JAKARTA–Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mendesak Peraturan Daerah (Perda) yang menghambat pengembangan dan layanan telekomunikasi dibatalkan agar pertumbuhan perekonomian tetap terjaga.
“Di daerah-daerah banyak bermunculan Perda yang bertentangan dengan aturan dari pusat, khususnya untuk telekomunikasi. Ini bisa menghambat pengembangan sektor tersebut. Padahal telekomunikasi signifikan membantu pertumbuhan ekonomi nasional dan daerah,” ungkap Menkominfo Tifatul Sembiring kepada Koran Jakarta, Minggu (7/2).
Dikatakannya, contoh kongkrit dari Perda yang menghalangi pertumbuhan sektor telekomunikasi adalah Perda No. 6 Tahun 2008 tentang Penataan, Pembangunan dan Pengoperasian Menara Telekomunikasi Terpadu di Kabupaten Badung.
Perda ini dinilai bertentangan dengan dengan UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dan Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Kominfo dan Kepala BKPM tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Bersama Menara Telekomunikasi No. 18 Tahun 2009.
“Kami sudah berkoordinasi dengan Mendagri tentang Perda tersebut. Jika masalah ini tidak diselesaikan dengan lugas dan tegas, citra Indonesia di mata dunia internasional bisa tercoreng karena Badung itu merupakan wilyah pariwisata,” tegasnya.
Hasil koordinasi, ungkapnya, Kemendagri mengirimkan surat resmi ke Pemkab Badung untuk membatalkan Perda tersebut.
“Sekarang kita tunggu saja reaksi dari Bupatinya. Masih tunduk ke pemerintah pusat atau tidak. Jika tidak, itu berarti insubordinasi,” ketusnya.
Dikatakannya, Kemenkominfo tidak memiliki masalah jika Pemkab menilai ada perizinan atau hal teknis yang belum dipenuhi pelaku usaha telekomunikasi. “Itu kan masalah dibawah. Bagi kami yang penting konektifitas telekomunikasi jangan diganggu secara sepihak. Jika ada masalah, didiskusikan untuk diselesaikan. Jangan main tangan besi,” tegasnya.
Secara terpisah, Kuasa Hukum PT Solusindo Kreasi Pratama (SKP/Indonesian Tower) Eben Ezer Siregar mengungkapkan, pihaknya kembali menggugat Pemkab Badung ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Denpasar, terkait dirubuhkannya 8 menara milik perseroan minggu lalu.
“Gugatan ini sebagai bentuk dari perlawanan terhadap kesewenang-wenangan,” katanya.
Diungkapkannya, akibat aksi Pemkab Badung minggu lalu, perseroan mengalami kerugian
sebesar 16 miliar rupiah serta kehilangan pendapatan sewa sebesar 600 juta rupiah per bulan.
Sedangkan Kepala Pusat Informasi dan Humas Kemenkominfo Gatot S Dewo Broto mengatakan, masalah perubuhan 31 menara telekomunikasi dimana di dalamnya terdapat 84 BTS milik berbagai operator minggu lalu di Badung, sudah menjadi hal yang lebih serius sejak dimulainya perubuhan akhir 2008 lalu.
“Komisi 1 DPR-RI sudah mendesak Kemenkominfo untuk segera mencegah perubuhan sepihak atas sejumlah menara telekomunikasi di Badung. Ini sudah menjadi masalah nasional karena dikhawatirkan akan segera diikuti oleh sejumlah daerah lain di seluruh Indonesia dengan tanpa mengindahkan keberadaan Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Kominfo dan Kepala BKPM,” katanya.
Gatot meminta, Pemkab Badung mencontoh penyelesaian ala beberapa Pemda yang memiliki masalah serupa seperti Jakarta dan Yogyakarta, dimana mampu memberi jalan keluar cukup elegan dan komprehensif.
“Kami sangat mendukung penertiban menara di daerah-daerah karena itu dikeluarkan peraturan bersama yang ditandatangani beberapa menteri,” katanya.
Masalahnya, lanjutnya, di Badung sangat kental aroma ketidakberesan, mulai indikasi monopoli melalui penunjukkan rekanan Pemkab yakni PT Bali Towerindo Sentra (BTS), hingga Perda yang bertentangan dengan aturan pusat. “Kalau sudah begini namanya merusak iklim investasi,” ketusnya. [Dni]