JAKARTA—Bisnis jasa pengiriman akhirnya mendapatkan kepastian hukum seiring disahkannya UU Pos oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk menggantikan UU No 6/84 tentang Pos pada sidang paripurna yang digelar di Jakarta, Selasa (15/9).
”Hadirnya UU Pos yang telah diusulkan sejak delapan tahun lalu untuk merevisi regulasi lama membuat adanya kepastian hukum di bisnis pengiriman. Terutama berkaitan dengan praktik jasa pengiriman yang selama ini belum diatur oleh UU lama, tetapi sudah dilakukan oleh para pelaku usaha,” tegas Menkominfo Muhammad Nuh, di Jakarta, Selasa (15/9).
Nuh menjelaskan, UU Pos baru secara fundamental mengatur beberapa hal seperti pencabutan hak monopoli PT Pos Indonesia (Posindo) dalam pengiriman dokumen, penyelenggaraan Public Service Obligation (PSO), restrukturisasi Posindo, kepemilikan asing, dan interkoneksi.
”UU ini secara tegas mengatur tentang infrastruktur sharing guna mendorong efisiensi dan efektifitas diantara pemain. Ini berdampak juga pada pentarifan yang ditawarkan ke masyarakat dalam menggunakan jasa pengiriman,” jelasnya.
Berkaitan dengan nasib dari Posindo, Nuh menjelaskan, dalam UU secara tegas diamanatkan kepada kementrian terkait untuk menyehatkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut dalam jangka waktu lima tahun.
”Penyehatan tersebut baik dalam peningkatan kualitas layanan serta kinerja keuangan. Selama proses penyehatan lima tahun itu, tanggung jawab penyelenggaraan Public Service Obligation (PSO) masih di Posindo. Setelah lima tahun baru di tenderkan program PSO tersebut,” katanya.
Sekjen Depkominfo/PLT Dirjen Postel Basuki Yusuf Iskandar menambahkan, pemerintah akan secepatnya membuat satu peraturan pelaksana (PP) terkait UU Pos. ”PP nanti akan mengatur masalah interkoneksi, tender PSO, dan lainnya. diusahakan dalam waktu dua tahun selesai. Tetapi hal-hal seperti penyelenggaraan bersifat liberal sudah bisa berjalan seiring UU ini disahkan,” katanya.
Secara terpisah, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Jasa Ekspres Indonesia (Asperindo) M. Kaderial mengakui, hadirnya UU Pos menguntungkan bagi pelaku usaha, negara, dan masyarakat.
Bagi pengguna jasa adanya kepastian tentang kalsifikasi jasa dan ganti rugi oleh opeator jika gagal memberikan layanan berkualitas . ”Selama ini jika namanya surat kehilangan diganti dengan surat. Padahal isi surat itu yang berharga. Di UU Pos itu detail sekali masalah dokumen,” katanya.
Sedangkan bagi pelaku usaha adanya kepastian hukum terutama berkaitan dengan praktik interkoneksi dan persaingan sehat. Terakhir, negara akan bisa mengelola pemberian subsidi secara jelas dan tepat sasaran, khususnya untuk program PSO.
Direktur Utama PT Pos Indonesia I Ketut Marjana mengatakan, hadirnya UU baru tidak akan mematikan Posindo karena arus liberalisasi memang tidak bisa ditolak. ”Justru ini bagus. Semuanya memiliki peluang yang sama menggarap bisnis ini,” katanya.
Tertutup Asing
Sementara itu, Anggota Komisi I DPR RI Djoko Susilo mengungkapkan, dalam regulasi baru tersebut ditegaskan juga masalah penyelenggara pos asing di Indonesia yang dituagkan dalam pasal 12.
Pasal 12 menyebutkan, Pos asing wajib bekerjasama dengan perusahaan dalam negeri melalui usaha patungan dimana saham mayoritas dikuasai oleh investor lokal. Komposisi saham yang diperbolehkan adalah 51 persen lokal atau 49 persen asing.
Selain itu, pos asing dibatasi wilayah operasinya pada ibukota provinsi yang telah memiliki pelabuhan udara dan/atau pelabuhan internasional. Sedangkan pengiriman pengiriman antarkota dilaksanakan oleh penyelenggara pos dalam negeri bukan usaha patungan.
Nuh menegaskan, hadirnya pasal tersebut untuk melindungi pelaku usaha dalam negeri karena selama ini sebagian besar pemain di jasa ini adalah Usaha Kecil dan Menengah (UKM). ”Rasanya wajar saja ini dilakukan. Nilai bisnis dari jasa ini sekitar 7 hingga 8 triliun rupiah. Tingkat pertumbuhannya setiap tahun 10 persen. Sudah saatnya dikuasai pemain lokal,” katanya.
Ketut pun mendukung langkah pemerintah tersebut. ”Memang sudah saatnya masalah gateway diperjelas. Ini agar industri lokal dilindungi,” kata Ketut.
Kaderial menambahkan, prinsip dari jasa pengiriman adalah selalu dekat dengan industri manufaktur atau kegiatan ekspor-impor. ”Biasanya kegiatan itu ada di ibukota dan memiliki pelabuhan atau bandara internasional. Jadi, tidak masalah itu bagi pos asing,” katanya.[dni]
September 15, 2009
Kategori: Uncategorized . . Penulis: doniismanto . Comments: 1 Komentar