JAKARTA–PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) menegaskan telah menyelesaikan
kewajibannya kepada para mantan pegawainya yang telah mengakhiri masa tugasnya
mulai 1
Feberuari 2009 lalu.
“Kewajiban perseroan kepada para pensiunannya sudah dilaksanakan sepanjang
menyangkut hak
para pensiunan tersebut. Sedangkan menyangkut Bantuan Peningkatan Kesejahteraan
(BPK)yang
ramai diributkan belakangan ini itu bukanlah pesangon, melainkan apresiasi yang
diberikan
perusahaan kepada para pensiunan sehingga eksekusinya mengacu pada pertimbangan-
pertimbangan yang bersifat kondisional dan fleksibel yang pijakan utamanya
adalah kondisi
perusahaan saat ini dan proyeksinya ke depan,” ujar Vice President Public and
Marketing
Communication Telkom, Eddy Kurnia di Jakarta, Senin (11/1).
Berdasarkan catatan, Telkom menyiapkan dana sebesar 750 miliar rupiah untuk
memensiun
dinikan 1.156 pegawainya.
Dijelaskannya, manfaat pensiun bulanan dan Tunjangan Hari Tua (THT) yang
menjadi hak
mereka sudah dibayarkan oleh Dana Pensiun Telkom sejak mereka memasuki
pensiun dengan
besaran yang memadai, hak mendapatkan pelayanan kesehatan bagi mereka yang
sudah mempunyai
masa kerja 20 tahun, termasuk fasilitas lainnya yang menjadi hak mereka sudah juga
dibayarkan oleh perusahaan.
“BPK, sekalipun menjadi komponen yang akan diberikan, lebih merupakan kebijakan
atau
apresiasi manajemen yang nilainya ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara
perusahaan
dengan Sekar Telkom,” tegasnya.
Menurutnya, dalam merumuskan kebijakan seperti BPK untuk memberikan apresiasi
kepada para
karyawan yang memasuki pensiun dimaksud, Telkom senantiasa merujuk antara lain pada
pertimbangan kesinambungan bisnis perusahaan dalam jangka panjang. Telkom
berusaha untuk
tidak terjebak hanya memikirkan kepentingan jangka pendek tetapi merugikan
kelangsungan
perusahaan di kemudian hari.
Menyinggung tuntutan pensiunan agar Telkom segera membayarkan BPK, Eddy
menjelaskan, hal
tersebut sudah menjadi agenda perusahaan. “Perusahaan sama sekali tidak berniat
mengabaikan
BPK, artinya jika para pensiunan itu berkenan mengambil seperti yang sudah
ditawarkan
sebesar 1,4 kali maka kapan pun uang BPK itu bisa dicairkan,” ujarnya.
Hanya saja, lanjut Eddy, hingga saat ini belum tercapai kesepakatan antara
perusahaan
dengan Sekar tentang besaran nilai BPK yang mengacu pada azas uniformula
sebagaimana
disepakati dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) III Telkom-Sekar pasal 35 ayat 4.
Dalam proses perundingan, Sekar mengajukan usulan agar BPK dibayarkan kembali
dengan
besaran 2 kali THT sementara perusahaan sesuai dengan semangat perubahan yang telah
dinyatakan dalam PKB III mengajukan proposal BPK model baru dengan besaran
setara 1,4 kali
THT.
Untuk menghindari deadlock perundingan, manajemen telah mengeluarkan kebijakan
solusi
sementara yang memungkinkan pensiunan memilih untuk mendapatkan BPK tanpa harus
menunggu
perundingan selesai. “Mudah-mudahan kebijakan ini bisa menjadi solusi yang baik
bagi kedua
pihak dan beberapa di antaranya sebenarnya sudah ada yang mengambilnya,” ujarnya.
Eddy kembali menegaskan, perseroan sangat menghargai para pensiunannya. Pada
saat yang
sama, Telkom juga dituntut untuk senantiasa bijaksana dan cermat dalam
merumuskan kebijakan
perusahaan yang berdampak jangka panjang.
“Lingkungan bisnis di sektor telekomunikasi sudah berubah dan terus bergerak
sangat cepat
dan dinamis. Struktur industri telekomunikasi yang sangat kompetitif
bagaimanapun perlu
disikapi dengan cara-cara atau pendekatan yang berbeda dengan ketika Telkom
masih berupa
perusahaan monopoli, seperti era masa lampau,” katanya.[dni]
Tinggalkan komentar
Belum ada komentar.
Tinggalkan Balasan