Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) melalui Ditjen Postel sedang melakukan kajian biaya interkoneksi setelah dua tahun lalu direvisi melalui tiga peraturan menteri (Permen) yang dikenal dengan Beleid April 2008.
Ketiga Permen itu adalah Peraturan Menteri (PM) No. 09/2008 tentang Tata Cara Penetapan Tarif Jasa Telekomunikasi yang Disalurkan Melalui Jairngan Bergerak Seluler . kedua, PM.15/2008 tentang Tatacara Penetapan Tarif Jasa Teleponi Dasar yang Disalurkan Melalui Jaringan Tetap Berdasar biaya interkoneksi yang baru. Terakhir, formula tarif retail yang diatur dalam Permen No. 09/2008 dan Permen No. 15/2008.
Bagi regulator telekomunikasi di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, belied April 2008 merupakan salah satu kebijakan yang dianggap monumental karena mampu menstimulus penurunan tarif tanpa harus mengeluarkan hard policy.
Langkah itu terbukti dengan secara sadar, penyelenggara telekomunikasi menurunkan tarif pungut kepada konsumen secara signifikan sejak dua tahun lalu. Terbukti, harga ritel terpangkas hingga 70 persen dari 15 sen dollar AS menjadi 2 Sen dollar AS
Merasa industri telah siap untuk adanya beleid sejenis, maka regulator menyewa Tritech sebagai konsultan untuk menghitung biaya interkoneksi baru.
Anggota Komite Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) M. Ridwan Effendi mengungkapkan, dalam minggu ini hasil kajian dari konsultan akan dibawa ke pleno BRTI . “Kita akan melakukan validasi metodologi dan data yang digunakan konsultan. Selain itu, kami juga akan mengkaji penarikan tagihan untuk SMS, akankah berlanjut pola Sender Keep All (SKA) atau berbasis interkoneksi,” jelasnya kepada Koran Jakarta, Rabu (27/10).
Diungkapkannya, jika kajian dari konsultan disetujui oleh pleno dan operator tidak keberatan dengan data yang disajikan, pada kuartal pertama 2011 akan kembali terjadi penurunan tarif pungut telekomunikasi di tingkat ritel.
Anggota Komite Heru Sutadi menambahkan, operator pun sudah memasukkan keberatan atau klarifikasi dari data yang diberikan oleh konsultan yang ditunjuk. “Rata-rata dari semua lisensi ada penurunan kecuali telepon tetap lokal (Pontap lokal) yang kemungkinan akan sama dengan dua tahun lalu biaya interkoneksinya yakni sekitar 73 rupiah,” ungkapnya.
Menurut Heru, regulator masih berfikir panjang untuk menaikkan pontap lokal mengingat pengalaman dua tahun lalu dimana parlemen meminta tidak ada perubahan pada tarif pungut ke layanan tersebut karena dampak politik dan sosialnya besar. “Kala itu yang dipakai bukan hitungan dari konsultan dan dilakukan rebalancing dimana penurunan Sambungan Langsung Jarak Jauh (SLJJ) yang signifikan ditahan untuk subsidi pontap lokal,” jelasnya.
Anggota komite lainnya, Nonot Harsono mengungkapkan, operator pun dalam meminta penurunan biaya interkoneksi beragam. “Semua operator sepakat untuk melakukan perhitungan ulang. Persentase penurunan tidak seragam. Ada yang minta turun minimal hingga 30 persen,” ungkapnya.
Sementara berdasarkan data yang diterima Koran Jakarta, hasil kajian dari Tritech terlihat penurunan untuk jasa seluler dalam melakukan panggilan lokal sekitar 3,94 persen yakni dari 261 rupiah pada 2007 menjadi 251 rupiah dalam hitungan baru. Sementara untuk jasa SMS diperkirakan ada penurunan sebesar 11,84 persen yakni dari 26 rupiah dua tahun lalu menjadi 23 rupiah.
Wajar
Direktur Jaringan XL Dian Siswarini mengakui, wajar ada penurunan hitungan interkoneksi karena industri sudah sepakat menggunakan pola berbasis biaya. “Kalau ditanya untuk XL, kami siap turun hingga 40 persen. Penurunan sebesar itu tidak akan memukul pendapatan karena nanti ada elasitas berkat dibukanya pasar baru atau trafik semakin tinggi,” katanya.
VP Public Relation And Marketing Communication Telkom Eddy Kurnia berjanji, akan mengikuti keputusan pemerintah terkait hitungan interkoneksi asalkan kalkulasinya sesuai dengan kondisi industri telekomunikasi secara keseluruhan.
“Pemerintah perlu menimbang penurunan yang drastis seperti dua tahun lalu akan berdampak buruk bagi kinerja operator. Bagaimanapun operator butuh re-investasi. Lihat saja, sejak 2008, hanya Telkom yang konsisten dengan nilai belanja modal setiap tahunnya. Jika turun drastis lagi, pertumbuhan industri bisa tertekan kembali,” tukasnya.
Sedangkan Direktur Utama Telkomsel Sarwoto Atmosutarno menilai, perhitungan interkoneksi bukan sesuatu yang krusial karena trafik paling besar ke sesama pelanggan. “Kita ini ribut mengurus 5 persen dari trafik komunikasi. Paling besar itu panggilan ke sesama pelanggan. Jika ada yang minta penurunan besar karena posisinya sebagai pemain kecil di pasar,” katanya.
Ditegaskannya, Telkomsel yakin pemerintah akan memberikan besar penurunan yang wajar karena tentu ingin industri tetap tumbuh. “Saya rasa itu juga alasannya pontap lokal tidak direvisi. Pemerintah masih ingin layanan itu bersaing,” katanya.
Diungkapkannya Telkomsel juga tidak akan ngotot meminta perubahan penagihan SMS dari SKA ke berbasis interkoneksi karena situasi di pasar sudah terlalu bebas. “Hal yang dibutuhkan itu sekarang adalah ceiling price untuk menjaga tidak ada predatory,” tegasnya.
Juru bicara Indosat Djarot Handoko menegaskan, penurunan biaya interkoneksi tidak akan memukul kinerja perseroan karena komponen itu sebenarnya juga menjadi bagian dari omset.
“Inti dari komunikasi itu adalah interkoneksi alias ketersambungan. Selama ada trafik tentu semua operator mendapatkan pendapatan. Dampak penurunan akan moderat,” katanya.
Pada kesempatan lain, Ketua Bidang Teknologi Informasi Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) Taufik Hasan mengatakan, selama masih ada operator yang dominan, interkoneksi masih bisa dikaji karena perubahan di lanskap industri belum tercapai.
“Isu lainnya yang penting dalam kajian interkoneksi kali ini adalah tentang Fixed Wireless Access (FWA) yang menikmati fasilitas pontap lokal. Regulator harus membereskan masalah ini setelah dua tahun lalu mengendapkan. Di lapangan FWA sudah sama dengan seluler sehingga persaingan tidak seimbang,” ketusnya.
Pengamat telekomunikasi Guntur S Siboro mengungkapkan, tren yang berkembang sejak adanya beleid April 2008 semakin bertumbuhnya trafik non suara yang membuat biaya per menit untuk jasa itu semakin rendah karena cost sharing antara suara, data, dan sms terjadi. “Masalah besaran penurunan ideal, tinggal melihat data operator yang digunakan. Biasanya dilihat operator yang paling efisien dan dibandingkan dengan sebaliknya,” katanya.[dni]
Tinggalkan komentar
Belum ada komentar.
Tinggalkan Balasan