Pada pertengahan April lalu Bank Indonesia mengeluarkan regulasi baru terkait e-money melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.11/12/PBI/2009. Regulasi tersebut memperketat aturan sebelumnya yang telah tertuang pada PBI No.7/52/PBI/2005 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu.
Isi revisi yang menjadi sorotan adalah masalah batas nilai uang elektronik yang dapat disimpan. Untuk jenis tidak terdaftar paling banyak satu juta rupiah, sedangkan jenis terdaftar maksimal lima juta rupiah.
Selanjutnya juga diatur batas nilai transaksi dalam satu bulan secara keseluruhan paling banyak 20 juta rupiah yang meliputi transaksi pembayaran, transfer dana, dan fasilitas transaksi lainnya yang disediakan oleh penerbit.
Di Indonesia ada dua industri yang getol mengembangkan e-money sejak dua tahun lalu yakni perbankan dan operator seluler. Di perbankan nama Flazz (BCA) dan e-Toll (Bank Mandiri) pantas dikedepankan. Sedangkan di jasa seluler yang muncul adalah T-Cash (Telkomsel) dan Dompetku (Indosat).
Di jasa seluler fitur dari e-money dikenalkan dengan nama dompet digital atau layanan yang memungkinkan ponsel berfungsi layaknya dompet penyimpanan uang yang bisa digunakan bertransaksi dengan cara yang mudah, cepat, dan aman.
Layanan ini berbeda dengan SMS Banking atau Mobile Banking dimana ponsel hanya jadi semacam pengganti alat Electronic Device Capture (EDC) atau Anjungan Tunai Mandiri (ATM). Bahkan juga bukan pulsa yang menjadi pengganti uang.
Dalam dompet digital, setiap transaksi yang dilakukan akan langsung mengurangi saldo yang tersimpan dalam rekening ponsel. Sedangkan untuk proses kliringnya diselesaikan melalui back office bank rekanan operator. Sederhananya, cara kerja dari dompet digital ini mirip dengan kartu bermain di arena video game, dimana pelanggan diwajibkan mengisi saldo di kartu terlebih dulu, baru bisa bermain.
Angin Segar
Associate Operation officer International Finance Corporation, A Bido Budiman mengatakan, terbitnya regulasi baru itu merupakan angin segar bagi perkembangan e-money di Indonesia.
“Berbagai hal yang dinilai menghambat oleh penerbit sudah diakomodasi oleh Bank Indonesia. Misalnya masalah simplifikasi pendaftaran dimana KTP dinilai sudah cukup, izin untuk melaksanakan transaksi antarpelanggan, dan besarnya transaksi,” katanya kepada Koran Jakarta, akhir pekan lalu.
Diharapkannya, regulasi itu akan mendongkrak nilai dari transaksi menggunakan e-money karena di Indonesia penggunaan kartu debit hingga Maret lalu memiliki 7,9 juta transaksi dengan nilai 159 trilliun rupiah. “Pengguna e-money itu adalah irisan dari kartu debit. Saya yakin pengguna e-money akan bertambah tahun ini,” katanya tanpa berani memprediksi angka transaksi e-money.
Bido mengatakan, hal lain yang menjadi keuntungan jika e-money diimplementasikan adalah akan mampu membuat masyarakat yang belum memiliki rekening bank menjadi bankable, serta akan mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat.
Berdasarkan catatan, di Indonesia jumlah rekening adalah 45 persen dari total populasi. Diharapkan adanya e-money akan mendongkrak jumlah pemilik rekening menjadi 73 persen dari total populasi.
Masih Mencari
Sementara itu, Direktur Pemasaran Indosat Guntur S Siboro mengatakan, jasa dompet digital masih mencari bentuknya di Indonesia. “Kami sudah mengomersialkannya tetapi untuk kelompok tertentu,” katanya.
Guntur mengatakan, tantangan yang dihadapi untuk mengembangkan dompet digital terletak pada cara mendorong pelanggan menggunakannya, memperluas mitra merchant, dan mempermudah pelanggan mengisi kembali uangnya di dompet digital.
VP Digital Business Telkomsel Bambang Suprayogo mengakui, ternyata tidak mudah mengembangkan dompet digital di Indonesia. “Ternyata tidak semudah prediksi awal. Banyak tantangannya. Walaupun regulasi dari Bank Indonesia bisa mendorong jasa ini, tetapi saya rasa masih butuh waktu untuk diterima masyarakat,” katanya.
Untuk diketahui, Telkomsel membenamkan dana sebesar 50 juta dollar AS guna mengembangkan T-Cash. Sebelumnya Telkomsel optimistis, dalam waktu dua tahun dana itu akan kembali jika sepanjang tahun lalu ada 5 juta pelanggan yang menggunakan layanan tersebut. Namun, kenyataan berbicara lain. Hingga sekarang T-Cash hanya mampu menggoda 120 ribu dari 71 juta pelanggan Telkomsel.
Melihat hal itu, Bido menyarankan para pemain secepatnya melakukan konsolidasi dengan menentukan model bisnis terbaik untuk mengembangkan e-money. “Regulasi sudah mendukung. Sekarang tinggal para pemain menanggalkan ego sektoral agar masing-masing infrastruktur bisa dioptimalkan,” katanya.
Untuk diketahui, di luar negeri layanan ini memiliki tiga model bisnis yakni operator telekomunikasi yang menjadi pemimpin (Led by operator), Bank yang menjadi pemimpin (Led by Bank), atau dijalankan oleh pihak ketiga (led byIndependent Service Provider led).
Direktur Teknologi Informasi & Operasional Bank Permata Georgino Godong mengatakan, tidak tepat menggunakan model bisnis dengan saling menentukan industri mana yang menjadi pemimpin di jasa tersebut. “Bagi saya yang tepatnya adalah saling berbagi infrastruktur. Ini sudah kami mulai dengan mengujicoba ponsel pay,” katanya.
Ponsel Pay adalah sistem transaksi berbasis nomor ponsel di jaringan GSM dan CDMA yang digunakan sebagai basis rekening e-money. Model menggandeng semua operator seperti Bank Permata ini adalah yang pertama diperkenalkan di Indonesia.
Perlu Bandar
Secara terpisah, Praktisi Telematika Mochammad James Falahuddin menilai kendala terbesar pada pengembangan dompet digital oleh operator seluler karena belum ada ‘bandar’ atau payment exchange gateway alias kliring house yang menjadi jembatan transaksi antar operator dan bank.
Dikatakannya, syarat eksklusifitas itu membuat operator membebankan biaya ke pelanggan, sehingga ujung-ujungnya biaya transaksi menjadi mahal jika di relatifkan ke nilai barang yang akan ditransaksikan.
”Posisi perbankan lebih kuat di jasa ini karena sudah memiliki infrastrukturnya. Dan bagi Bank mengembangkan sendiri akan lebih menguntungkan karena uang nasabah tidak keluar dari sistem dalam bentuk tunai,” katanya.
James mengingatkan, pemerintah juga harus mulai melengkapi jasa ini dengan badan pengawas yang akan bertindak sebagai wasit jika ada masalah dalam rekonsiliasi dan settlement antarprovider. “Dan tentunya menjadi hakim untuk keluhan pelanggan,” tegasnya.[dni]