JAKARTA—PT Angkasa Pura I (Persero) atau AP I berencana masuk ke bisnis maintenance, repair and overhaul (MRO) atau perawatan pesawat.
untuk mendongkrak pendapatan non aeronautika tahun depan,
“Seiring dipisahkannya Air Traffic Services (ATS) dari pengelola bandara, kami harus pintar-pintar mencari pemasukan baru. Salah satunya bermain di bisnis MRO,” ungkap Direktur Komersial dan Pengembangan Usaha AP I Robert Waloni di Jakarta, Selasa (16/11).
Guna mewujudkan bisnis tersebut, perseroan berencana membangun hangar di Bandara Sultan Hasanuddin Makassar. Lokasi ini juga rencananya akan didirikan hotel transit.
“Makassar itu ditetapkan pemerintah sebagai bandara hub utama di Indonesia bagian Timur. Sehingga menurut kami bandara itu harus dilengkapi dengan hotel transit, fasilitas MRO dan perkantoran,” katanya.
Selain itu, di Makassar jumlah pergerakan penumpang dan pesawat yang melalui Sultan Hasanuddin merupakan tertinggi ketiga dari tiga belas bandara yang dikelolanya. Bandara tersebut hanya kalah dari Bandara Juanda Surabaya dan Ngurah Rai Denpasar.
Berdasarkan laporan tahunan AP I menyebut pada 2009 lalu Sultan Hasanuddin melayani 51.073 dari total 399.381 pergerakan pesawat. Sementara jumlah penumpang yang terbang menuju dan dari bandara tersebut mencapai 5,063 juta dari total 41,681 juta penumpang dari 13 bandara.
“Setiap tahun setidaknya ada 30 persen penumpang pesawat yang transit di Sultan Hasanuddin. Tetapi karena selama ini kami belum memiliki hotel transit disana maka potensi pendapatan hilang. Sementara MRO diperlukan karena bandara itu dijadikan base pesawat sebagian maskapai,” jelasnya.
Pada tahun lalu pendapatan aeronautika AP I mencapai 1,41 triliun rupiah atau 62,1 persen dari total pendapatan sebesar 2,46 triliun rupiah. Sementara pendapatan lainnya terdiri dari pendapatan non aeronautika sebesar 519,9 miliar rupiah, pendapatan operasional 2,05 triliun rupiah dan pendapatan lain-lain 405,3 miliar rupiah.
Bidik JAATS2
Pada kesempatan lain, Direktur Panorama Timur Jaya Aloys Sutarto mengaku berminat untuk menjadi peserta tender pengadaan radar Jakarta Automated Air Traffic Control System (JAATS) 2 untuk keperluan Soekarno-Hatta yang akan dilakukan oleh Angkasa Pura II pada Desember mendatang AP II sendiri sudah menyiapkan dana 500 miliar rupiah untuk mengadakan JAATS 2.
“Kami bermitra dengan perusahaan radar Belgia, Intersoft Electronics untuk memasok radar tersebut. Selama ini kami menjadi pemasok kebutuhan navigasi Badan Pengkajian Dan Penerapan Teknologi (BPPT), STPI Curug dan keperluan navigasi militer. Saat ini kami coba menyediakan teknologi untuk keperluan AP I dan AP II,” katanya.
Dijelaskannya, selain menyediakan radar baru, Panorama Timur Jaya juga memiliki kemampuan untuk menyediakan jasa radar performance evaluation dan radar upgrade.
Pada Oktober lalu, AP II mengumumkan akan menggelar tender JAATS 2 untuk mendukung JAATS 1 yang digunakan saat ini.
JAATS adalah sistem penginderaan jarak jauh (surveillance) yang digunakan oleh petugas pengatur lalu lintas udara (Air Traffic Controller/ATC) untuk memberikan pelayanan lalu lintas penerbangan di wilayah operasi udara. Flight Information Region (FIR) Jakarta dengan cakupan wilayah udara Indonesia bagian barat. Pelayanan ini lazim disebut sebagai radar services.
Perangkat JAATS yang dioperasikan saat ini ini berada di Bandara Soekarno-Hatta. Namun, keberadaan JAATS sendiri tidak hanya untuk kebutuhan pengontrolan lalu lintas udara, namun lebih luasnya berfungsi untuk air traffic management.
Direktur Operasi AP II Salahudin Rafi menyebut, saat ini perseroan tengah menunggu persetujuan dari Kementerian BUMN selaku pemegang saham untuk bisa membelanjakan uang tersebut.
“Kami berharap persetujuan bisa diberikan paling lambat akhir Oktober, sehingga kami bisa langsung membuka tender pengadaan radar pada Desember mendatang,” kata Salahudin.
Direktur Utama AP II Tri S Sunoko menambahkan, perseroan tidak akan sendirian menggarap proyek tersebut. Karena Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan (Kemhub) juga akan menyuntik sekitar 200 miliar rupiah guna mendirikan bangunan untuk mengoperasikan radar tersebut.
Untuk instalasi radar di gedung itu nantinya, Tri menyebut saat ini tim dari AP II, Ditjen Perhubungan Udara, ahli navigasi Institut Teknologi Bandung (ITB), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), dan teknisi penerbangan sedang menyusun term of reference (TOR).
“Akhir Oktober ini diharapkan TOR selesai, sehingga pemerintah bisa memulai proses tender pembangunan gedung pada November juga,” ungkapnya.[dni]