin pentingnya peran penyedia konten di industri, maka operator harus menunjukkan perhatian yang lebih dengan  mengubah skema bagi hasil dari penjualan konten ke pelanggan untuk mendukung kemajuan bisnis kreatif.

“Pola bagi hasil yang diterapkan sekarang sangat tidak menguntungkan penyedia konten yang masih dalam tahap skala Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Jika tidakada revisi, para pemain di bisnis kreatif bisa bertumbangan,” ungkapnya.

Diungkapkannya, selama ini pola bagi hasil dari penjualan satu konten adalah dimulai dari 50:50 antara operator dengan penyedia konten atau dikisaran 65:35 dimana operator mendapatkan bagian yang dominant.

“Konsep ini merugikan para penyedia konten karena selama ini dukungan dari operator untuk memasarkan satu konten tidak maksimal. Operator tak lebih hanya sebagai alat transport untuk membawa satu konten, idealnya pembagian adalah 80:20 dimana yang dominan pembagiannya ada di penyedia konten,” tegasnya.

Menurutnya, permintaan merevisi itu hal yang normal karena selama ini praktik di lapangan untuk melakukan pemasaran secara berkelanjutan adalah tanggung jawab penyedia konten, belum lagi masalah pengembangan konten yang berasal dari ide kreatif para UKM itu.

“Hal lainnya adalah masalah pihak-pihak yang harus dibagi makin banyak seiring pihak-pihak yang bermain terus bertambah. Contohnya untuk penjualan satu lagu, penyedia konten harus membagi kepada label, penyanyi, dan pemilik lagu. Jika pembagian kami kecil, tentu kita tidak bisa menjalankan bisnis,” keluhnya.

Dikatakannya, jika pun penyedia konten mendapatkan bagian yang lebih besar justru akan berdampak positif kepada industri karena akan bermunculan lebih banyak konten kreatif mengingat ada dana untuk penelitian dan pengembangan. “Jadi, tidak seperti sekarang dimana konten yang keluar semuanya seragam. Ini karena tuntutan persaingan yang membuat para kreator menjadi komoditas,” ketusnya.

Sedang Kaji
Group Head Vas Marketing Indosat  Teguh Prasetya mengungkapkan, saat ini  sedang mengaji secara internal permintaan dari industri kreatif itu karena memiliki perhatian  bersama – sama memajukan  pasar konten domestik.

“Kalau permintaannya sampai 80:20,  harus ada alasan yang kuat.  Tidak bisa main pukul rata untuk semua konten.  Kalau besarannya diminta sebesar 80:20 untuk semua konten, terlalu optimis namanya. Wong, sumbangan  konten saja baru 4 persen bagi total pendapatan. Apalagi operator juga ada biaya yang dikeluarkan seperti  memberikan ruang untuk promosi  di kanal-kanal yang bisa berhubungan langsung dengan pelanggan,” katanya.

VP Digital Music and Content Management Telkomsel Krish Pribadi mengakui, bisnis model untuk penyediaan konten memang harus dievaluasi setiap saat dengan merefleksikan kepada cost benefit dan peluang yang ada.

“Porsi operator sekarang memang yang paling besar. Tetapi saya rasa itu wajar mengingat kita mememiliki akses ke pelanggan. Misalnya, Telkomsel memiliki 95 juta pelanggan, kalau tidak dibuka akses ke pasar, penyedia konten tidak ada pasar,” katanya.

Diungkapkannya, selama ini operator menentukan  pembagian untuk penyedia konten salah satunya berdasarkan usaha yang dilakukan rekanan dalam mempromosikan satu layanan.

“Misalnya, penyedia konten sudah memiliki komitmen untuk beriklan dengan bujet tertentu, setelah itu kami akan memberikan fasilitas mengakuisisi pelanggan melalui informasi cek pulsa. Cek pulsa itu sangat efektif untuk akuisisi layanan, 80 persen aktifasi konten via media itu,” jelasnya.

VP Marketing MDS XL Axiata Jeremiah de la Cruz menegaskan, hal yang wajar operator mendapatkan porsi  besar mengingat resiko yang ditanggung lebih tinggi ketimbang penyedia layanan.

“Pelanggan itu tahunya layanan itu milik operator walaupun hasil kolaborasi dengan penyedia konten. Secara biaya pemasaran dan resiko bisnis operator menanggung lebih besar. Rasanya wajar operator mendapatkan bagian keuntungan lebih besar mengingat pasar yang digarap adalah pelanggannya juga,” katanya.

Sedangkan  Wakil Direktur Bidang Pemasaran Bakrie Telecom  Erik Meijer mengaku tidak habis pikir dengan adanya permintaan perubahan komposisi pendapatan karena banyak penyedia konten masih bisa untung dengan pola yang ada sekarang.

“Pembagian keuntungan itu tidak bisa main pukul rata.  Contohnya untuk konten musik. Rasanya yang pantas meminta bagian lebih besar itu perusahaan rekaman, kan lagu dari sana.  Nah, di musik ini operator memiliki biaya lebih besar karena harus membangun  semua sistem seperti penyediaan bandwidth. Harusnya semua dilihat dengan kaca mata jernih,” tegasnya.

Pada kesempatan lain, Ketua Masyarakat Industri Kreatif Teknologi Informasi (MIKTI) Indra Utoyo mendukung perubahan bagi hasil antara operator dengan penyedia konten  sebagai penghargaan terhadap kreasi karya cipta industri kreatif.

“Selayaknya industri kreatif  mendapat porsi lebih besar agar memotivasi para kreator terus berkreasi. Namun, di sisi lain,  para pemain di industri kreatif perlu terus membuktikan produktivitas karyanya yang inovatif termasuk terobosan model bisnis yang ampuh, tidak hanya berkutat di SMS Premium dan Ring Back Tone (RBT). Masa depan aplikasi itu di  On-line games, e-payment, mobile money/remittance, e-sport,  atau productivity apps. Untuk aplikasi yang sifatnya penyedia konten tidak hanya seperti perantara, rasanya wajar diberikan porsi yang lebih besar,” tegasnya.

Sementara Anggota Komite Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Heru Sutadi enggan menanggapi konflik antara penyedia konten dengan operator. “Baiknya diselesaikan secara business to business saja. Nanti kalau regulator masuk dibilang kecentilan karena semua urusan mau dicampuri. Industri telekomunikasi harus bisa menunjukkan kedewasaan dengan menyelesaikan masalah sendiri tanpa perlu campur tangan regulator untuk sesuatu yang self regulate,” ketusnya.[dni]

151210 KemHub Siapkan Mekanisme Kuningisasi Angkutan Pelat Hitam

JAKARTA-Kementerian Perhubungan (Kemenhub) segera menyiapkan mekanisme perubahan pelat nomor angkutan umum dari hitam menjadi kuning alias kuningisasi dalam rangka mendukung pembatasan penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi.

“Kami mendukung  keputusan pembatasan BBM bersubsidi mulai akhir kuartal I-2011. Namun demikian, kebijakan itu tidak bisa dipukul rata untuk semua jenis moda transportasi. Artinya, sejumlah moda transportasi tetap berhak menikmati BBM bersubsidi,” ungkap Menteri Perhubungan Freddy Numberi di Jakarta, Selasa (14/12).

Dijelaskannya, subsidi BBM tetap akan berjalan tapi selektif. Misalnya untuk angkutan kereta api (KA). “Intinya moda transportasi yang digunakan masyarakat kecil harus tetap menikmati BBM subsidi karena itu memang tugas pemerintah untuk mengurangi beban rakyat,” jelasnya.

Diungkapkannya,  dalam rencana pembatasan BBM bersubsidi yang diputuskan Komisi VII DPR pada Senin (13/12) malam memang diputuskan sejumlah rekomendasi untuk memudahkan implementasi kebijakan tersebut. Salah satunya adalah dengan memudahkan angkutan umum berpelat hitam, terutama jenis angkutan barang, untuk mutasi ke pelat kuning guna meminimalkan dampak penyelewengan.

“Itu memang butuh peran dari Kemenhub untuk menyiapkan mekanismenya. Untuk menyiapkan mekanisme itu, kami akan bahas dulu dengan operator (pengusaha) angkutan juga dampaknya seperti apa, kalau dijadikan pelat kuning seperti apa,” jelasnya.

Wakil Menteri Perhubungan Bambang Susantono menambahkan, angkutan umum atau angkutan publik (angkutan barang) memang tetap layak menikmati BBM bersubsidi. Karena, selama ini angkutan jenis itu identik dengan masyarakat kecil. Kalau jenis angkutan itu dipaksa menggunakan BBM non-subsidi, seperti Pertamax, bisa jadi berpengaruh terhadap besaran tarif yang ditanggung masyarakat.

”Kami akan kaji dan siapkan mekanismenya nanti seperti apa, bagaimana mengubah angkutan pelat hitam ke pelat kuning, apa pengusahanya mau. Kalau sudah sepakat dengan operator, nanti mekanisme itu jadi semacam standar, dalam pelaksanaannya juga nanti melibatkan Kepolisian RI,” katanya.

Sebelumnya,  Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres Indonesia(Asperindo) M Kadrial mengungkapkan, rencana  menerapkan penggunaan BBM  non subsidi untuk mobil berpelat nomor hitam diperkirakan akan mengancam pengusaha pengiriman barang karena armada yang digunakan umumnya menggunakan pelat nomor pribadi.

“Kita harapkan dalam penerapan pembatasan subsidi BBM pemerintah tidak menyamaratakan pelat hitam untuk usaha dan keperluan pribadi. Jika disamakan, bisa gulung tikar para pengusaha pengiriman,” katanya.

Diungkapkannya, saat ini  ada lebih dari 630-an perusahaan kurir di Indonesia. Sedangkan perusahaan yang masuk UKM sekitar 75 persen.

“Saat ini saja, karena masalah macet sudah menyulitkan perusahaandan sudah ada beberapa yang gulung tikar, apalagi kalau harus menggunakan BBM yang tidak disubsidi,” tuturnya.

Ditegaskannya, selama ini  perusahaan kurir hampir di seluruh Indonesia hanya mengambil keuntungan sebesar 3 hingga 4 persen saja. Sedangkan langkah menaikkan tarif jauh dari pemikiran karena dipastikan bakal kalah bersaing dengan perusahaan asing yang saat ini  mendominasi pasar.

“Secara internal kami  sedang melakukan evaluasi mengenai rencana kebijakan yang diambil pemerintah tersebut. Hasilnya akan kami berikan ke pemerintah,” katanya.[dni]

151210 Indonesia Desak Pola Pencabutan Larangan Terbang Diubah

JAKARTA—Indonesia mendesak pola pencabutan larangan terbang yang dilakukan oleh Uni Eropa (UE) untuk Indonesia diubah demi menjunjung azas kesetaraan dalam dunia penerbangan.

“Kita tidak mau lagi pencabutan larangan terbang itu melihat per masakapai. UE sebaiknya melihat sistem yang dikembangkan oleh Kementrian Perhubungan (Kemhub) dalam memenuhi catatan International Civil Aviation Organization (ICAO),” tegas Dirjen Perhubungan Udara Herry Bhakti S. Gumay di Jakarta, Selasa (14/12).

Diungkapkannya, pemerintah Indonesia sudah memenuhi 100 persen catatan dari ICAO yang harus dijalankan oleh regulator penerbangan. “Pada posisi lalu 80 persen dari temuan ICAO itu sidah dipenuhi. Sekarang sudah 100 persen,” katanya.

Menurutnya, jika UE bisa melihat secara obyektif sistem yang telah dijalankan oleh regulator Indonesia, maka untuk masuk ke satu negara Eropa, maskapai lokal cukup melakukan perizinan secara langsung. “Ini tentu membuat tidak ada perbedaan perlakuan. Soalnya pola ini yang lazim dilakukan di dunia penerbangan internasional,” katanya.

Berdasarkan catatan, pada 2009 empat maskapai Indonesia dicabut larangan terbangnya ke UE. Keempat maskapai itu adalah Garuda Indonesia, Mandala Airlines, Premi Air, dan Airfast. Pada tahun ini dua maskapai lokal menyusul yakni Batavia Air dan Indonesia Air Asia (IAA).

Pertumbuhan 2011
Selanjutnya Herry mengungkapkan, pada tahun ini diperkirakan ada  36.052 juta penumpang domestik dan 4.876 juta penumpang internasional yang dibawa oleh maskapai Indonesia.

“Pertumbuhannya sekitar 10-15 persen. Diperkirakan tahun depan akan sama besarnya dengan tahun ini karena iklim penerbangan masih bagus,” jelasnya.

Sebelumnya, KetuaUmum Indonesia National Air Carrier Association (INACA), Emirsyah Satar memperkirakan pertumbuhan penumpang bisa mencapai  15 persen hingga 17 persen karena  kondisi ekonomi yang membaik dan didukung  daya beli masyarakat yang tinggi.

”Pencapaian  bakal jauh dari target pemerintah karena patokan angka  Kemenhub merupakan target paling rendah. Angka itu dibuat dengan asumsi adanya  perekonomian nasional terguncang. Tetapi itu kan tidak terjadi,” jelasnya.

Diungkapkannya, hal itu dibuktikan dengan  hampir semua maskapai terus menambah armada dengan pesawat-pesawat yang cukup bagus, bahkan sudah banyak yang komitmen dengan pabrik pesawat membeli yang baru.[dni]

151210 Revisi UU Pelayaran untuk Selamatkan Produksi Minyak

JAKARTA—Revisi Undang-undang Pelayaran yang diajukan oleh Kementrian Perhubungan (Kemhub) dilakukan untuk menyelamatkan produksi (Lifting) minyak nasional mengingat terbatasnya jenis kapal berbendera Indonesia bermain di kegiatan lepas pantai (Off Shore).

“Langkah ini diambil untuk menyelamatkan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dimana sektor Minyak dan Gas menjadi penopang utama keuangan negara. Jika dipaksakan, penerapan azas Cabotage untuk Off Shore itu bisa mengancam lifting minyak nasional karena kapal lokal tidak ada yang melayani kegiatan Off Shore, khususnya untuk kategori B dan C,” tegas Menteri Perhubungan Freddy Numberi di Jakarta, Selasa (14/12).

Azas cabotage adalah ketentuan muatan domestik diangkut kapal-kapal berbendera nasional. Azas ini berlaku untuk  kapal-kapal jenis cair dan lepas pantai pada  tahun 2010 dan 2011. Saat ini hanya tinggal sektor Off Shore yang belum menjalankan cabotage.

Di Off Shore sendiri kapal yang melayani terbagi atas tiga kategori yakni A, B, dan C. Kelompok A yakni  jenisn Tugboats, Mooring Boats, Utility Vessels, Barges, Landing Craft, Oil Barges, Security Boats, Sea Trucks, Crew Boats, Crane Barges, Pilot Barges dan Anchor Boat ditutup bagi kapal asing  mulai 1 Januari 2010.

Sedangkan kapal kelompok B yakni jenis Accomodation barges ukuran 250 ft class ke atas, Anchor Handling and Tugs (AHT), Anchor Handling and Tug Supply (AHTS), ASD tTugboats, Platform Supply Vessel (PSV),  Seismic Vessel, Crane Barge, Floating Storage and Offloading (FSO), Floating Production Storage and Offloading (FPSO). Adapun kapal kelompok C yakni Jack Up Rig, Drill Ship, Submersible Rig dan Cable Laying Ship
Dimintanya, para pengusaha pelayaran untuk berfikir terbuka dengan satu regulasi dan tidak menjadikan aturan sebagai alat merantai ekonomi nasional. “Cabotage itu memang dibutuhkan. Tetapi kita harus realistis juga dengan kondisi di lapangan. Jika kapal jenis B & C itu tidak ada miliki pengusaha lokal, tidak mungkin dipaksakan. Ada kepentingan lebih besar harus diselamatkan,” tegasnya.

Direktur Lalu Lintas Angkutan Laut Kemhub Leon Muhammad memastikan dalam revisi UU Pelayaran yang telah diajukan  ke parlemen hanya menyangkut satu hal yakni pasal 341. “Hanya satu pasal itu yang minta direvisi. Tetapi tidak tahu kalau dari parlemen minta ada revisi lainnya,” katanya.

Berdasarkan Pasal 341 UU Pelayaran disebutkan bahwa kapal asing yang saat ini masih melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri tetap dapat melakukannya kegiatannya paling lama 3 tahun terhitung sejak tanggal berlakunya UU ini yaitu tanggal 7 Mei 2008.

“Nantinya  dalam pasal itu ada kalimat tambahan kecuali kapal tertentu. Kapal tertentu yang dimaksud untuk konstruksi, survei, dan penunjang. Pengaturan jenis kapal itu akan diatur dalam peraturan menteri,” tegasnya.

Secara terpisah,  Ketua Umum Masyarakat Pemerhati Pelayaran Indonesia (Mappel) Oentoro Surya mengatakan, Kemhub tidak perlu merevisi UU jika hanya masalah kapal jenis tertentu yang terkendala pengdaannya oleh pengusaha lokal.

“Kalau yang dibutuhkan kapal jenis C, beri saja kebijaksanaan sampai batas waktu tertentu agar perusahan nasional dapat mengambilalih dan mengadakan jenis kapal tersebut. Sebenarnya jika semua tender terbuka dan pemain lokal diberi kesempatan, pasti bisa,” tegasnya.

Sementara Ketua Bidang Angkutan Tongkang & Kapal Tunda Teddy Yusaldi Indonesian National Shipowners Association (INSA) mengkhawatirkan  revisi UU Pelayaran bisa merembet tidak hanya pada satu pasal, tetapi untuk 13 kategori komoditi yang harus menjalankan azas cabotage.

“Untuk jenis kapal A dan B, pemain lokal sudah sanggup menyediakan. Sementara untuk jenis C, memang pemainya asing semua. Kapal jenis C ini menguasai 60 persen dari total nilai pasar off shore senilai 1,5 miliar dollar AS tahun ini,” ungkapnya.

Wakil Ketua Umum INSA L.Sudjatmiko menambahkan, sebenarnya masalah pengadaan kapal C itu bisa diusahakan oleh pengusaha lokal jika pemerintah bisa membuat kepastian kontrak pengeboran minyak.

“Bisnis pengeboran ini kontraknya jangka pendek semua. Jika ada kepastian jadwal tender dan kontrak jangka panjang, pemain lokal siap menyediakan jenis kapal C yang menelan investasi satu unitnya 50 juta dollar AS itu,” tegasnya.

Diingatkannya, pemerintah harusnya belajar dari kasus azas cabotage ketika diterapkan untuk angkutan batu bara dan chemical dimana muncul juga kekhawatiran tentang kelangkaan kapal dan komoditas. “Tetapi itu tidak terbukti. Pemerintah harus sadar azas cabotage telah menaikkan investasi di kapal selama 5 tahun terakhir yang tumbuh 60,1 persen menjadi    7,3 miliar dollar AS dengan jumlah kapal yang awalnya  6500  menjadi  9.715 unit per  Agustus 2010,” tegasnya.[dni]