Bisnis menara telekomunikasi memang menggiurkan. Pada 2009 saja diperkirakan nilainya mencapai 100 miliar rupiah. Saat ini diperkirakan ada 45.000 menara yang berdiri di tanah air. Sebanyak 13 persen diantaranya disediakan oleh pemain lokal. Hingga 2012 nanti nilai bisnis sub sektor ini bisa mencapai 40 triliun rupiah.
Biasanya rata-rata pendapatan dari bisnis sewa menara sekitar 171 juta rupiah per tahun per penyewa. Satu menara bisa disewa oleh beberapa penyewa dengan masing-masing kontrak sewa berjangka waktu 8-10 tahun sehingga pendapatan pelaku usaha di sektor ini cenderung stabil.
Para pemain lokal berpeluang menjadi raja di bisnis ini karena Kemenkominfo melalui Permen Menara Bersama melindungi pengusaha lokal untuk bermain di sektor ini. Hal itu terlihat dalam Pasal 5 ayat 1 dan 2 dalam Permen itu.
Pasal 5 ayat 1 menyebutkan bidang usaha jasa konstruksi untuk pembangunan menara sebagai bentuk bangunan dengan fungsi khusus merupakan bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal asing.
Pada ayat 2 dikatakan, penyedia menara pengelola menara, atau kontraktor menara yang bergerak dalam bidang usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat 1 adalah badan usaha Indonesia yang seluruh modalnya atau kepemilikan sahamnya dimiliki oleh pelaku usaha dalam negeri.
Operator telekomunikasi pun tak ketinggalan menyewakan menaranya karena sesuai aturan menara bersama hal itu dimungkinkan. Contoh operator yang sukses bermain dalam menyewakan menara adalah XL Axiata yang mampu meraup omset 850 miliar rupiah dari 5200 menara yang disewakan.
”Rencananya, pada tahun ini jumlahnya akan membengkak karena potensi menara untuk disewakan mencapai8.500 site,” ungkap Direktur Jaringan XL Axiata Dian Siswarini di Jakarta, (20/4).
Direktur Utama Telkomsel Sarwoto Atmosutarno mengungkapkan, perseroan berencana menyewakan 10 ribu menara yang tersedia saat ini dengan fokus di wilayah Jawa dan Bali. Sebelumnya, dua ribu menara sudah disewakan yang berkoniribusi 2 persen bagi total pendapatan Telkomsel tahun lalu mencapai 45 triliun rupiah.
Penyewaan menara milik Telkomsel ini dilakukan sambil menunggu pelepasan 10.000 menara miliknya ke PT Daya Mitra Telekomunikasi (Miratel). anak usaha Telkom lainnya.
Selain operator, perusahan penyedia menara juga ikut menikmati gurihnya bisnis menyewakan infrastrukturnya. Dua perusahaan malah telah mencatatkan sahamnya di lantai bursa. Kedua perusahan itu adaalah PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) dan PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR).
TBIG pada tahun lalu mencatatkan omset 671 miliar rupiah dengan 3.104 menara. Sementara TOWR membukukan pendapatan 1,355 triliun rupiah dengan 4.410 menara.
CEO Tower Bersama Herman Setya Budi mengatakan strategi perusahaan tahun ini akan tetap mengikuti role out nasabah telekomunikasi ke daerah luar Jawa atau dengan mengikuti pembangunan jaringan operator telekomunikasi.
Pengamat ekonomi dari Universitas Trisakti Fransiscus Paschalis mengungkapkan, bisnis penyewaan menara masih menarik karena margin laba yang ditawarkan masih besar dengan biaya perawatan yang rendah.
”Tantangan yang dihadapi oleh pelaku usaha ini adalah perkembangan teknologi yang memungkinkan menara tidak menjadi kebutuhan utama lagi untuk pengembangan jaringan. Saat ini jika para pemain ingin mengembangkan infrastrukturnya, cara terbaik adalah akuisisi menara milik operator telekomunikasi sehingga lebih hemat biaya dan mengurangi dampak sosial ketimbang membangun menara sendiri,” jelasnya.[dni]
Tinggalkan komentar
Belum ada komentar.
Tinggalkan Balasan