JAKARTA–Indonesia dinilai tidak membutuhkan pabrik untuk pembuatan perangkat telekomunikasi karena tren ke depan adalah pengembangan aplikasi untuk perangkat.
“Ke depan itu yang berharga adalah aplikasi lokal untuk dijalankan di perangkat. Nilainya jika dihitung dari local content itu bisa besar. Bahkan pembuatan perangkat itu bisa hanya dinilai 7 persen,” ungkap Head Of Sales Sub Region Indonesia Nokia Siemens Network Henrik Brogaard di Jakarta, Rabu (21/10).
Diungkapkannya, untuk pengembangan aplikasi, NSN berkomitmen menggandeng mitra atau tenaga kerja lokal. “Kami membuat fasilitas R&D di Indonesia yang dijalankan oleh orang-orang lokal. Tidak ada ekspatriat yang diimpor untuk mengerjakan hal itu,” tegasnya.
Henrik menambahkan, jika pun pabrik didirikan di satu negara jangan merasa akan banyak tenaga kerja yang terserap karena operasional pabrik NSN didominasi oleh mesin.
“Tidak banyak penyerapan tenaga kerja jika dibuka pabrik. Kita semua sudah otomatisasi untuk produksi,” tegasnya.
Henrik juga menjelaskan, penyedia jaringan sekelas NSN yang menyediakan perangkat untuk pasar global tidak mungkin membuat pabrik di setiap negara yang dimasukinya karena harus menimbang skala ekonomis dan kapasitas produksi.
“Kami sudah memiliki 3 pabrik di tiga negara (China, Finlandia, India) untuk memenuhi pasar global. Jika harus buka pabrik di setiap negara, harga perangkat bisa mahal karena biaya produksi berbeda-beda,” katanya.
NSN adalah pemimpin penyedia jaringan di Indonesia. Saat ini perusahaan tersebut sedang giatnya mengenalkan teknologi generasi keempat akses data Long Term Evolution (LTE) bagi operator lokal.
LTE akan diujicoba di Indonesia mulai bulan depan. Teknologi ini diyakini bisa menghemat investasi operator hingga 70 persen dalam mengantisipasi lonjakan trafik data.[Dni]
Tinggalkan komentar
Belum ada komentar.
Tinggalkan Balasan