Lembaga analis Media Partners Asia (MPA) dalam laporannya tentang pasar TV Berbayar dan Pitalebar Asia Pasifik 2011 yang diterbitkan belum lama ini mengatakan dinamisme ekonomi dan persaingan multi platform telah meningkatkan konsumsi TV berbayar dan pitalebar di Asia Pasifik.
Dari laporan tersebut, terungkap bahwa pada 2010 lalu, jumlah rumah tangga yang menjadi pelanggan layanan TV digital di kawasan ini telah mencapai 148 juta rumah tangga .
Angka ini diprediksi akan mencapai 362 juta empat tahun mendatang dan pada 2020 akan mencapai 483 juta rumah tangga yang dipicu oleh adopsi digital oleh jutaan rumah tangga di China dan India serta proses digitalisasi di negara lain.
Hal ini berarti, penetrasi digital rumah tangga pengguna TV berbayar tumbuh dari 20 persen di 2010 mejadi 42 persen pada 2015, dan 52 persen pada 2020.
Di Indonesia, perkembangan TV kabel digital juga akan terus tumbuh seiring dengan pertumbuhan internet broadband di Indonesia. Di Singapura, saat ini 60 persen warganya sudah memiliki broadband Internet, sementara di Indonesia baru 2 persen.
Pada tahun ini, jasa TV berbayar di Indonesia diproyeksikan tumbuh 30 persen atau mencapai 1,69 juta pelanggan. Sedangkan pada tahun lalu penetrasi TV berbayar hanya mencapai 1,3 juta sambungan.
Angka ini adalah yang terendah di kawasan Asia Tenggara mengingat potensi pasar yang dimiliki Indonesia adalah 40 juta rumah tangga pemilik TV. Seharusnya, pengguna TV berbayar diestimasikan sebesar 12 juta pelanggan atau sekitar 30 persen dari total populasi TV nasional.
Di Indonesia pemain TV berbayar ada beberapa pemain seperti Indovision, Telkom Vision, Aora TV, First Media, Mega Vision, dan IM2. Tiga pemain menguasai pasar dengan jumlah pelanggan yang signifikan yakni Indovision (700 ribu pengguna), TelkomVision (300 ribu pelanggan), dan First Media (150 ribu pelanggan). Belum lama ini dua pendatang baru meramaikan persaingan yakni Skynindo dan Orange TV.
Skynindo merupakan operator televisi berbayar menggunakan akses satelit Palapa D milik Indosat sebesar 2 transponder (72 MHz) pada pita C-band yang mendapatkan izin operasional sejak pertengahan tahun lalu. Saat ini Skynindo memiliki 30 ribu pelanggan dan membidik menjadi 70-100 ribu pelanggan pada akhir tahun nanti.
Sementara PT Mega Media Indonesia sebagai pemegang merek Orange TV bakal menyasar pasar di daerah seperti di Sumatera dan Kalimantan selain tentunya menyasar pasar kota-kota besar.
Pasar Besar
Direktur Marketing and Sales Aora TV Guntur S. Siboro mengungkapkan pihaknya tidak terlalu mengkhawatirkan persaingan karena pasar yang masih sangat besar.
”Tidak perlu rebutan pelanggan. Dengan pemilik televisi lebih dari 40 juta rumah tangga, sementara pasar yang tergarap baru 2,5 persen, kami optimistis bisa menciptakan pangsa pasar baru,” katanya.
Diungkapkannya, saat ini pelanggan Aora TV sudah di atas 100.000 rumah tangga berkat strategi pemasaran ala operator seluler yang menawarkan produk sesuai kebutuhan segmen.
”Untuk konten tidak banyak bedanya, kuncinya adalah menjadikan penawaran sesuai dengan segmen pelanggan yang mau dituju. Ruang utk inovasi memang lebih terbatas dibanding telco tapi tingkat pindah pelanggan (churn) di pay TV lebih susah dibanding telco karena ada proses instalasi perangkat yang tidak gampang,” katanya.
Direktur Pengembangan Usaha Skynindo Widodo Mardijono mengungkapkan, pasar yang potensial digarap adalah rumah tangga yang menggunakan parabola dimana jumlahnya ada sekitar 4juta rumah tangga dan umumnya pointing diarahkan ke Satelit Palapa D milik Indosat.
”Inilah alasan adanya Skynindo Box . Harga perangkat dengan kualitas High Definition (HD) ini resminya sekitar satu juta rupiah. Kami memangkasnya menjadi 600 ribu rupiah diluar bonus-bonus siaran gratis demi menggarap segmen pengguna parabola,” katanya.
Direktur Utama Telkom Vision Elvizar KH melihat adanya sejumlah faktor yang membuat penjualan TV berbayar di Indonesia masih belum bergairah yakni masalah tarif berlangganan yang belum menarik dan dukungan dari penyedia konten lokal yang relatif masih lemah.
”Konten di TV berlangganan itu didominasi oleh investor asing. Hampir 50 persen biaya operasional disedot untuk belanja konten. Ini sangat mempengaruhi biaya berlangganan,” katanya.
Diungkapkannya, saat ini perseroan memiliki 750 ribu pelanggan yang terdiri atas pengguna pascabayar melalui satelit sebanyak 55 persen, prabayar (30%), dan kabel lima persen. Pada akhir 2011, ditaregtkan ada satu juta pelanggan Telkom Vision.
“Kami ingin mengubah komposisi itu menjadi 50 persen pasca bayar, 40 persen prabayar, lima persen kabel, dan lima persen atau sekitar 50 ribu dari target satu juta pelanggan dari jasa baru, Internet Protocol TV (IPTV), “ungkapnya.
Ubah Pola Pemasaran
Lebih lanjut Elvizar mengungkapkan, untuk menggenjot penjualan IPTV yang diusung dengan merek Groovia TV, telah diubah pola pemasaran dengan mengedepankan fitur TV ketimbang broadband internet.
IPTV adalah layanan televisi layaknya penyiaran biasa, namun jaringannya berbasis kepada internet protocol (IP). Layanan ini didefinisikan sebagai Interactive Personalize TV menggunakan kabel untuk bisa diakses pelanggan dan dijamin tingkat kerahasiaannya sehingga pelanggan bisa mereview menggunakan jaringan kabel telepon dan kabel broadband dalam satu waktu.
Layanan ini memiliki keunikan dimana pelanggan pemegang kontrol terhadap konten yang disiarkan berkat adanya berbagai fitur yang memungkinkan pelanggan untuk record, pause, dan rewind tayangan TV favoritnya dalam jangka waktu tiga hari. Selain itu juga ada fasilitas video on demand (VoD), game on line bahkan karaoke.
“Keahlian TelkomVision memang dalam menjual layanan TV. Kami optimistis target meraih 50 ribu pelanggan itu tercapai dan pada 2012, khusus IPTV akan digunakan 250 ribu pelanggan,” katanya.
Dijelaskannya, strategi yang dipersiapkan adalah dengan mengedepankan fitur unggulan dari IPTV yakni Video On Demand (VoD) hasil kerjasama dengan HBO. “VoD yang dimiliki TelkomVision sesuai dengan standar yang ada yakni berjalan di kabel melalui akses internet sehingga terjadi interaktif menonton TV. Ini berbeda dengan milik competitor,” tegasnya.
Dikatakannya, IPTV tak lama lagi akan dipasarkan ke Medan, Surabaya, Bandung, dan Yogyakarta hingga tahun depan. Sedangkan untuk akses melalui PC dan mobile ditunda dulu.
Menurut Praktisi telematika Bayu Samudiyo para penyedia TV berlangganan sudah tepat mengadopsi strategi pemasaran ala operator telekomunikasi untuk meningkatkan penetrasi pasar mengingat stigma di masyarakat berlangganan produknya mahal.
“Mengingat konten yang ditawarkan hampir sama, level persaingan ada di pelayanan. Bagi operator yang didukung oleh jasa telekomunikasi tentu akan lebih lama bertahan mengingat era ke depan adalah konvergensi layanan,” katanya.[dni]
November 8, 2011
Kategori: Uncategorized . . Penulis: doniismanto . Comments: Tinggalkan komentar