JAKARTA–Garuda Indonesia meminta jaminan ke pemerintah Northern Teritory akan kepastian dari tingkat isian (load factor) jika kembali membuka rute Jakarta-Darwin.
“Jika memang pemerintah setempat bisa memberikan jaminan akan ada load factor yang tinggi tentunya Garuda tidak akan keberatan untuk membuka rute yang baru ditutup belum lama ini,” ujar Direktur Utama Garuda Indonesia Emirsyah Satar di Jakarta, Kamis (23/4).
Dikatakannya, alasan dari Garuda menutup rute tersebut karena selama ini selalu mengalami kerugian. Hal ini karena dari total 200 ribu jiwa penduduk di wilayah tersebut hanya setengahnya yang suka berpergian.
Apalagi banyak penerbangan internasional yang telah menutup rute tersebut seperti Silk Air dan Royal Brunei. Bahkan Australia hanya menggunakan maskapai low cost carrier, Jet Star, untuk melayani rute tersebut.
“Terus terang daripada rugi terus lebih baik ditutup. Ini justru membantu Garuda mengoptimalkan armada ke rute lainnya. Hal ini karena Garuda kekurangan armada,” katanya.
Dikatakannya, selama ini Garuda mengalami masalah dengan minimnya frekuensi rute internasional. “Jika hanya sekali sehari itu tidak menguntungkan. Karena itu yang tidak menguntungkan ditutup untuk dialihkan ke rute internasional yang gemu seperti Malaysia,” katanya.
Optimalisasi
Direktur Komersial Garuda Agus Prijanto mengungkapkan, Garuda sedang melakukan optimalisasi armada untuk menunjang restrukturisasi rute.
“Ini dilakukan karena sebentar lagi akan diberlakukan ruang udara Asean yang terintegrasi. Kita tidak mau Garuda hanya akan menjadi penonton,” katanya.
Startegi yang dilakukan diantaranya mengoptimalkan empat armada Airbus 330-200 baru untuk penerbangan regional diantaranya ke Tokyo, Incheon (Korea), dan Sydney.
“Jika masih ada idle capacity rencananya akan digunakan untuk rute domestik baru,” katanya.
Berdasarkan catatan, Garuda memiliki 51 unit pesawat dan tahun ini ditargetkan menjadi 67 unit pesawat.
Garuda pada tahun lalu meraih laba bersih sebesar 669 miliar.
Pencapaian tersebut dapat diraih berkat berbagai langkah dan program dalam aspek komersial, operasional, keuangan, peningkatan produktifitas karyawan serta program efisiensi yang dilaksanakan Garuda Indonesia pada tahun 2008.
Perseroan juga berhasil meningkatkan pendapatan usaha (operating revenue) secara signifikan, dimana pada tahun 2007 pendapatan usaha mencapai sebesar 14,2 triliun rupiah dan pada tahun 2008 meningkat hingga 37 persen menjadi 19,4 triliun rupiah.
Pada tahun lalu, maskapai tersebut berhasil mengangkut 10,1 juta penumpang atau meningkat sebanyak 9 persen ketimbang tahun sebelumnya.
“Tahun ini Garuda menargetkan jumlah penumpang dan keuntungan tumbuh sekitar 37 persen alias sama dengan tahun lalu,” kata Emirsyah.
Restrukturisasi Hutang
Pada kesempatan sama, Direktur Keuangan Garuda Eddy Porwanto mengungkapkan pada Juni nanti masalah restrukturisasi hutang Garuda dengan kreditur (ECA dan Bank Mandiri) akan selesai.
“Dengan ECA sudah selesai. Sedangkan dengan Bank Mandiri tahap pembuatan dokumen,” katanya.
Garuda tercatat memiliki total hutang 650 juta dollar AS. Sebanyak 60 persen atau 450 juta dollar AS dalam mata uang Dollar AS dan sisanya rupiah.
Eddy menjelaskan, molornya masalah negosiasi restrukturisasi karena adanya krisis global yang membuat fundamental keuangan berubah.
“Tapi ini tidak mengubah belanja modal Garuda tahun ini sebesar 100 juta dollar AS. Pemenuhannya melalui kas internal,” jelasnya.
Berkaitan dengan rencana Initial Public Offering (IPO) Eddy mengatakan, sudah dalam tahap finalisasi. ” Tinggal menunggu situasi pasar. Masuk saat kondisi indeks melemah merugikan Garuda,” katanya.
Dikatakannya, sesuai kajian maksimal jumlah saham yang akan dilepas ke pasar hingga 40 persen sesuai persetujuan pemegang saham yang diwakili kementrian BUMN dan DPR.[Dni]