JAKARTA—PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) mengonsumsi 20 persen dari produksi avtur milik PT Pertamina (Persero).
“Garuda dengan 89 pesawat yang dimilikinya mengonsumsi 20 persen aviasi nasional. Jika jumlah armadanya meningkat menjadi 154 unit, maka konsumsi aviasinya bisa naik dua kali lipat,” ungkap Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan di Jakarta, Senin (5/3).
Direktur Utama Garuda Indonesia Emirsyah Satar mengungkapkan, setiap tahunnya perseroan mengeluarkan dana sebesar 9 triliun rupiah untuk pembelian avtur kepada Pertamina dan juga Perusahaan asing penyuplai avtur di bandara-bandara luar negeri.
“Kami mengonsumsi avtur sebanyak 1,1 miliar liter per tahun untuk pengoperasian pesawat-pesawat. Pertamina menyuplai avtur kepada Garuda Indonesia sebanyak 700 juta liter per tahun atau 74 persen dari total konsumsi, sedangkan sisanya sebanyak 400 juta liter berasal dari perusahaan minyak asing,” katanya.
Direktur Keuangan Garuda Indonesia Elisa Lumbantoruan menambahkan, pada saat ini perseroan tidak memiliki utang pembelian avtur kepada Pertamina. Perseroan melakukan pembayaran avtur Pertamina setiap dua minggu sekali.
“Harga avtur pertamina lebih mahal dibandingkan dengan harga avtur di luar negeri. Kita tidak tahu kenapa avtur Pertamina lebih mahal. Makanya pembayaran selalu cepat,” tutur Elisa.
Karen kala dikonfirmasi menjelaskan, harga avtur Pertamina lebih mahal dibandingkan dengan bandara-bandara luar negeri dikarenakan Pertamina dikenakan biaya tambahan dari pengelola bandara Indonesia. “Misalnya, untuk penggunaan selang pengisian avtur kita dikenakan biaya tambahan.” ungkap Karen.
Akurat
Lebih lanjut Emirsyah menjelaskan, guna meningkatkan efisiensi dan akurasi proses penyiapan data dan pembayaran penggunaan avtur antara kedua perusahaan, diluncurkan aplikasi fuel reconcile system (sistem pembayaran avtur terintegasi) melalui Fuel Online Garuda (FOGA) dan Online Sales Distribution System (OSDS).
“Melalui aplikasi ini, data pengisian avtur dapat diketahui kedua belah pihak secara cepat. Dengan transaksi 25 miliar rupiah perhari atau 9 triliun rupiah per tahun, maka verifikasi dapat dilakukan dengan lebih cepat dan akurat. Garuda juga dapat melakukan penghitungan perencanaan penggunaan avtur secara lebih cepat dan tepat,” kata Emir.
Menurutnya, sistem aplikasi ini juga akan mengurangi tingkat keterlambatan dalam pengisian bahan bakar ke pesawat. “Dalam empat tahun kedepan jumlah pesawat kami mencapai 154 unit pesawat, sedangkan jika ditambah anak usaha PT Citilink Indonesia menjadi 180 unit pesawat, untuk itu sistem pembayaran avtur terkoneksi ini sangat dibutuhkan,” lanjutnya.
Saat ini keseluruhan proses FOGA sudah dilakukan di bandara yang diterbangi oleh Garuda meliputi 33 bandara domestik dan 17 bandara internasional. Ke depannya, sistem FOGA-OSDS ini akan dikembangkan untuk Branch Office Garuda overseas yang dilayani oleh Pertamina, yaitu Singapura, Bangkok, Kuala Lumpur, Hongkong, dan Seoul,
Karen menambahkan, aplikasi FOGA-OSDS ini dipastikan dapat membuat proses bisnis menjadi lebih efektif dan efisien. “Melalui FOGA-OSDS, kedua perusahaan dapat memonitor transaksi pengisian bahan bakar dan delivery receipt sebagai bukti pengisian fuel secara realtime,” kata Karen.
Selain itu, tambah dia, proses verifikasi sejak dini dapat dilakukan, sehingga proses pencatatan dan penagihan menjadi sangat efektif dan efisien bagi kedua perusahaan. Hal ini, menurutnya, akan membantu Pertamina dalam hal angkut penagihan, sehingga cash flow perseroan akan lebih baik.
“Sebelumnya pembayaran avtur oleh Garuda kepada Pertamina dilakukan dalam tempo dua minggu sekali. Sedangkan untuk sistem yang baru ini pembayaran dilakukan pada keesokan harinya,” tambah Elisa.[dni]
Tinggalkan komentar
Belum ada komentar.
Tinggalkan Balasan