Akhirnya kabar gembira itu keluar juga dari markas Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII) pada pertengahan Mei lalu. Para Penyedia Jasa Internet (PJI) membentuk konsorsium yang terdiri dari 30 perusahaan untuk membidik lisensi pemanfaatan frekuensi Broadband Wireless Access (BWA).
Rahajasa Media Internet (Radnet) yang telah mendaftarkan diri sebagai salah satu peserta tender BWA ditunjuk menjadi leader konsorsium. Dan jika nanti terpilih sebagai pemenang, akan dibentuk Badan Usaha dengan nama Konsorsium Wimax Indonesia (KWI).
“APJII hanya membentuk satu konsorsium bukan dua seperti yang diisukan selama ini. Di luar konsorsium ini jika ada yang mengklaim, itu bukan APJII,” tegas juru bicara APJII, Heru Nugroho di Jakarta belum lama ini.
Heru menegaskan, para anggota konsorsium telah menyediakan dana sebesar 300 juta dollar AS untuk berinvestasi di jaringan BWA selama lima tahun jika menjadi pemenang. Konsorsium akan maju menawar semua zona dengan mengambil satu blok di setiap zona.
Di tahun pertama akan digunakan untuk membangun jaringan sebesar 100 juta dollar AS. “Angka tersebut di luar harga frekuensi. Sekarang kami menunggu dulu harga dasarnya dari pemerintah,” katanya.
Untuk diketahui, tender BWA akan melelang frekuensi di spektrum 2,3 Ghz. Pemerintah menawarkan di setiap zona (terbagi atas 15 zona) dua blok frekuensi atau sebesar 30 MHz. Lelang sendiri kemungkinan besar akan mundur dari jadwal seiring harga dasar frekuensi hingga saat ini belum disetujui oleh Departemen Keuangan.
Sebelumnya, beredar kabar harga dasar penawaran tertinggi yang ditetapkan pemerintah untuk frekeunsi BWA di spektrum 2,3 Ghz sebesar 32 miliar rupiah dan terendah 160 juta juta rupiah. Harga tertinggi diperkirakan akan dimiliki oleh zona Jabodetabek.
Heru mengumbar janji, jika konsorsium yang akan menjadi pemenang, maka harga tarif internet akan menjadi 300 hingga 500 ribu rupiah satu Mbps per bulan jika menggunakan standar nomadic. Saat ini harga akses internet sebesar itu ditawarkan sekitar 750 ribu rupiah per bulan.
“Itu juga dengan syarat harga dasar frekuensi seperti yang diisukan selama ini. Harga dasar yang beredar itu sudah bagus,” katanya.
Namun, janji manis itu dicibir oleh para praktisi jika mengacu BTS yang digunakan harganya per sektor lima ribu dollar AS dengan kapasitas concurent users maksimum di bawah 50 pelanggan.
“Jika perangkat untuk konsumen harga 400 dollar AS ditambah harus bayar Upfront Fee dan BHP di atas satu miliar per MHz untuk zona Jakarta, sepertinya nama yang tepat bukan KWI, tetapi Yayasan KWI,” cibir seorang praktisi
Tidak Berubah
Melihat akhirnya APJII memanfaatkan peluang yang diberikan oleh pemerintah, Anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Iwan Krisnandi mengatakan, sudah sepantasnya PJI maju agar kompetisi mendapatkan lisensi semakin ketat.
“Inti dari penyelenggaraan lelang ini adalah diantaranya membuka aksesibilitas dan menurunkan tarif internet. Karena itu pemerintah membuka peluang untuk pembentukan konsorsium,” katanya kepada Koran Jakarta, akhir pekan lalu.
Iwan meminta konsorsium itu tetap solid karena susunan keanggotaan tidak bisa berubah jika telah ditetapkan sebagai pemenang. “Jika lisensi sudah diberikan dan berbentuk badan usaha tidak boleh berganti. Saya harapkan mereka tetap solid,” tegasnya.
Menanggapi hal itu, Heru menegaskan, hingga sekarang masih membuka peluang bagi perusahaan lain untuk bergabung dalam konsorsium hingga lisensi didapatkan. “Saya tidak bisa mengelak jika dalam perjalanannya ada yang mundur. Tetapi saya yakin jumlah anggota akan bertambah karena ini menyangkut hidup matinya para PJI,” katanya.
Heru mengungkapkan, selama ini di lapangan PJI berkompetisi secara langsung dengan operator penyelenggara jaringan yang juga memiliki lisensi PJI. “Tentu saja kami kalah jika berhadapan sama operator. Wong kita menyewa jaringan mereka juga,” katanya.
Menurut Heru, persaingan ini membuat adanya ketidaksamaan kualitas layanan yang diberikan oleh operator terhadap PJI “Namanya bersaing, mana mungkin PJI diberikan best effort,” katanya.
Heru juga menegaskan, bagi PJI membentuk konsorsium merupakan jawaban dari tantangan membuka aksesibilitas. “Kami ini terbatas sekali aksesibilitas kepada jaringan. BWA adalah jawaban untuk kemandirian PJI,” katanya.
Siap Hadapi
Secara terpisah, Direktur Utama Telkom Rinaldi Firmansyah mengaku tidak khawatir dengan langkah yang diambil oleh para PJI dalam bersaing mendapatkan lisensi.
“Baguslah jika ada konsorsium yang akan maju. Telkom tetap yakin bisa memenangkan kompetisi,” tegasnya.
Rinaldi mengungkapkan, Telkom tidak akan menyiapkan dana sebesar APJII untuk mengembangkan teknologi BWA. “Kami sudah memiliki infrastruktur. Jadi, tidak harus membangun. Nah, kuncinya di harga dasar frekuensi dan lelang BWA untuk mobile,” katanya.
Menurut Rinaldi, jika harga dasar terlalu tinggi akan membuat operator berfikir ulang mengingat pemerintah mulai menggelar tender BWA untuk standar mobile pada 2011 mendatang. “Kita harus memikirkan kontinuitas suatu teknologi. Tidak bisa dihabiskan dana untuk satu teknologi saja,” katanya.
Sementara itu, Chief Sales Officer Smart Telecom Charles Sitorus menegaskan, pihaknya serius untuk mendapatkan lisensi BWA meskipun tidak bermasalah dengan bandwidth data.
“Kami memang tidak bermasalah untuk menyelenggarakan layanan data. Tetapi teknologi BWA ini bisa membuat akses internet lebih murah dan mengubah segmen pasar. Karena itu Smart harus ikut cawe-cawe,” tegasnya.
Selain dua operator tersebut, pesaing terberat dari KWI adalah Indosat grup. Tak tanggung-tanggung, Indosat mengerahkan dua anak usaha (IM2 dan Lintasarta) serta perseroan sebagai entitas untuk maju mendapatkan lisensi BWA.
Langkah Indosat untuk melenggang hingga babak akhir dari lelang bisa menjadi mulus jika parameter perusahaan lokal yang digunakan oleh panitia tender adalah badan usaha yang tercatat di bursa Indonesia. Sementara jika kukuh berpegang pada ketentuan Daftar Negatif Investasi (DNI), dipastikan Indosat akan tersandung karena kepemilikan asingnya melewati batas ketentuan yakni 65 persen.
Mendengar reaksi dari operator yang akan memberikan perlawanan keras, Heru mengatakan, pihaknya realistis dengan kondisi di lapangan. “Memang idealnya lisensi ini hanya dikuasai dua pemain agar penggunaan frekuensi optimal. Karena itu kami hanya membidik satu blok di setiap zona dengan prioritas di Jabodetabek,” tuturnya.[dni]
NamaAnggota Konsorsium PJI
PT Audianet Sentra Duta
PT Media Antar Nusa
PT Solusi Lintas Data
PT Angkasa Sarana Teknik Komunikasi Padi Internat
PT Sejahtera Globalindo
PT Core Mediatech
PT Eresha Technologies
PT Pasifik Lintas Buana
PT Bali Ning
PT Universal Telematics Solution
PT Simaya Jejaring Mandiri
PT Linknet
PT Jasnita Telekomindo
PT Data Utama Konsultan
PT Uninet Media Sakti
PT Jalawave Cakrawala
PT Indo Pratama Cybernet
PT Rahajasa Media Internet
PT Ramaduta Teletaka
PT Jetcoms Netindo
PT Bit Teknologi Nusantara
PT Transmedia Indonesia
PT Cakra Lintas Nusantara
PT Dutakom Wibawa Putra
PT Global Prima Utama
PT Melvar Lintas Nusa
PT Bhakti Wasantara Net
PT Detik ini Juga
Sumber: APJII
Mei 25, 2009
Kategori: Uncategorized . . Penulis: doniismanto . Comments: 1 Komentar