Simak data berikut ini. Pada 2009 Badan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) menunjukkan pengiriman uang (Remitansi) yang dikirim Tenaga Kerja Indonesia (TKI) mencapai 6,77 miliar dollar AS. Sebanyak 40 persen remitansi berasal dari Malaysia.
Sedangkan Bank Indonesia (BI) mencatat jumlah remitansi oleh TKI dari luar negeri ke Indonesia mencapai 5,03 miliar dollar AS selama 2010 sampai dengan September. Jumlah ini meningkat 2,44 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu sebesar 4,91 miliar dollar AS.
Dari total jumlah tersebut, remitansi TKI yang berasal dari Asia mencapai 2,81 miliar dollar AS, Timur Tengah dan Afrika 2,07 miliar dollar AS, Amerika 78,3 juta dollar AS, serta Eropa dan Australia 75,4 miliar dollar AS.
Bagi pelaku bisnis remitansi keuntungan dari menjalankan usaha ini berasal dari pendapatan biaya administrasi dan selisih kurs karena biasanya pengiriman dilakukan dalam valuta asing. Remitansi (remittance) biasanya dikenal dua produk yakni kiriman uang dari luar negeri ke dalam negeri (inward remittance) dan dari dalam negeri ke luar negeri (outward remittance).
Pemain utama di bisnis remitansi ini umumnya lembaga keuangan seperti perbankan diantaranya BNI atau Bank Mandiri, serta Western Union.
Besarnya fee yang didapatkan bank konvensional dari bisnis ini juga membuat sejumlah BPR pun ikut tergerak untuk melayani pengiriman uang TKI ini. Bahkan kantor pos juga tak ketinggalan membidik bisnis ini, sebagai salah satu pendongkrak pendapatannya.
Terbaru adalah operator telekomunikasi yang ingin mengoptimalkan izin Kegiatan Usaha Pengiriman Uang (KUPU) dari Bank Indonesia. Telkomsel, XL, dan Indosat adalah tiga operator yang mulai bermain di bisnis ini sejak tahun lalu.
Kabar terakhir adalah induk usaha Telkomsel, PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) yang akan meluncurkan jasa remitansi melalu produk Delivery Money Access (Delima) pada awal Februari nanti.
Direktur Teknologi Informasi Telkom Indra Utoyo mengungkapkan, perseroan sudah mengantongi izin KUPU dan tengah melalkukan uji coba layanan secara internal di lokasi mitra yang akan menjadi agen dan Plasa Telkom. “Rencana softlaunching ke eksternal awal februari dan komersial pada akhir Februari,” katanya.
Diungkapkannya, belajar dari operator di negara lain seperti Kenya dan Filipina yang telah matang di bisnis remitansi, jika ingin sukses maka ekosistemnya harus bersifat membuka saluran non-bank sebagai agen pencairan dan pengiriman (cash-in/cash-out).
“Untuk fase pertama dari model bisnis Delima akan bersaing dengan pemain seperti Western Union dimana pasar TKI akan menjadi bidikan utama,” katanya.
Sedangkan untuk menyukseskan fase pertama, tahap awal fokus Telkom adalah menggarap pasar domestik market domestik, setelah dipercaya pelanggan baru masuk ke pasar international. “Telkom ingin unggul dari sisi biaya, jangkauan, dan integrasi dengan notifikasi ponsel,” jelasnya.
Head of Corporate Communication Telkom Eddy Kurnia menambahkan Delima akan bekerjasama dengan sejumlah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) pada tahap awal, selain akan memberikan layanan di outlet Telkom secara bertahap.
“Delima melayani pengiriman uang domestik dan segera dikembangkan untuk pengirman uang multilateral (antar negara). Pengambilan dapat dilakukan di cashpoint (outlet) mana saja yang berlogo Delima, termasuk di Plasa Telkom. Jumlah maksimal uang yang dikirimkan satu kali adalah 5 juta rupiah,” jelasnya.
Diungkapkannya, keunggulan dari Delima secara produk adalah bersifat real time dimana
pengiriman uang langsung sampai ke penerima. Aman, karena pengiriman uang yang dilengkapi dengan kode transfer sehingga hanya penerima yang dapat mengambil dananya. Jangkauan luas karena pengambilan uang dapat dilakukan di cashpoint mana saja yang berlogo DELIMA. Dan tentu saja mudah karena mengirimkan uang tidak harus memiliki rekening bank.
Dijelaskannya, cara melakukan pengiriman uang dengan Delima adalah pengirim mendatangi cashpoint dengan membawa indentitas diri. Setelah itu pengirim akan mendapatkan resi pengiriman, kemudian hubungi penerima dan menarik dana di cashpoint Delima. Pengirim nantinya akan mendapatkan SMS notifikasi jika penerima telah melakukan pencairan. Biaya pengiriman ditanggung oleh pengirim.
Tidak Mudah
Pengamat Telekomunikasi Guntur S. Siboro mengatakan E-money akan lebih mudah dilakukan kalau lisensi p-to-p remittance sudah ada. Namun tidak semudah itu menjalankannya karena nature bisnisnya adalah keuangan atau perbankan.
“Di Filipina operatornya menggunakan eksekutif perbankan untuk menjalankan bisnis ini karena orang telekomunikasi kurang mengerti. Disisi lain bank dan lembaga keuangan akan merasa tersaingi sehingga pasti melakukan perlawanan,” katanya.
Hal lain yang menjadi tantangan untuk perusahaan seperti Telkom adalah budaya perusahaan dan regulasi yang belum matang. “Di Indonesia regulatornya sedang bingun soal ini. Tanggungjawabnua di Bank Indonesia, Kemenkominfo, atau keduanya,” jelasnya.
Sementara Praktisi Telematika Mochammad James Falahuddin menilai, Delima akan susah bersaing jika bermain di pasar domestik karena kompetitornya adalah Western Union, Bank, dan Kantor Pos. “Kalau pasar dalam negeri akan susah. Biaya transfer melalui ATM saja rendah, belum lagi PT Pos dengan sebaran kantornya yang sampai pelosok. Telkom harus berani mempertajam positioning produk ini sebelum diluncurkan. Fokus dan segmentasi pada pasar tertentu adalah kunci utama untuk menjadi pemenang,” katanya.
Secara terpisah, Anggota Komite Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Heru Sutadi mengakui, arah dari industri telekomunikasi adalah konvergensi dimana operator bisa menjelma menjadi berbagai penyelenggara. “Ke depan konvergensi tidak hanya menyangkut telekomunikasi, penyiaran dan internet tapi ke sektor lain. Masalahnya regulasi belum mendukung,” katanya.
Dijelaskannya, telekomunikasi hanyalah infrastruktur di era konvergensi yang menjadi urat nadi banyak bisnis termasuk perbankan. “Nah ini yang harus secara nasional dipahami dan dibuat aturannya. Soalnya, operator sekarang jadi bank, stasiun televisi, penyedia vending machine, itu hal yang memungkinkan,” katanya.
Menurutnya, pihak pemerintah yang menangani sektor perbankan, perdagangan, telekomunikasi harus duduk bersama menentukan bagaimana menyikapi perkembangan industri ini. “Sangat disayangkan, BI tdk pernah mengundang atau berdiskusi dengan kita menyangkut sinergi soal M money,” keluhnya.[dni]
Januari 27, 2011
Kategori: Uncategorized . . Penulis: doniismanto . Comments: Tinggalkan komentar