Research In Motion (RIM) belum lama ini mengumumkan hingga 28 November lalu untuk kinerja kuartal keempat selama tahun fiskal ini telah berhasil menjual 10 juta unit perangkat BlackBerry.
Angka tersebut mengalahkan kinerja penjualan kuartal sebelumnya dimana penjualan mencapai 8,3 juta unit. Penjualan yang tinggi membuat perseroan pada periode ini memperoleh keuntungan 628,4 juta dollar AS atau meningkat 58 persen dibandingkan dengan kuartal yang sama tahun lalu sebesar 396,3 juta dollar AS.
Hal yang menarik dari kinerja untuk kuartal ini adalah 80 persen dari pelanggan baru ternyata berasal dari sektor non korporat. Ini berarti mulai terjadi terjadi pergeseran segmen dari pasar yang digarap oleh perusahaan asal Kanada tersebut karena dua tahun lalu, setengah dari pelanggan baru RIM berasal dari kalangan pebisnis.
Sebenarnya, pergeseran segmen tersebut bisa dilihat secara nyata di Indonesia. Ketika Telkomsel mulai meluncurkan layanan prabayar dan XL yang datang dengan inovasi berlangganan harian dari jasa RIM pada tahun ini, jumlah pelanggan BlackBerry di Indonesia mengalami pertumbuhan yang pesat.
Saat ini diperkirakan pengguna layanan RIM di Indonesia berdasarkan mitra adalah XL (225 ribu pelanggan), setelah itu diikuti Indosat (250 ribu pelanggan), Telkomsel (150 ribu pelanggan), Axis (20 ribu pelanggan), dan Smart Telecom (200 pelanggan).
Regionalisasi Server
Pada tahun depan, diperkirakan pertumbuhan pelanggan BlackBerry tetap akan melejit dan fenomena perang harga layanan terus berlangsung.
Berdasarkan catatan, pelanggan BlackBerry dikenakan tarif yang tidak jauh berbeda antara satu operator dan operator lainnya. Untuk tarif pascabayar paket termurah, Indosat mengenakan tarif Rp 140.000/bulan, Telkomsel Rp 180.000/bulan, XL Rp 160.000/bulan, dan Axis Rp 100.000/bulan.
Sementara untuk tarif harian BlackBerry, Indosat menerapkan tarif 6 ribu rupiah Telkomsel 8 ribu rupiah, XL 5 ribu rupiah, dan Axis 3.900 rupiah.
“Melihat pertumbuhan yang akan tinggi dari jasa ini di Indonesia. Kami mendukung perlunya regionalisasi server RIM untuk menghemat resource bandwidth yang seharusnya ke Kanada bisa diarahkan ke dalam negeri,” ungkap Chief Marketing Officer Indosat Guntur S Siboro kepada Koran Jakarta, Senin (21/12).
Untuk diketahui, saat ini server RIM berada di Kanada dan Eropa. RIM sendiri membagi kawasan layanannya atas Amerika Serikat, Eropa, dan Asia.
GM Direct Sales XL Handono Warih mengungkapkan, beberapa mitra lokal RIM telah meminta perusahaan itu untuk mempertimbangkan Singapura dijadikan sebagai Hub sebelum trafik dibawa ke server.
“Kami sudah meminta secara resmi ke RIM. Kami tidak muluk-muluk meminta bangun server di Indonesia. Bangun Hub di Singapura saja itu sudah menghemat investasi karena perang harga layanan BlackBerry ini akan berlanjut,” katanya.
Sumber Koran Jakarta mengungkapkan, selama ini dalam struktur biaya akusisi pelanggan BlackBery sebesar 25 sampai 30 persen pendapatan harus dikorbankan oleh operator hanya untuk sewa link ke server RIM. Angka ini diluar 40 persen untuk membayar lisensi ke RIM dan depresiasi perangkat . Sedangkan untuk sewa link biasanya menggunakan infrastruktur milik SingTel, Aicent, dan Tata.
Untuk diketahui, model bisnis penjualan BlackBerry yang ditawarkan vendor asal Kanada tersebut memaksa operator membayarnya di muka, sehingga yang terjadi adalah operator sibuk menjual dan melayani purnajual handset tersebut.
Hebatnya lagi, belakangan ini RIM getol mengeluarkan produk terbarunya dengan menjadikan Indonesia sebagai tempat pertama peluncuran. Akhirnya, operator yang menjadi mitra terkesan sebagai penjual perangkat ketimbang menjual layanan.
Tidak Dinikmati
“Pertumbuhan BlackBerry yang begitu pesat kurang dapat dinikmati operator lokal. Untuk itu, RIM perlu meningkatkan margin operator di Indonesia, di antaranya dengan menurunkan harga lisensi, membangun server di Tanah Air, dan melepas penjualan handset ke pasar bebas,” tegas Guntur.
Guntur mengingatkan, pasar BlackBerry di Indonesia sangat unik, karena sampai ada layanan prabayar dengan tarif harian sehingga jumlah pelanggan untuk produk tersebut tidak bisa dipastikan secara fixed karena selalu berubah setiap hari.
Menurut dia, RIM sebaiknya tidak terlalu memfokuskan penjualan handset kepada operator dan menyerahkannya ke pasar bebas, agar operator bisa meningkatkan inovasi layanan BlackBerry dan tidak malah sibuk berjualan peranti genggam.
“Sebagai operator, kami seharusnya memberikan layanan, bukan jualan handset. Operator itu sebaiknya hanya mengurus penjualan perangkat bagi korporat saja.” ketusnya.
Guntur mengungkapkan, Indosat yangs sejak 5 tahun lalu menggarap segmen korporat hanya memiliki 12 ribu pelanggan. Untuk mengatasi itu Indosat mencoba menawarkan layanan hybrid dimana pelanggan bisa menikmati layanan korporat dengan harga ritel. Guna mendukung layanan baru ini Indosat meningkatkan kapasitas ke server RIM menjadi 120 Mbps.
Wajar
Praktisi telematika Ventura Elisawati menilai permintaan dari para mitra lokal RIM sebagai hal yang wajar karena pasar Indonesia diperhitungkan jika menilik tingginya pertumbuhan penjualan dan potensi pasar yang besar.
“Kalau ada server di Asia (terlepas berada dimana pun) biaya bandwitdh akan lebih murah dan menjadikan biaya berlangganan bisa diturunkan lagi,” katanya.
Namun, seandainya RIM menempatkan server di Indonesia, Ventura meminta, regulator memastikan azas kenyamanan dan keamanan bagi pengguna BB harus tetap terjaga seperti saat ini. “Jangan nanti server sudah di sini malah dijadikan obyek penyadapan,” katanya.
Penggagas milis Indonesia BlackBerry, Abul A’la Almaujudy mengharapkan, jika server ditempatkan di daerah yang dekat dengan Indonesia akan membuat koneksi lebih cepat dengan harga yang lebih murah.
“Ini juga bisa menguntungkan pengembang konten lokal yang ingin masuk ke Application World BlackBerry. Walaupun kenyataannya banyak pengembang lokal menempatkan server di luar negeri karena biaya sewanya lebih murah ketimbang di dalam negeri,” katanya.
Banyak Pembenahan
Pada kesempatan lain, Sekjen Depkominfo/PLT Dirjen Postel Basuki Yusuf Iskandar mengakui banyak pembenahan yang harus dilakukan oleh regulator terkait layanan milik RIM tersebut.
“Kami sudah memulai dengan mendorong perusahaan itu membangun purna jual di Indonesia. Nanti kita akan dorong RIM membangun Hub di Indonesia karena infrastruktur backbone milik lokal tahun depan akan kuat dengan adanya Palapa Ring,” katanya.
Anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Heru Sutadi menambahkan,
regulator memerlukan penanganan ekstra dalam mengatur layanan milik RIM karena tidak rela Indonesia dijadikan sekadar pasar menjual perangkat dan layanan saja.
Heru mengungkapkan, saat ini regulator sedang membidik proses pembayaran pajak dari layanan BlackBerry Messenger (BBM) milik RIM yang berjalan di BlackBerry Internet Services (BIS) atau BlackBerry Enterprise Service (BES).
“Kami sudah meminta laporan keuangan para operator mitra RIM terkait pola pembayaran mereka ke perusahaan tersebut. Khususnya masalah pemotongan yang dilakukan untuk RIM. Apakah dibayarkan operator atau dipotong dulu dari RIM,” jelasnya.
Menurut Heru, hingga sekarang operator belum mampu menjawab permintaan dari regulator. “Walaupun berbasis Internet Protocol (IP) layanan itu tetap melewati originasi dari Indonesia. Kalau begitu harusnya bayar Biaya Hak Penyelenggaraan (BHP). Masak pajak buat negara dibawa lari perusahaan asing. Secara bertahap semua yang terkait layanan milik RIM itu akan dibenahi,” tegasnya.[dni]
Tinggalkan komentar
Belum ada komentar.
Tinggalkan Balasan