JAKARTA—Raksasa penyedia piranti lunak dari Amerika Serikat, Microsoft, diduga telah melakukan praktik monopoli untuk pengadaan sistim operasi perangkat komputer jinjing varian netbook di Indonesia.
Netbook adalah komputer jinjing (laptop0 dalam bentuk mini dengan ukuran layar di bawah sepuluh inci, sementara beratnya kurang dari dua kilogram. Perangkat ini secara khusus diperuntukkan untuk kebutuhan berselancar di dunia Internet dengan fasilitas wireless fidelity (Wi-Fi).
“Microsoft memaksakan sistim operasi berbasis proprietary (software kode tertutup) untuk Netbook. Padahal ada sistem lainnya (open source) yang juga bisa sebagai pilihan,” kata Penggiat teknologi komunikasi informasi, Onno Widodo Purbo kepada Koran Jakarta, akhir pekan lalu.
Onno menjelaskan, “pemaksaan” dilakukan oleh Microsoft dengan mem-preinstall sistem operasi Microsoft Windows ke dalam Netbook, sehingga pembeli tidak memiliki pilihan lain. “Padahal tidak seluruh pembeli membutuhkan sistem Windows. Parahnya pola preinstall itu membuat harga Netbook melambung tinggi,” katanya.
Onno menegaskan, sejak Oktober tahun lalu sudah berteriak tentang ketidakadilan yang dilakukan oleh Microsoft tersebut. “Jumat lalu (22/5) saya dipanggil Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Lembaga tersebut siap membantu. Sekarang bukti-bukti awal dibutuhkan untuk menjadi perkara,” katanya.
Sementara itu pengamat telematika Heru Sutadi mengatakan, posisi dominan dari Microsoft membuat raksasa tersebut bisa menjual produk dengan harga seenaknya. Akibatnya masyarakat tidak punya posisi tawar karena tak ada kompetisi.
“Selain itu perlu juga diteliti tentang kerugian masyarakat dengan patokan harga yang dibuat oleh Microsoft. Saya dengar Microsoft malah berani jual rugi. Ini harus dicek,” katanya.
Berdasarkan catatan, Microsoft menjual sistem operasi netbook ke pasar seharga 15 dollar AS. Angka inilah yang dianggap sebagai predatory pricing oleh para praktisi.
Secara terpisah, Direktur Komunikasi KPPU A Junaidi mengatakan, jika bukti dari dugaan praktik monopoli sudah kuat, lembaganya tidak segan untuk menjadikan informasi itu sebagai perkara. “Kami tidak ada keberatan sama sekali untuk menyelidiki Microsoft. Kita tunggu dulu bukti-bukti awal,” katanya.[dni]