JAKARTA—Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) merekomendasikan kepada Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) untuk segera mencabut izin prinsip PT Internux karena dianggal gagal memenuhi kewajibannya kepada negara.
Internux adalah perusahaan yang memenangkan tender Broadband Wireless Access (BWA) pada pertengahan tahun lalu untuk area Jabotabek yang memiliki kewajiban kepada negara berupa biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi tahun pertama dan up front fee dengan total 220,06 miliar rupiah.
“Hasil pleno semalam (Rabu, 3/3) merekomendasikan beberapa hal terkait Internux. Salah satunya adalah pencabutan izin prinsip jika tidak mampu membayar kewajiban secara penuh. Toleransi sudah diberikan beberapa kali, jika dibiarkan, bisa menjadi preseden buruk bagi kinerja Kemenkominfo,” ungkap Anggota Komite BRTI Heru Sutadi kepada Koran Jakarta, Rabu (4/3).
Untuk diketahui, KemenKominfo telah memberikan tiga kali peringatan kepada Internux agar membayar kewajibannya kepada negara. Internux sendiri telah meminta kelonggaran pembayaran kepada pemerintah dengan cara mengangsur, termasuk denda dua persen setiap bulan karena keterlambatan.
Belum lama ini Internux mengaku sudah membayar 10 persen dari kewajiban pembayaran sehingga sesuai beranggapan sudah memenuhi kewajiban minimal dan berharap pemerintah tidak bisa mencabut izin prinsip yang diberikan.
Perusahaan ini dikenal sebagai Penyedia Jasa Internet (PJI) di Makassar. Ketika tenggat waktu pertama pembayaran jatuh tempo, perusahaan ini mengulur waktu dengan menanyakan kesiapan perangkat dalam negeri untuk teknologi BWA. Kabar beredar kepemilikan saham di perusahaan ini sekarang didominasi oleh perusahaan asal Korea Selatan.
Heru menegaskan, dalam pembayaran kewajiban sebagai pemenang, pemerintah tidak mengenal istilah membayar secara bertahap. “Kami tidak bisa membiarkan ada pembayaran bertahap. Soalnya ada dua pemain lagi belum membayar. Jika yang lain bisa ikut-ikutan dan wibawa pemerintah bisa jatuh. Sekarang bolanya ada di Menkominfo untuk mengeluarkan surat pembatalan Internux sebagai pemenang tender,” katanya.
Berdasarkan catatan, Selain Internux, pembayaran lainnya yang ditunggu oleh pemerintah untuk pemenang BWA berasal dari Konsorsium Wimax Indonesia ( Wireless Telecom Universal/WTU) serta Konsorsium Comtronics Systems dan Adiwarta Perdania.
WTU sendiri telah menyatakan siap membayar denda sebesar 100 juta rupiah karena keterlambatan pembayaran dan akan melunasi kewajibannya sebesar lima miliar rupiah.
Menanggapi hal itu, Dirut Internux Adnan Nisar mengaku terkejut dengan keluarnya rekomendasi tersebut. “Saya baru mengetahui dari Anda,” katanya.
Diakuinya, perseroan mengajukan pola pembayaran mengangsur kewajiban kepada negara. “Kami sadar itu kewajiban sebagai pemenang. Kami sekarang sedang berusaha untuk melunasi dalam waktu dekat,” tegasnya.[dni]
Tinggalkan komentar
Belum ada komentar.
Tinggalkan Balasan