JAKARTA—Pemerintah diminta harus memprioritaskan pembangunan sistem transportasi umum untuk menghindari pemborosan penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM).
“Wacana menghentikan penggunaan BBM bersusidi bagi kendaraan pribadi itu hanya menyelesaikan persoalan kecil, sementara masalh besarnya tidak terselesaikan yakni sistem transportasi umum yang terintegrasi,” ungkap anggota Komisi V DPR RI, Yudi Widiana Adia di Jakarta, Selasa (7/12).
Dijelaskannya, tingginya penggunaan BBM oleh kendaraan pribadi terkait erat dengan masih buruknya layanan transportasi umum selama ini. Tanpa pembenahan layanan transportasi umum, mayoritas pemilik mobil pribadi hanya akan mengurangi alokasi pengeluaran untuk hal lain ketimbang beralih ke transportasi umum.
“Pemerintah itu diamanahkan oleh Undang-Undang No 22/2009 khususnya pasal 139 menyediakan angkutan umum yang layak. Hingga saat ini tidak terlihat upaya nyata pemerintah untuk membenahi layanan angkutan umum terutama di kota-kota besar di seluruh Indonesia,” tegasnya.
Hal itu bisa dilihat dari masih buruknya layanan bus Trans Jakarta atau makin menurunnya kualitas layanan kereta api listrik Jabodetabek yang melayani jutaan masyarakat setiap harinya. Padahal untuk Jakarta ancaman kemacetan total itu sudah di depan mata.
Menurutnya, jika memang akan ada pembatasan subsidi BBM maka alokasi dananya harus diperuntukkan bagi pengembangan dan penyediaan transportasi massal yang murah. “Itu program yang paling realistis dan tepat. Problem kemacetan dan bertambahnya kendaraan bisa diatasi kalau program itu yang diterapkan,” ujarnya.
Diakuinya, pada awalnya pengembangan infrastruktur ini membutuhkan investasi yang besar. Namun apabila dihitung dengan subsidi BBM yang setiap tahun berada di kisaran 100 triliun rupiah, hal tersebut justru akan menguntungkan. “Akan jauh lebih murah nantinya karena itu proyek jangka panjang. Yang pasti hak rakyat untuk mendapat layanan transportasi yang murah, nyaman dan aman bisa terpenuhi,” katanya.
Sementara itu, Menhub Freddy Numberi menjelaskan, Indonesia memerlukan adanya pelayanan dari berbagai moda transportasi baik bersifat komplementer (saling melengkapi) maupun substitusi (saling berkompetisi satu sama lain) untuk memfasilitasi pergerakan orang, barang, jasa dan informasi dari hulu hingga hilir baik dalam wilayah nasional maupun internasional yang membentuk jaringan pelayanan yang terpadu dalam suatu sistem transportasi nasional.
“Pengembangan transportasi yang terintegrasi dalam kerangka Indonesia diarahkan untuk penyediaan pelayanan yang disesuaikan dengan karakteristik wilayah dalam bentuk transportasi antar moda dalam pulau dan antar pulau,” jelasnya.
Dijelaskannya, untuk pulau besar, pengembangan transportasi dalam pulau untuk angkutan antar kota diarahkan guna mengintegrasikan dan mengkombinasikan moda yang ada sesuai potensi wilayah seperti antara transportasi udara, laut, sungai dan danau, penyeberangan, jalan rel dan jalan, misalnya untuk pergerakan orang dan barang di pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua.
Sedangkan untuk pulau kecil yang cenderung terbatas jaringan prasarananya karena luas wilayah yang kecil dan tidak multi cities, pengembangan transportasi dalam pulau diarahkan untuk mengoptimalkan integrasi dan kombinasi antar moda transportasi laut, penyeberangan dan jalan misalnya untuk pulau di Kepulauan Maluku dan Nusa Tenggara.
Pengembangan transportasi antar pulau di pulau besar diarahkan untuk mengintegrasikan dan mengkombinasikan moda transportasi udara dengan moda transportasi jalan, jalan rel dan atau antara moda transportasi laut dan penyeberangan dengan moda transportasi jalan dan jalan rel. Pengembangan transportasi antar pulau bagi pulau kecil yang biasanya terangkum dalam kepulauan, diarahkan untuk mengintegrasikan dan mengkombinasikan antara moda transportasi laut dan penyeberangan dengan moda transportasi jalan, misalnya di Kepulauan Maluku.
Dari sisi demografi, pengembangan transportasi antar moda diarahkan untuk penyediaan pelayanan yang disesuaikan dengan kepadatan populasi yang terbagi dalam dua kategori yaitu untuk kawasan perkotaan (urban transport) dan perdesaan (rural transport).
“Untuk kota raya dengan populasi di atas lima juta jiwa, pengembangan transportasi diarahkan guna mengintegrasikan dan mengkombinasikan antara moda jalan rel sebagai main back-bone dengan moda jalan.,” jelasnya.[dni]