Berbicara tentang persiapan menuju era konvergensi, PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) bisa dikatakan sebagai yang paling serius menggarapnya.
Tak kurang dana sebesar 224,1 juta dollar AS digelontorkan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut hanya untuk membangun tulang punggung jaringan (Backbone) selama dua tahun terakhir ini.
Backbone yang akan terbentang dari ujung Aceh hingga Papua itu dinamakan Telkom Super Highway yang berbasis Optical Network Platform guna menyediakan layanan pita lebar berkecepatan tinggi dengan coverage, kualitas, layanan, dan harga yang kompetitif.
Telkom Super Highway nantinya akan membangun solusi lingkungan digital di rumah pelanggan (Home Digital Environment), melayani kebutuhan enterprise, pemerintah, operator, dan penyiaran.
Infrastruktur tersebut akan meningkatkan efisiensi penggunaan sumberdaya Information, Communication, Technologies (ICT) nasional dan mendorong tumbuhnya industri kreatif yang memerlukan bandwidth dan kecepatan tinggi. “Ini sejalan dengan transformasi portfolio bisnis Telkom menuju Telecommunication, Information, Media & Edutainment (TIME),” ungkap COO Telkom Ermady Dahlan di Jakarta, belum lama ini.
Ermady mengatakan, guna mengedukasi pelanggan akan layanan yang menuju konvergensi, perseroan segera menggelar triple play plus home security pada kuartal pertama tahun depan di lima kota. Kelima kota itu adalah Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, dan Surabaya.
“Triple play itu dapat dilihat wujudnya dari IP-TV yang terus kita uji coba. Kuartal pertama tahun depan layanan ini segera dikomersialkan karena regualsinya sudah ada,” jelasnya.
IP-TVadalah layanan televisi layaknya penyiaran biasa, namun jaringannya berbasis kepada internet protocol (IP). Di Asia, operator yang saat ini mampu menjadikan IP-TV sebagai primadona penyumbang pendapatan adalah PCCW (Hong Kong), Telekom Malaysia, dan SingTel (Singapura). Layanan ini disebut bagian dari triple play karena tersedia jasa suara, data, dan media dalam satu perangkat.
Kepala Divisi Akses Telkom M. Awaluddin menjelaskan, IPTV diibaratkan adalah akhir dari evolusi bisnis telepon kabel pada masa ini. “Telkom tidak main-main menggelar IPTV. Jika standar regulasi hanya memiliki kapasitas 2 Mbps, kami maju dengan 4 Mbps agar pelanggan mendapatkan pengalaman berbeda dalam menggunakan jasa ini,” katanya.
Dijelaskannya, dari 9 juta sambungan kabel yang dimiliki Telkom telah diukur 5 juta untuk kesiapan IPTV. “Sebanyak 60 persen dari yang diukur itu siap dengan kemampuan menghantar data untuk 4 Mbps,” jelasnya.
Menurut Awal, IPTV tidak hanya masalah menghadirkan layanan menonton TV dengan jaringan internet, tetapi ada dampak ekonominya karena jasa ini menghadirkan home shopping dan menggerakkan industri konten. “Ini jika berjalan bisa membuat terwujud ekonomi berbasis broadband. Untuk tahap awal kami akan masuk ke gedung-gedung tinggi,” katanya.
Konten lokal
Pada kesempatan lain, Praktisi Telematika Suryatin Setiawan mengatakan, Telkom harus yakin layanan IPTV mampu memenuhi kebutuhan pelanggan karena segmen yang dituju sudah aware dengan manfaat internet.
“Telkom harus mampu menghadirkan layanan yang menarik, bermanfaat , kompetitif dan ada value for money. Jika itu tidak bisa diberikan IPTV, pasti gagal,” katanya.
Suryatin menyarankan, Telkom dan pelaku usaha lainnya di industri telekomunikasi mulai mendorong banyaknya kehadiran konten lokal guna mendukung IPTV dan antisipasi sebelum ubiquoitus konvergensi datang.
“Sekarang ini penghalang maraknya konten lokal terutama adalah operator telekomunikasi masih kurang friendly terhadap industri konten dalam hal hubungan bisnis yang kondusif,” katanya.
Belum lagi masalah regulasi yang tidak bersahabat kepada industri konten lokal.” Sekarang ada gejala konten lokal baru berdiri sudah diberikan beban. Padahal yang dibutuhkan adalah pemilik modal memasukkan konten sebagai portofolio investasinya di ICT,” jelasnya.
Ketua Bidang Teknologi Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) Taufik Hasan menegaskan, tanpa konten lokal konvergensi tidak memiliki arti karena inti dari evolusi itu adalah berbagai layanan dapat ditawarkan kepada pengguna. “Tanpa konten lokal
operator hanya menyediakan pipa. Akhirnya kontennya kembali pada suara lagi,” katanya.[dni]
Tinggalkan komentar
Belum ada komentar.
Tinggalkan Balasan