JAKARTA—Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) berjanji akan mempercepat penyelesaian kasus sengketa airtime antara Asosiasi Pengusaha Wartel Indonesia (APWI) dengan tujuh operator seluler untuk menghindari sengketa ke meja hijau.
“Kami akan mempercepat mediasi. Soalnya jika dibawa ke Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), APWI tidak mau. Mereka lebih memilih ke pengadilan jika jalur itu yang ditempuh,” ungkap Anggota Komite BRTI Nonot Harsono kepada Koran Jakarta, belum lama ini.
Diungkapkannya, BRTI akan menampung semua pendapat dari pihak yang bersengketa dan mendudukkan semua ke masalah awal. “Intinya ada keinginan tidak dari operator itu untuk membagi 10 persen pendapatan yang merupakan hak dari wartel sesuai aturan. Jika keinginan itu ada, baru bicara teknis lainnya. Operator jangan terjebak dalam kerangka berfikir yang sempit,” katanya.
Menurutnya, keinginan dari pengusaha wartel merupakan hal yang manusiawi karena ada payung hukum yang melindungi. “Masalahnya, petinggi operator butuh kekuatan hukum misal dari BANI untuk mengeluarkan uang puluhan miliar dari perusahaan. Operator kita kan banyak yang perusahaan terbuka,” jelasnya.
Sebelumnya, APWI menuntut tujuh operator seluler untuk mengembalikan biaya airtime periode trafik April 2005 hingga Januari 2007 senilai 54,093 miliar rupiah yang merupakan hak pemilik wartel.
Ketujuh operator yang dituntut adalah Telkomsel, Indosat, XL, Mobile-8, Smart Telecom, Axis, dan Sampoerna Telecom. Airtime adalah biaya penggunaan jaringan seluler dari telepon jaringan tetap. Biaya ini dihilangkan sejak berlakunya Permenkominfo No 5/2006 karena interkoneksi dijalankan berbasis biaya.
Sebelumnya, operator seluler telah membayarkan biaya airtime periode Agustus 2002 hingga Maret 2005 ke pengusaha wartel melalui APWI senilai 120 miliar rupiah.
Pembayaran itu berdasarkan KM 46/2002 tentang penyelenggaraan wartel yang menyatakan pendapatan airtime dari penyelenggara jaringan bergerak seluler sekurang-kurangnya 10 persen. Airtime selama berlaku, oleh pengusaha wartel disetorkan melalui PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom), setelah itu oleh Telkom menyetorkan ke operator seluler.
Para petinggi operator lebih memilih menyelesaikan kasus ini melalui BANI dengan mendesak BRTI mengeluarkan surat rekomendasi. Sementara APWI lebih memilih ke pengadilan jika jalur negosiasi buntu.[dni]