JAKARTA—Spesifikasi teknis yang diterapkan oleh suatu negara bisa menjadi pelindung dan meningkatkan daya saing produk dalam negeri untuk melawan produk impor. ”Salah satu spesifikasi teknis itu adalah persyaratan karantina terhadap produk pangan dan perternakan dari luar negeri. Ini efektif menekan derasnya arus barang masuk sejalan adanya Asean-China Free Trade Agreement (ACFTA) pada tahun ini,” ungkap Kepala Badan Karantina Pertanian Kementrian Pertanian Hari Priyono di Jakarta, Kamis (21/1). Dijelaskannya, spesifikasi teknis bisa juga dijadikan sebagai salah satu alat untuk meningkatkan daya saing produk lokal ketimbang meributkan adanya arus barang asing masuk ke Indonesia. ”Spesifikasi teknis ini juga akan membantu barang lokal bisa diterima di luar negeri karena standarnya internasional. Jadi, untuk mengatasi liberalisasi kita mendorong produktifitas dalam negeri dengan harus memenuhi spesifikasi teknis,” katanya. Harry mengungkapkan, di China terdapat 134 jenis spesies penyakit yang belum dikenal di Indonesia dan ada potensi penyebaran virus untuk produk sawit lokal yang bisa merusak perkebunan. “Jika kita menerapkan standar teknis untuk produk dari China berhubungan dengan spesies tersebut, tentu barang-barang mereka tidak bisa masuk ke Indonesia. Ini juga alasan kami menambahkan spesifikasi teknis untuk pangan kadar pestisida harus dibawah ambang,” katanya. Diungkapkannya, saat ini neraca perdagangan untuk produk pertanian Indonesia-China masih dalam keadaan surplus walaupun untuk beberapa produk tertentu Indonesia mengalami minus seperti bawang putih. Harry menegaskan, penerapan standar teknis tersebut mendapatkan payung hukum dari World Trade Organization (WTO) sehingga bukan merupakan hal yang haram dilakukan. ”Produk Indonesia untuk masuk ke satu negara juga mengalami hal yang sama. Jadi, ini saatnya kita memperlakukan produk luar sesuai standar internasional,” katanya. Herry mengakui, penerapan karantina ini akan mempengaruhi biaya operasional dari para pengusaha karena jika barang yang dimasukkan dalam jumlah besar tentu akan aa biaya untuk pemeriksaan. ”Tetapi tidak mahal. Misalnya untuk tumbuhan itu biayanay hanya 0,5 rupiah per Kg,” katanya. Selanjutnya diungkapkan, untuk menegakkan masalah spesifikasi teknis tersebut khususnya yang berkaitan dengan karantina, lembaganya bersama Ditjen Postel mengeluarkan keptutsan bersama tentang tindakan karantina terhadap pihak pembawa hama penyakit hewan karantina serta organisme penganggu tumbuhan karantina yang berasal dari barang impoe, ekspor, dan kiriman antar area yang dikirim memalui Pos dan jasa titipan. ”Pengiriman produk itu banyak dilakukan melalui jasa titipan. Karena itu kita perlu payung hukum tersebut untuk bisa melakukan tindakan,” jelasnya. PLT Dirjen Postel Basuki Yusuf Iskandar mengatakan, keputusan ini didasarkan pada UU Pos No 38/2009 Pasal 32 yang intinya melarang pengiriman barang terlarang melalui layanan pos. ”Di Pasal 33 juga disebutkan pengiriman barang keluar negeri diberlakukan sebagai barang ekspor-impor sehingga harus melewati prosedur di kepabeanan dan karantina,” katanya.[dni]
Tinggalkan komentar
Belum ada komentar.
Tinggalkan Balasan