JAKARTA– PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) menyiapkan investasi sebesar 1,2 triliun rupiah untuk membangun jaringan akses agar kontribusi data dan internet bagi pendapatan perseroan mencapai 20 persen pada akhir tahun nanti.
“Dananya kami ambil dari belanja modal pada tahun ini. Pada 2011 pun disiapkan minimum besaran yang sama untuk jaringan akses mengingat layanan Home Digital Services (HDS) mulai gencar dikomersialkan. Layanan itu haus bandwitdh,” ungkap Direktur Utama Telkom Rinaldi Firmansyah di Jakarta, akhir pekan lalu.
Konsep HDS sendiri meliputi digital home communication, digital home office, digital entertainment, dan digital surveillance & security.
Berdasarkan catatan, pada tahun ini Telkom memiliki belanja modal sebesar 20,6 triliun rupiah lebih tinggi 6,25 persen dibandingkan tahun lalu yang mencapai 19,2 triliun rupiah. Sedangkan pada 2011 direncanakan besarannya sekitar 20,4 triliun rupiah. Pada kuartal I lalu kontribusi pendapatan data, internet, dan teknologi informasi terhadap total pendapatan operasi perseroan mencapai 30,1 persen,
Untuk menggenjot layanan data, perseroan mengandalkan produk Speedy dan TelkomseFlash. “Speedy akan berkontribusi besar karena memiliki Average Revenue Per User (ARPU) di atas 100 ribu rupiah. Sedangkan TelkomselFlash walau unggul di jumlah pelanggan, tetapi ARPU-nya sekitar 50 ribu rupiah. Saat ini pelanggan Speedy sekitar 1,5, akhir tahun nanti ditargetkan menjadi 2 juta satuan sambungan layanan (SSL),” katanya.
Executive General Manager (EGM) Divisi Akses Telkom Muhammad Awaluddin mengungkapkan, layanan HDS sudah mulai dan akan digelar di berbagai tempat, antara lain di seluruh High Rise Building (HRB), Kawasan Industri, Kawasan Bisnis, Kawasan Perkantoran (Office), Kawasan Apartemen/Hunian dan Kawasan serta bangunan lain yang dibangun atau dikelola oleh Agung Sedayu Group (ASG).
Rencananya seluruh HRB dan kawasan yang dikelola ASG nantinya akan memiliki infrastruktur telekomunikasi modern yang dapat dimanfaatkan baik oleh manajemen maupun para penghuni dan tenant. Salah satu teknologi jaringan yang digunakan untuk melayani kebutuhan ASG adalah Fiber To The Home (FTTH) yang merupakan format penghantaran isyarat optik dari pusat penyedia (provider) ke kawasan pengguna dengan menggunakan serat optik sebagai mediumnya. “Selain ASG, pengembang lainnya yang digandeng adalah Ciputra Grup di Surabya, Pakuwon Grup untuk superblok Gandaria City, dan FTTB untuk FX Plaza Senayan,” ungkapnya.
Awal mengungkapkan, dalam lima tahun ke depan upaya pengembangan infrastruktur jaringan akses akan fokus pada penyediaan fiber access secara penuh hingga ke rumah-rumah atau gedung-gedung dengan target komposisi jaringan akses FTTE (end-to-end copper) 15 persen, akses FTTC (Fiber to the Curb) yang menggunakan teknologi Multi-Service Access Node (MSAN), Gigabyte Pasive Optical Network (GPON) dan VDSL 70 persen , serta akses FTTB/H (Fiber to the Building/Home) 15 persen. “Kami mulai melakukan proyek ini sejak 2007. Jika sesuai rencana, dalam lima tahun ke depan akses kabel tembaga (copper) sudah tergantikan semuanya oleh serat optik, paling tidak di kota-kota besar Indonesia,” katanya.
Masih Tertarik
Berkaitan dengan aksi korporasi melakukan konsolidasi unit usaha Fixed Wireless Access (FWA), Telkom Flexi, dengan PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL), Rinaldi menegaskan, ketertarikan tetap ada karena hal yang menjadi pertimbangan adalah strategi jangka panjang.
“Saya tahu laporan keuangan BTEL untuk semester I 2010 masih dihiasi oleh hutang untuk menopang operasinya. Namun, melihat satu perusahaan tidak bisa hanya jangka pendek. Kita ada hitungan nilai perusahaan itu di masa depan, ini salah satu pertimbangan. Kalau memang bagus, kita akan teruskan,” katanya.
Ditegaskannya, sejak Menneg BUMN Mustafa Abubakar sebagai kuasa pemegang saham meminta diskusi dengan BTEL dihentikan sembari menunggu hasil Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) memilih jajaran manajemen baru, maka tidak ada lagi pembicaraan dari kedua belah pihak. “Kita patuh pada pemegang saham. Sekarang Telkom tetap fokus membesarkan Flexi, hal itu terlihat dari ditambahnya biaya pemasaran unit usaha itu,” tegasnya.
Untuk diketahui, berdasarkan laporan keuangan BTEL per Juni 2010, pada 16 Juli 2010 salah satu emiten Grup Bakrie ini kembali berutang sebesar 30 juta dollar AS. Utang ini berasal dari Credit Suisse AG cabang Singapura. Pinjaman ini memiliki jangka waktu tiga tahun dengan bunga 9 persen diatas LIBOR per tahun.
Tidak cukup itu, BTEL menambah lagi utangnya pada 12 Agustus 2010. Kali ini, utang yang diperoleh BTEL RMB 2 miliar dari Industrial and Commercial Bank of China dan Huawei Technologies Co. Ltd. Pinjaman ini akan digunakan untuk membiayai modal kerja.
Dengan tambahan utang ini, maka beban bunga yang dibayarkan oleh BTEL kembali menanjak. Padahal, berdasarkan laporan keuangan perseroan semester I 2010, laba bersih BTEL anjlok drastis 96,29 persen dari 72,8 miliar rupiah menjadi tinggal 2,7 miliar rupiah.
Manajemen BTEL mengakui dalam jangka pendek utang ini memang akan menekan kinerja perusahaan. Meski demikian, manajemen tidak takut dengan banyaknya pinjaman yang digaet oleh perusahaan dalam rangka melakukan investasi. Pasalnya, dengan melakukan investasi, kinerja perseroan justru akan terdorong.[dni]