Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) akhirnya meloloskan keinginan dari PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL) untuk mengantongi lisensi seluler dengan dikeluarkannya izin prinsip penyelenggaraan jasa tersebut melalui Kepmenkominfo No. 130/KEP/M.KOMINFO/4/2011 pekan lalu.
Kepala Pusat Informasi dan Humas Kemenkominfo Gatot S. Dewa Broto menjelaskan izin prinsip diberikan kepada BTEL dengan penuh kehati-hatian disertai pengenaan kewajiban pembangunan kepada operator tersebut.
“Kewajiban yang harus dipenuhi adalah BTEL harus membangun prasarana dan sarana di empat provinsi, yaitu Jabar, Jateng, Jatim, dan Yogyakarta, selain beberapa persyaratan teknis lainnya,” tuturnya di Jakarta, belum lama ini. .
Dijelaskannya, izin prinsip diberikan kepada pemerek dagang esia itu dengan batas waktu hingga 2 tahun sebelum akhirnya diberikan lisensi resmi setelah melalui tahap uji laik operasi (ULO). Batas waktu dua tahun itu adalah jika komitmen dalam masa izin prinsip membangun 19 BTS tak bisa dipenuhi.
Selama ini, BTEL mengantongi lisensi Fixed Wireless Access (FWA). Pembeda antara layanan FWA dan seluler adalah pengguna FWA hanya boleh menggunakan nomor tersebut hanya di wilayah tersebut, tidak boleh membawanya ke luar kode area. Sedangkan seluler prefix number yang digunakan berlaku nasional.
Presiden Direktur Bakrie Telecom Anindya N Bakrie mengatakan, masuknya perseroan ke pasar seluler untuk memberikan layanan yang lebih baik kepada pelanggannya dimana sekitar 20 persen dari sekitar 12 jutaan pelangganya sering berpergian sehingga membutuhkan fasilitas roaming ala seluler.
”Potensi pasar di seluler juga lebih besar yakni sekitar 83 triliun rupiah dibandingkan FWA yang hanya 6.6 triliun rupiah,” jelasnya.
Direktur Layanan Korporasi Bakrie Telecom Rakhmat Junaidi menambahkan, walau telah mendapatakan lisensi seluler tidak membuat belanja modal dari perseroan pada tahun ini akan berubah. “Tetap 200 juta dollar AS. Kami hanya membagi saja komposisi pembangunan yang menjadi bagian dari komitmen FWA dan seluler,” jelasnya.
Dikatakannya, pekerjaan rumah lainnya yang harus diselesaikan adalah masalah kesepakatan interkoneksi dengan operator lain akankah penarikan terminasi panggilan berbasis seluler atau FWA mengingat dual lisensi yang dimiliki oleh BTEL.
Ketua Umum Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia (ATSI) Sarwoto Atmosutarno mengatakan, sudah diperkirakan FWA secara teknologi dan layanan bisa menjadi seluler. ”Kita melihatnya sebagai bagian dari konsolidasi industri. Semoga nantinya industri menjadi lebih sehat,” jelasnya.
Menurutnya, kehadiran BTEL sebagai pemain seluler pun tak akan mengubah peta persaingan di pasar karena pada dasarnya masing-masing pemain sudah saling mengambil pasar masing-masing. ”Pasar Indonesia unik, pelanggan tidak akan berhenti di 240 juta pengguna karena masyarakat memiliki lebih dari satu handset. Jadi, peluang operator untuk membuka pasar masih terbuka,” jelasnya.
Direktur Komersial XL Axiata Joy Wahjudi mengaku siap bersaing dengan BTEL jika nantinya akan muncul program pemasaran yang menjurus kepada perang tarif. ”Kami terbuka saja dengan aksi di pasar asalkan ada kesetaraan dalam bersaing,” tegasnya.
Awasi Interkoneksi
Deputy VP Corporate Secretary Telkomsel Aulia E Marinto meminta, jika BTEL sudah mengantongi lisensi seluler, maka interkoneksi yang digunakan haruslah seluler. ”Hal yang harus diwaspadai adalah dari aksi pemasaran dimana dua nomor (FWA dan seluler) aktif secara bersamaan. Nah, kalau sudah begitu harus jelas biaya yang digunakan terutama untuk panggilan onnet. Jika tidak, negara berpotensi dirugikan,” katanya
BTEL sendiri dalam dokumen komitmen membangun seluler menyatakan akan menggunakan frekuensi eksisting dengan pola dinamis dalam memanfaatkan spektrum. Pola dinamis dimaksud adalah membedakan pelanggan seluler dan FWA dengan memanfaatkan Home Location Register (HLR) sebagai referensi. Dalam praktik di lapangan, hal ini dijalankan oleh Mobile-8 dan Smart Telecom melalui aliansi SmartFren dengan produk Lokal Plus. Mobile-8 adalah pemilik dual lisensi seperti BTEL.
Deputy CEO Commercial Smart Telecom Djoko Tata Ibrahim SmartFren mengungkapkan produk lokal Plus digunakan 25 persen dari 6,5 jutaan pelanggannya. ”Kami tidak khawatir jika ada yang meniru produk ini. Rencananya frekuensi milik Smart akan difokuskan untuk data, sementara untuk FWA dan Seluler Mobile-8 Fren untuk layanan suara dan SMS,” jelasnya.
VP Sales and Distribution Axis Syakieb A. Sungkar mengaku tidak khawatir jika nantinya BTEL menggunakan produk ala SmartFren untuk menganggu pasarnya. ”Kita siap saja. Kalau dilihat, produk semacam itu tidak begitu menarik di pasar karena komunikasi pemasarannya rumit,” jelasnya.
Menurut Sekjen Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) Mas Wigrantoro Roes Setiyadi kesuksesan BTEL dengan lisensi seluler akan tergantung banyak hal. Mulai dari komitmen pendanaan yang besar untuk membangun jaringan dan pemasaran, serta paket layanan yang penuh inovasi. ”Kalau mau main di harga (murah) rasanya sama saja bunuh diri. Produk dua nomor dalam satu handset itu memang unik, tetapi selisih tarif jika digunakan satu nomor itu tidak terlalu besar,” jelasnya.
Praktisi telematika Teguh Prasetya menjelaskan, pemain seluler berbasis teknologi GSM akan lebih unggul ketimbang Code Division Multiple Access (CDMA) karena beragamnya ketersediaan perangkat bagi pengguna dan keleluasaan roaming ke luar negeri.
Menurutnya, dimintanya lisensi seluler oleh BTEL erat kaitannya dengan mulai tidak bersaingnya BTEL sebagai pemain FWA dengan para pemain seluler. Hal ini karena dampak dari biaya interkoneksi antar operator yang tidak pro fwa lagi. Biaya interkoneksi FWA dan seluler hampir tidak ada bedanya lagi. Sementara biaya interkoneksi fixed line tetep murah.
”Revenue Per Minute (RPM) antara seluler dan FWA juga sudah tidak ada beda. RPM seluler antar 100-200 rupiah, sementara FWA 150-200 rupiah. Kalau melihat kondisi seperti ini, pemerintah harus memberikan lisensi seluler juga bagi Telkom Flexi dan Indosat StarOne yang masih bermain di FWA,” tegasnya.[dni]
April 19, 2011
Kategori: Uncategorized . . Penulis: doniismanto . Comments: Tinggalkan komentar