JAKARTA—Menteri Perhubungan Freddy Numberi diperkirakan mensahkan revisi regulasi tarif batas atas untuk angkutan udara pada bulan depan setelah masa sosialisasi ke seluruh pemangku kepentingan selama bulan ini diselesaikan.
“Draft memang sudah final disusun, tetapi masih harus sosialisasi antara satu hingga dua minggu lagi. Hari ini (Kamis, 4/2) sosialisasi baru dilakukan dengan asosiasi penerbangan nasional (Inaca). Seterusnya dilanjutkan ke pengguna dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI),” ungkap Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Herry Bhakti S Gumay, di Jakarta, Kamis (4/2).
Diungkapkannya, secara umum maskapai yang tergabung dalam Inaca setuju dengan prinsip revisi regulasi. “Jika semua tahapan sosialisasi mulus, bulan depan mungkin akan kami ajukan ke Menhub untuk ditandatangani,” katanya.
Direktur Angkutan Udara Tri S Sunoko mengungkapkan, maksimum kenaikan tariff batas atas mencapai 10 persen dari harga tiket yang berlaku saat ini. Harga tiket yang berlaku saat ini adalah tarif batas atas versi 2002, ditambah pajak, asuransi, dan fuel surcharge. Nantinya dalam revisi tersebut fuel surcharge akan disesuaikan dengan harga avtur yang berlaku saat ini.
“Kenaikannya bervariasi mulai 0-10 persen. Persentase ini rasional karena bisnis maskapai dalam kondisi kondusif dan sesuai dengan daya beli masyarakat,” jelasnya.
Dijelaskannya, nanti dalam revisi akan ditegaskan golongan dari maskapai yang bisa menggunakan tarif batas atas sesuai dengan golongannya. Golongan berdasarkan jasa yang ditawarkan itu adalah layanan maksimum (full service), menengah (medium services) dan minimum (no frill/ LCC).
Kategorisasi ini sesuai Pasal 97 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan.
Nantinya untuk maskapai full service 100 persen diperkenankan menggunakan tariff batas atas hingga 100 persen, medium (90 persen), dan no frill 85 persen.
Sebagai contohnya, tarif batas atas rute Jakarta-Surabaya sebesar 1 juta rupiah, maka maskapai dengan full service diperkenankan membanderol harga satu juta rupiah, kategori menengah paling tinggi memasang tarif 900 ribu rupiah dan kategori minimum 850 ribu rupiah.
Sementara Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Angkutan Udara Nasional (Inaca) Tengku Burhanuddin menegaskan, belum ada kata sepakat antara maskapai dengan regulator terkait draft revisi secara keseluruhan.
“Masih ada beberapa hal hal mendasar yang harus diubah,” katanya.
Misalnya, soal dasar perhitungan. Jika maskapai menggunakan perhitungan berbasis pesawat yang dipakai Boeing 737-400, tetapi regulator menggunakan hitungan lain, tentunya hasilnya ada perbedaan.
Namun, Tengku mengaku, senang karena banyak usulan-usulan dari pihaknya yang diakomodir, meski tidak 100 persen diterima. Misalnya, soal pengenaan surcharge jika tarif belum ditetapkan ketika ada perubahan harga minyak di atas 10 ribu rupiah per liter.
“ Kami juga realistis dengan membiarkan penetapan harga surcharge-nya ditentukan pemerintah supaya tidak ada perbedaan antaroperator seperti sebelumnya,” jelasnya.
Berkaitan dengan perhitungan tarif berdasarkan pelayanan (full, medium, low), Tengku mengatakan, secara prinsip mayoritas anggotanya setuju dengan itu.
“ Tetapi untuk tarif yang full service, ada anggota yang masih belum bisa terima 100 persen, yaitu Garuda. Garuda minta treatment sendiri, minta dibedakan karena sekarang dia sudah bintang empat. Garuda tidak mau perbedaan tarif untuk full service terlalu dekat dengan yang lain,” katanya.[dni]