230110 Indonesia Potensial untuk Bisnis Peluncuran Satelit

JAKARTA—Indonesia dinilai berpotensi untuk menjalankan bisnis peluncuran satelit karena memiliki keunggulan geografis sebagai wilayah yang terletak di garis equator.

“Indonesia sangat berpotensi menggarap bisnis peluncuran satelit. Keunggulan berada di garis equator ini merupakan berkah alam yang harus dioptimalkan,” ungkap Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Adi Sadewo Salatun di Jakarta, Jumat (22/1).

Dijelaskannya, jika dilakukan peluncuran di Indonesia maka pemilik satelit bisa menghemat kecepatan dari infrastruktur telekomunikasi itu. Biasanya, kecepatan satelit ketika mengorbit sekitar 7-8 KM per detik. Jika diluncurkan dari titik equator, maka kecepatannya akan lebih cepat 0,4 KM per detik karena langsung dari titik pusat bumi  ke orbit.

”Penghematan kecepatan itu signifikan sekali bagi perusahaan yang akan meluncurkan satelit. Misalnya dari sisi bahan bakar dan lainnya,” katanya.

Deputi Bidang Sains Pengkajian dan Informasi Kedirgantaraan Lapan Bambang Tejakusuma mengungkapkan, untuk menyiapkan lokasi peluncuran satelit, lembaganya telah memiliki 150 hektar tanah di Biak, Papua. ”Kami sedang merintis ke arah itu. Sekarang juga sedang dikaji peluncuran satelit milik Diknas untuk keperluan pertahanan, kesehatan, pendidikan, dan telekomunikasi,” ungkapnya.

Diungkapkannya, Lapan telah menguasai strategi penguasaan teknologi antariksa secara bertahap melalui rancang bangun roket-roket sub orbit. Dua elemen roket telah diuji coba yakni RX-320 dan RX-420. Booster RX-550 sedang disiapkan. “Mudah-mudahan pada 2014 roket pengorbit satelit akan meluncur di Indonesia,” jelasnya.

Selanjutnya Bambang menjelaskan, masalah peluncuran satelit ini juga erat kaitannya dengan hal politis. Misal, ketika Rusia berencana untuk melakukan peluncuran satelit dengan pesawat terbang di Biak secara air launch system beberapa waktu lalu. ”Kala itu ada permintaan dari Rusia yang bertentangan  dengan regulasi Indonesia. Misalnya, permintaan untuk diproteksi teknologi dan imunitas bagi krunya. Itu tidak dapat dipenuhi,” jelasnya.

Tumbuh 15 persen
Ketua Umum Asosiasi Satelit Indonesia (ASSI) Tonda Priyanto mengakui, Indonesia memang negara strategis untuk meluncurkan satelit. “Kami senang jika Lapan berniat menjadikan negeri ini sebagai tempat peluncuran satelit. Memang sudah saatnya ada alih daya teknologi dan optimalisasi sumber daya,” katanya.

Diungkapkannya, Indonesia masih membutuhkan satelit sebagai tulang punggung jaringan karena sebaran dari serat optik belum merata. ”Tahun ini bisnis satelit diperkirakan akan mencapai 5,75 triliun rupiah atau tumbuh 10-15 persen ketimbang tahun lalu. Itu dari sewa transponder, penyewaan VSAT, DTH, dan  backbone operator,” jelasnya.

Direktur Utama Telkom Rinaldi Firmansyah menambahkan, kebutuhan  satelit  mendesak di sektor telekomunikasi seiring lingkungan bisnis yang berubah. ”Transponder milik Telkom saja sudah penuh semua. Pada Agustus 2011 rencananya kami akan meluncurkan satelit Telkom III,” ungkapnya.

Dikatakannya, satelit yang menelan investasi sebesersar 200 juta dollar AS tersebut  menggandeng perusahaan dari Rusia, ISS Reshetnev untuk peluncurannya.

Satelit tersebut rencananya  akan memperkuat jaringan dan kebutuhan saluran teresterial, serta  untuk keperluan menghubungkan jaringan serat optik yang sudah dimiliki Telkom.

Satelit Telkom-3 berkapasitas 42 Transponder aktif yang setara dengan 49 transponder, terdiri dari 24 transponder Standart C-band, 8 transponder  C-band dan 4 transponder  ditambah 6 transponder Ku-Band.

Dari 42 transponder Satelit Telkom-3 sebanyak 40-45 persen atau sekitar 20 transponder akan dikomersialkan, sedangkan sisanya 55 persen untuk menambah kapasitas seluruh layanan Telkom Group.

Berdasarkan catatan, pemanfaatan transponder di Indonesia saat ini lebih dari 160 transponder untuk GSM backhaul, jaringan data dan selanjutnya untuk penyiaran. Sementara pasokan domestik yang dilakukan oleh Telkom, Indosat, Cakrawala, dan PSN hanya 101 transponder. Permintaan saat ini masih tumbuh untuk keperluan penyiaran (broadcast), 3G, Internet, Triple Play dan Quardraple

“Kami optimistis dalam waktu empat hingga lima tahun akan kembali investasi yang dikeluarkan untuk satelit tersebut karena setiap tahunnya akan ada pendapatan dari penyewaan transponder sebesar 40-50 juta dollar AS,” jelasnya.[dni]

Tinggalkan komentar

Belum ada komentar.

Comments RSS TrackBack Identifier URI

Tinggalkan komentar