Magis perangkat besutan Research in Motion (RIM), BlackBerry, seakan tidak habis-habisnya mempesona masyarakat seluler Indonesia.
Saat ini BlackBerry (BB) tidak hanya sekadar alat komunikasi, tetapi sudah menjadi bagian dari gaya hidup bagi penggunanya
Layaknya perangkat yang telah menjadi gaya hidup, tentunya kemampuan BB harus terus ditingkatkan. “BB sebagai alat komunikasi yang mampu melakukan basic telephony atau surat elektronik, dan browsing, itu sudah biasa. Sekarang sedang dipikirkan bagaimana membuat perangkat ini semakin mengikat penggunanya,” ujar Praktisi telematika Faizal Adiputra kepada Koran Jakarta, Rabu (14/10).
Dijelaskannya, salah satu cara untuk mengikat pengguna adalah dengan mengembangkan aplikasi-aplikasi lokal sesuai kebutuhan pengguna yang bisa dijalankan di perangkat tersebut. “Bisnis awal dari layanan BB adalah memberikan koneksi internet dan surat elektronik. Nah, sekarang perlu dikembangkan value adedd services (VAS) untuk BB yakni aplikasi yang kreatif,” jelasnya.
Faizal menjelaskan, meskipun layanan dasar (email, browsing, chatting) dari BB masih dalam taraf pertumbuhan, tidaklah salah memulai sejak dini menggarap pasar VAS-nya karena sejak awal perangkat ini telah diposisikan sebagai life style product.
“BB berbeda dengan smartphone lainnya yang menonjolkan kemampuan basic telephony. Akhirnya ketika produk itu menawarkan VAS, yang terjadi jalan di tempat. Kalau BB memang sejak awal sudah menggarap life style sehingga pengguna sudah biasa dengan aplikasi tambahan,” katanya.
Peluang Pemain Lokal
Faizal menjelaskan, dibukanya peluang untuk menggarap aplikasi bagi BB akan menjadi peluang bagi industri kreatif lokal untuk bermain. “Kekuatan Indonesia itu di pasar kreatif. Banyak animator lokal menjual produknya ke luar negeri dengan harga murah. Bayangkan kalau dikelola sendiri, uang akan banyak berputar di Indonesia,” katanya.
Menurut Faizal, terdapat dua cara untuk menggarap pasar aplikasi BB. Pertama, menjadi alliance member dari RIM. Kedua, bekerjasama dengan alliance member untuk memasok konten.
Sedangkan strategi untuk masuk ke pasar adalah fokus kepada komunitas dan membiarkan produk mengkreasi pasar. “Baiknya tahap awal diberikan gratis dulu pengguna untuk mencoba. Ketika dirasakan ada manfaatnya baru ditarik bayaran. Soalnya pengguna BB itu sudah melek aplikasi,” jelasnya.
Direktur Utama Better B Kemal Arsjad menjelaskan, bukanlah hal yang mudah untuk menjadi alliance member dari RIM. “Kami saja membutuhkan waktu 8 bulan dengan persyaratan yang ketat. Bagi pemain baru lebih baik memasok konten saja,” ungkapnya.
Better B adalah salah satu alliance member lokal yang diakui RIM. Perusahaan ini telah menggarap XL BlackBerry Mall beberapa waktu lalu. XL BlackBerry Mall semacam application store yang dimiliki Apple.
Kemal mengungkapkan, sejak diluncurkan application store yang dibesutnya berhasil menjaring 50 persen dari total 160 ribu pengguna BlackBerry XL. Sedangkan active download per hari mencapai tiga ribu aplikasi. Harga per aplikasi mulai 5 hingga 15 ribu rupiah. Jika diperkirakan secara kasar, maka Better B bisa menangguk keuntungan sekitar 15 juta rupiah perhari.
“Tetapi tidak semua pendapatan diambil application developer. Harus dibagi dengan operator dan pemasok konten. Pola pembagiannya tergantung negosiasi,” jelasnya.
GM Sales XL Handono Warih mengakui, memang ada pola pembagian antara Better B dan XL sebagai pihak yang menjalankan “Mall”. “Sebenarnya yang dicari XL adalah bagaimana bisnis ini jalan dulu. Karena itu kami berinisiatif membangun Mall-nya dulu. Nanti tinggal “peyewa toko” mengisi tempat. Soalnya bagaimana pola bisnis VAS dari BB sendiri masih meraba-raba di Indonesia,” jelasnya.
Faizal mengharapkan, jika operator menginginkan bisnis aplikasi maju, maka tidak perlu lagi meminta bagian dari penjualan ke developer atau pemilik konten. “Operator cukup menikmati saja dari sisi trafik. Aplikasi kan bisa mendorong trafik, dan itu sudah memberikan keuntungan. Di sisi lain, aplikasi bisa juga membuat pelanggan tidak pindah operator, sekarang mempertahankan lebih susah daripada mendapatkan. Apalagi pengguna BB di Indonesia 90 persen prabayar,” katanya.
Hambatan
Selanjutnya Kemal mengungkapkan, hambatan bagi developer aplikasi untuk berkembang saat ini adalah masalah keterbatasan dana untuk promosi. “Kami terpaksa mengandalkan pola komunikasi getok tular melalui jejaring sosial atau digital media,” jelasnya.
Warih menambahkan, masalah lain adalah tentang kepastian dari regulasi bertransaksi melalui perangkat elektronik. “Sudah mulai dikembangkan aplikasi agar bisa bertransaksi di BB. Masalahnya, pengguna masih belum merasa secure. Ini harus dicermati,” katanya.
Akses Terbatas
Pada kesempatan lain, Wakil Ketua Komite Tetap Informatika Kadin, Iqbal Farabi mengakui, bisnis pengembangan aplikasi sedang menunjukkan trend yang positif karena penetrasi handset dan teknologi wireless yang berkembang.
“Ini membuat lahan bagi developer aplikasi untuk berkreasi. Apalagi operator membuka peluang bagi developer untuk sharing produk dan pendapatan,” jelasnya.
“Namun yang menjadi hambatan utama itu adalah akses yang masih terbatas dimiliki para developer. Khususnya untuk menembus operator besar,” jelasnya.
Menanggapi hal itu, Kepala Pemasaran dan Merek Indosat Teguh Prasetya membantah keras. “Indosat memiliki sejenis application store yang dinamakan i-go. Kami membuka peluang seluas-luasnya bagi pemain lokal,” tegasnya.
Sementara itu, menurut pengamat telematika Ventura Elisawati, RIM harus bisa menggandeng developer lokal sebagai mitranya. “Para developer itu banyak start up company. Bisa jadi dua hingga lima tahun ke depan perusahaan ini akan lebih besar ketimbang perusahan penyedia konten untuk GSM. Tetapi bisa jadi hanya euoforia sesaat,” katanya.
Peran RIM sebagai prisipal diharapkan mampu mengarahkan karena ini akan menjadi citra yang baik bagi perusahan. “Menggandeng mitra lokal sejalan dengan keinginan pemerintah agar vendor asing seperti RIM juga melibatkan peran lokal dalam pengembangkan pasarnya,” katanya.
Ventura mengingatkan, mengandalkan lifestyle dan jejaring sosial saja tidak akan cukup membuat BB menjadi primadona karena pasar di Indonesia sangat dinamis. “Vendor asing semacam RIM harus lebih jeli dalam mengembangkan aplikasi lokal sesuai kebutuhan berbagai segmen di pasar domestik,” katanya.[dni]