JAKARTA—Dua sektor usaha di sektor telekomunikasi dinilai masih terlalu liberal sehingga perlu direvisi pembatasan kepemilikan asingnya di Daftar Negatif Investasi (DNI).
Kedua sektor itu adalah jasa Sistem Komunikasi Data (Siskomdat) dan pembentukan lembaga pengujian perangkat telekomunikasi. Dalam aturan DNI, kedua sektor ini dibuka untuk investor asing hingga memiliki saham sebesar 95 persen.
”Kedua sektor usaha itu merupakan bisnis masa depan. Jika dibuka terlalu besaruntuk investor asing, tidak ada transfer teknologi bagi anak bangsa. Idealnya dibatasi 30 persen saja, walau di negara lain ada yang membatasi hingga 20 persen,” ungkap Anggota Komite Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Nonot Harsono di Jakarta, Minggu (21/3).
Dijelaskannya, salah satu wujud dari bisnis Siskomdat adalah penyediaan Virtual Private Network (VPN) yang banyak digunakan oleh perusahaan asing di Indonesia untuk berkoordinasi dengan kantor pusat di luar negeri atau cabangnya di nusantara.
”Saat ini Telkom dan Indosat hanya menjadi penyedia pipa dari platform services VPN ibarat Jasa Marga yang mengelola jalan tol. Sedangkan jasa angkutannya dikuasai oleh asing. Padahal, biaya angkutan itu memiliki pendaptan lebih besar dan sarat teknologi tinggi,” sesalnya.
Berdasarkan catatan, pemain lokal yang bermain di bisnis ini adalah Lintas Arta, CSM, dan Reach Indonesia.
Nonot mengungkapkan, jasa ala VPN itu akan semakin dibutuhkan oleh perusahaan asing seiring derasnya arus investasi masuk ke Indonesia. Hal itu dibuktikan melalui AT&T yang tengah mengurus perijinan di Postel. ”Jasa ini bisa dikontrol dari luar negeri. Inilah konyolnya nanti, semua dikontrol dari luar. Padahal ini urusan jaminan keamanan informasi. Bisa bayangkan Indonesia nanti mungkin diserang melalui komputer butut dari luar negeri,” katanya.
Sedangkan untuk lembaga pengujian perangkat, Nonot mengingatkan, saat ini Indonesia
sangat minim tenaga ahli bersertifikat dalam bidang keamanan Teknologi Informasi TI. ”Di Indonesia jumlahnya baru 60 orang. Sementara di Malaysia sudah di atas 200 orang atau Singapura 4 ribu orang. Bayangkan kalau lembaganya dikuasai asing, tenaga kerja yang skilfull di TI makin minim saja.
Sudah Selesai
Secara terpisah, Deputi Bidang Koordinasi Industri dan Perdagangan Menko Perekomomian Eddy Putra Irawadi, menegaskan pembahasan masalah DNI sudah selesai dilakukan pada Jumat (19/3). ”Hal yang menggantung soal menara telekomunikasi sudah selesai dibahas dan disepakati tertutup untuk asing. Tim Nasional Peningkatan Ekspor Peningkatan Investasi (Pepi) akan memperbaiki hasil rapat Jumat itu danmengirimkannya ke Presiden,” ungkapnya.
Berkaitan dengan usulan adanya sektor lain yang harus dibatasi dari kepemilikan asing, Eddy menyarankan, itu dilakukan dalam periode revisi berikutnya dari DNI. ”Nanti saja diusulkan di revisi berikutnya,” katanya.
Sementara Kepala Pusat Informasi dan Humas Kemenkominfo Gatot S Dewo Broto menyambut gembira investasi asing tertutup untuk bisnis menara telekomunikasi. ”Bagi kami ini bukan kalah atau menang. Ini hanya meletakkan pembatasan yang proporsional terhadap keikutsertaan asing. Tujuannya bukan anti kepada perusahaan asing seperti American Tower dari AS, Gulf Tower dari Timur Tengah ataupun Tower Vision dari India yang akan masuk ke sini,” tegasnya. Menurutnya, keikutsertaan asing dalam penyediaan menara telekomunikasi tetap dimungkinkan dalam bentuk penyediaan perangkat telekomunikasinya mulai dari penyediaan feeder dan antenna (antena transmisi radio microwave yg menghubungkan antar BTS atau pun BTS dengan Base Station Controller, antena BTS itu sendiri serta BTS dan antena nya yang dihubungkan oleh feeder.
Belum lagi dengan kebutuhan shelter sebagai ruangan tempat perangkat telekomunikas seperti BTS, IDU (Indoor Unit) Radio Transmisi Microwave dan lain sebagainya. Perangkat-perangkat tersebut pada umumnya penyediaannya oleh sejumlah vendor asing seperti misalnya Ericsson, Alcatel-Lucent, Nokia Siemens, Motorola, Nortel Networks, ZTE, Huawei dan lain sebagainya.[dni]
Tinggalkan komentar
Belum ada komentar.
Tinggalkan Balasan