JAKARTA—Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) berkeyakinan penambahan dua pasal yang dialamatkan ke Carrefour Indonesia akan menguatkan dugaan praktik monopoli oleh peritel tersebut.
“Tidak benar itu penambahan dua pasal akan melemahkan penyelidikan. Semua berdasarkan fakta temuan baru dari pemeriksaan awal,” ujar Ketua Tim Pemeriksa Kasus Carrefour Dedie S Martadisastra kepada Koran Jakarta Kamis (14/5).
Untuk diketahui, awalnya Carrefour diganjar dengan pasal pasal 17 dan 25 dari UU No 5/99 tentang persaingan tidak sehat.
Pasal 17 berisi tentang pelarangan menguasai alat produksi dan penguasaan barang yang bisa memicu terjadinya praktik monopoli.
Sedangkan pasal 25 ayat 1 berisi tentang posisi dominan dalam menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan tujuan untuk mencegah dan atau menghalangi konsumen memperoleh barang dan atau jasa yang bersaing, baik dari segi harga maupun kualitas.
Namun, hasil pleno KPPU pada Rabu (13/5) memutuskan perlunya ada dua pasal tambahan yakni pasal 20 tentang larangan predatory pricing atau menjual rugi dan pasal 28 tentang larangan melakukan penggabungan atau peleburan badan usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
Penambahan dua pasal baru itu dinilai sejumlah praktisi justru mudah dimentahkan oleh Carrefour nantinya mengingat dalam menghitung predatory pricing yang digunakan adalah variable cost. Sedangkan KPPU tidak memiliki wewenang untuk masuk hingga biaya produksi satu perusahaan.
Sementara untuk pasal akuisisi dinilai tidak kuat mengingat Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur belum diterbitkan. Dan Peraturan komisi pun masih dalam tahap konsultasi publik.
Menanggapi hal itu, Dedie mengatakan masalah predatory pricing ditemukan dari bukti baru dimana terjadi pada pasar hilir. “Carrefour jual rugi menghadapi pesaingnya seperti Giant,” katanya.
Berkaitan tentang belum adanya PP akusisi, Dedie mengatakan, UU No 5/99 sudah cukup untuk menguatkan masalah merger. “Selain itu KPPU sudah ada guideline masalah merger. Jika dipertanyakan PP, sebaiknya ditanya ke pemerintah saja,” katanya.
Dedie menegaskan, setelah melakukan pemeriksaan awal selama 30 hari dugaan meningkatnya posisi tawar Carrefour pasca akuisisi supermarket Alfa semakin kuat dengan menguasai 50 persen pangsa pasar, terutama di downstream, dan mengakibatkan kerugian di pihak lain.
Secara terpisah, pengamat persaingan usaha Rikrik Rizikyana mengatakan, dimasukkannya tentang predatory pricing tidak akan melemahkan jika KPPU dalam menghitung berhasil masuk hingga mengetahui struktur biaya produksi.
“KPPU jangan membandingkan dengan variabel cost milik perusahaan lain. Itu akan lemah,” katanya.
Berkaitan dengan dimasukkannya masalah merger, Rikrik menilai, secara value sudah diwakili oleh UU.”Yang dipermasalahkan hanya mergernya saja. Tidak perlu sampai teknis menunggu PP,” katanya.[dni]