Kedua pemenang itu adalah PT Wireless Telecom Universal (WTU) dan Konsorsium Comtronics Systems.
“Hingga hari ini Jumat (26/3), belum ada pembayaran sama sekali yang dilakukan oleh kedua konsorsium. Kemungkinan akan dikeluarkan peringatan kedua jika verifikasi selesai,” ungkap Kepala Humas dan Pusat Informasi KemenKominfo Gatot S Dewo Broto di Jakarta, Jumat, (26/3).
WTU adalah pemenang tender yang terdiri atas 22 perusahaan Penyelenggara Jasa Internet (PJI). Perusahaan ini memenangkan lisensi pengelolaan spectrum 2,3 GHz untuk wilayah Papua, Maluku dan Maluku Utara, serta Kepulauan Riau dengan total kewajiban kepada negara setelah dikeluarkannya izin prinsip adalah sekitar lima miliar rupiah.
Sedangkan Konsorsium Comtronics Systems dan Adiwarta Perdania memenangkan area Jawa Bagian Barat Kecuali Bogor, Depok dan Bekasi, Jawa Bagian Tengah , Jawa Bagian Timur dengan kewajiban hanya untuk upfront fee sekitar 66,008 miliar rupiah.
Juru bicara WTU Roy Rahajasa Yamin mengatakan, keterlambatan pembayaran tak bisa dilepaskan dari banyaknya anggota WTU sehingga membutuhkan waktu untuk masalah administrasi dan pemenuhan kewajiban keuangan.
“Kami akan membayar kewajiban berikut dendanya sekitar 200 juta rupiah, tidak ada masalah,” katanya.
Tetap Cabut
Berkaitan dengan nasib PT Internux sebagai pemenang untuk area Jabotabek yang juga belum menyelesaikan kewajibannya kepada negara walau sudah diberikan peringatan hingga tiga kali, Gatot menegaskan, tetap akan mencabut izin prinsip dari perusahaan itu.
“Kita pastikan dicabut. Jika beberapa waktu lalu Menkominfo bicara tidak ingin kehilangan potensi Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari Internux, itu sebagai bahasa halus sedang dilakukan verifikasi,” jelasnya.
Internux ditengarai memiliki kewajiban kepada negara berupa biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi tahun pertama dan up front fee dengan total 220,06 miliar rupiah.
Perusahaan ini telah meminta kelonggaran pembayaran kepada pemerintah dengan cara mengangsur, termasuk denda dua persen setiap bulan karena keterlambatan.
Internux sendiri mengaku sudah membayar 10 persen dari kewajiban pembayaran sehingga sesuai beranggapan sudah memenuhi kewajiban minimal dan berharap pemerintah tidak bisa mencabut izin prinsip yang diberikan.
PJI dari Makassar ini ketika tenggat waktu pertama pembayaran jatuh tempo, mengulur waktu dengan menanyakan kesiapan perangkat dalam negeri untuk teknologi BWA. Kabar beredar kepemilikan saham di perusahaan ini sekarang didominasi oleh perusahaan asal Korea Selatan.
Sejauh ini KemenKominfo sampai dengan 19 Januari 2010 ini telah menerima pembayaran dari PT Telkom, PT Indosat Mega Media, PT First Media, PT Berca Hardayaperkasa, dan PT Jasnita Telekomindo.
Khusus untuk PT Berca Hardayaperkasa, baru memenuhi kewajiban pembayaran BHP frekuensi radio, namun kewajiban denda masih dalam penagihan oleh Ditjen Postel.[dni]
JAKARTA—Dua pemenang tender Broadband Wireless Access (BWA) berbentuk konsorsium kembali mangkir membayar kewajibannya kepada negara setelah mendapatkan peringatan pertama pada bulan lalu dari Kementrian Komunikasi dan Informatika (KemenKominfo).
Kedua pemenang itu adalah PT Wireless Telecom Universal (WTU) dan Konsorsium Comtronics Systems.
“Hingga hari ini Jumat (26/3), belum ada pembayaran sama sekali yang dilakukan oleh kedua konsorsium. Kemungkinan akan dikeluarkan peringatan kedua jika verifikasi selesai,” ungkap Kepala Humas dan Pusat Informasi KemenKominfo Gatot S Dewo Broto di Jakarta, Jumat, (26/3).
WTU adalah pemenang tender yang terdiri atas 22 perusahaan Penyelenggara Jasa Internet (PJI). Perusahaan ini memenangkan lisensi pengelolaan spectrum 2,3 GHz untuk wilayah Papua, Maluku dan Maluku Utara, serta Kepulauan Riau dengan total kewajiban kepada negara setelah dikeluarkannya izin prinsip adalah sekitar lima miliar rupiah.
Sedangkan Konsorsium Comtronics Systems dan Adiwarta Perdania memenangkan area Jawa Bagian Barat Kecuali Bogor, Depok dan Bekasi, Jawa Bagian Tengah , Jawa Bagian Timur dengan kewajiban hanya untuk upfront fee sekitar 66,008 miliar rupiah.
Juru bicara WTU Roy Rahajasa Yamin mengatakan, keterlambatan pembayaran tak bisa dilepaskan dari banyaknya anggota WTU sehingga membutuhkan waktu untuk masalah administrasi dan pemenuhan kewajiban keuangan.
“Kami akan membayar kewajiban berikut dendanya sekitar 200 juta rupiah, tidak ada masalah,” katanya.
Tetap Cabut
Berkaitan dengan nasib PT Internux sebagai pemenang untuk area Jabotabek yang juga belum menyelesaikan kewajibannya kepada negara walau sudah diberikan peringatan hingga tiga kali, Gatot menegaskan, tetap akan mencabut izin prinsip dari perusahaan itu.
“Kita pastikan dicabut. Jika beberapa waktu lalu Menkominfo bicara tidak ingin kehilangan potensi Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari Internux, itu sebagai bahasa halus sedang dilakukan verifikasi,” jelasnya.
Internux ditengarai memiliki kewajiban kepada negara berupa biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi tahun pertama dan up front fee dengan total 220,06 miliar rupiah.
Perusahaan ini telah meminta kelonggaran pembayaran kepada pemerintah dengan cara mengangsur, termasuk denda dua persen setiap bulan karena keterlambatan.
Internux sendiri mengaku sudah membayar 10 persen dari kewajiban pembayaran sehingga sesuai beranggapan sudah memenuhi kewajiban minimal dan berharap pemerintah tidak bisa mencabut izin prinsip yang diberikan.
PJI dari Makassar ini ketika tenggat waktu pertama pembayaran jatuh tempo, mengulur waktu dengan menanyakan kesiapan perangkat dalam negeri untuk teknologi BWA. Kabar beredar kepemilikan saham di perusahaan ini sekarang didominasi oleh perusahaan asal Korea Selatan.
Sejauh ini KemenKominfo sampai dengan 19 Januari 2010 ini telah menerima pembayaran dari PT Telkom, PT Indosat Mega Media, PT First Media, PT Berca Hardayaperkasa, dan PT Jasnita Telekomindo.
Khusus untuk PT Berca Hardayaperkasa, baru memenuhi kewajiban pembayaran BHP frekuensi radio, namun kewajiban denda masih dalam penagihan oleh Ditjen Postel.[dni]