Mulai Agustus lalu para Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang bekerja di Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi (Ditjen Postel) terlihat tidak tenang.
Pemicunya adalah tersiar kabar Departemen Komunikasi dan Informatika (Depkominfo) sebagai lembaga yang membawahi direktorat tersebut , berencana mempercepat likuidasi institusi yang selama ini terkenal sebagai lumbung pendapatan bagi negara itu demi memuluskan konvergensi di sektor telekomunikasi, penyiaran, dan informatika.
Sebelumnya, rencana likuidasi memang sudah lama santer terdengar bagi Ditjen yang ditargetkan menyetor Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar 7 triliun rupiah pada akhir tahun nanti jika Undang-undang Konvergensi dikeluarkan.
Namun, kabar yang beredar menjadi tidak mengenakkan bagi para penghuni ditjen Postel. Menkominfo Mohammad Nuh berencana mempercepat likuidasi sebelum masa jabatannya usai.
Untuk diketahui, Ditjen Postel saat ini memiliki Direktorat Pos, Direktorat Telekomunikasi, Direktorat Frekuensi, Direktorat Standarisasi Pos dan Telekomunikasi, dan Direktorat Kelembagaan Internasional.
Saat ini Depkominfo memilik 3 Ditjen dan 2 badan, yaitu Ditjen Postel, Ditjen Aplikasi Telematika, Ditjen Sarana Komunikasi Deseminasi Informasi, Badan Penetilian dan Pengembangan SDM, serta Badan Informasi publik.
Sedangkan usulan restrukturisasi yang disodorkan oleh Depkominfo kepada kementrian pendayagunaan aparatur negara adalah membentuk empat Ditjen baru dan dua badan.
Keempat lembaga baru itu adalah Ditjen Sumber daya, Ditjen Penyelenggaraan, Ditjen Standarisasi dan Kepatuhan, Ditjen Infokom Publik, Badan Litbang, dan Badan Pemerataan dan Pemberdayaan.
Kewenangan Ditjen Postel yang selama ini terkenal kuat sehingga menjadi lumbung uang akan meleleh ke beberapa Ditjen dalam restrukturisasi ini.
Ditjen Sumber Daya akan mengambil alih fungsi pengelolaan spektrum frekuensi yang nantinya berada di bawah Direktorat Perizinan. Selain Direktorat Perizinan, di bawah Ditjen Sumber Daya ada Direktorat Perencanaan Frekuensi dan Rekayasa Frekuensi.
Sedangkan Ditjen Penyelenggaraan rencananya akan mengambil alih fungsi Direktorat Telekomunikasi. Sementara Ditjen Standardisasi dan Kepatuhan akan mengambil alih fungsi dari Direktorat Pemantauan Frekuensi.
Integrasi Horizontal
Anggota Komite BRTI Heru Sutadi mengatakan, jika era konvergensi terjai memang sulit dibedakan antara ranah telekomunikasi, penyiaran, dan informatika.
“Memang trennya integrasi pun berubah dari tadinya vertikal menjadi horizontal,” katanya kepada Koran Jakarta, Rabu (2/9).
Heru menyarankan, jika benar akan dilakukan restrukturisasi fungsi Postel, sebaiknya melalui kajian yang matang dan menggunakan benchmark negara lain yang sukses menerapkan konvergensi.
“Saya lebih condong diperkuat BRTI-nya dengan melebur Postel kedalam lembaga tersebut. Seharusnya BRTI dijadikan seperti BP POM agar tercipta regulator yang mandiri dan kuat,” katanya.
Ketua Asosiasi Pengusaha Warnet Indonesia (APWkomintel) Rudi Rusdiah mengakui adanya konvergensi mengharuskan ketiga Ditjen di Depkominfo (Aptel, Postel, dan SKDI) dilebur.
“Jika memang akan dimerger boleh saja tetapi harus diantisipasi luasnya dan rumitnya bidang telematika. Selain itu semua kebijakan yang tadinya dibuat oleh Ditjen Postel dan UU telekomunikasi UU 36/1999 juga harus siap untuk dimerger dan diamandemen serta di selaraskan dengan UU ITE, UU KIP, dan UU Penyiaran,” katanya.
Jika hal itu tidak dilakukan akan terjadi kesimpang siuran antara UU dan instansi yang menjalankan UU tersebut diatas. Belum lagi tentang penentuan ditjen mana yang ditugaskan sebagai penghasil dan pengguna PNBP yang harus harus comply dengan UU 20/97 tentang PNBP dan PP73/98.
Sementara Ketua Komite Tetap Bidang Telekomunikasi Kadin Johnny Swandi Sjam menilai ide pembuatan ditjen baru itu sudah sejalan dengan konvergensi. “Catatannya adalah bagaimana kesiapan dari Sumber Daya Manusia (SDM) dipersipakan menyambut konvergensi,” katanya.
Tumpang Tindih
Pada kesempatan lain, praktisi telematika Ventura Elisawati mengungkapkan, peleburan tersebut membuat tumpang tindih fungsi yang dikelola satu ditjen.
Contohnya, perijinan (ditjen sumberdaya), interkoneksi (ditjen penyelenggaraan), dan frekuensi (ditjen kepatuhan). Belum lagi soal konten. Dalam era konvergensi, seharusnya sudah menyatu. Namun, masih terjadi pembedaan konten penyiaran dan media. “Padahal organisasi ini katanya untuk menyambut era konvergensi,” tukasnya.
Ketua Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia (ATSI) Merza Fachys mengkhawatirkan banyaknya pintu dalam pengurusan perizinan nantinya. “Saya khawatir nantinya banyak pintu justru malah menjadi high cost,” katanya.
Sedangkan pengamat telematika dari Universitas Indonesia Gunawan Wibisono mengungkapkan, jika era konvergensi telah datang masyarakat akan menikmati aplikasi tanpa perlu mengetahui pemilik dari infrastrukturnya.
“Nantinya semua pemain (penyiaran dan operator telekomunikasi) bisa menghantarkan konten. Ini akan memicu infrastruktur sharing sehingga munculnya efisiensi. Akhirnya masyarakat bisa menikmati aplikasi dengan harga yang terjangkau,” katanya.
Secara terpisah, Juru Bicara Depkominfo Gatot S Dewo Broto mengakui adanya usulan restrukturisasi di Ditjen Postel yang diusulkan Menkominfo Muhammad Nuh.
“Memang ada usulan restrukturisasi. Semua fungsi dari Ditjen Postel akan disebar ke Ditjen baru yang dibentuk. Tetapi ini bukan melikuidasi Postel,” tegasnya.
Dikatakannya, usulan tersebut masih panjang perjalanan implementasinya karena harus mengetahui dulu reaksi dari masyarakat dan industri. Sejauh ini yang dilakukan oleh Depkominfo adalah memparalelisasi antara regulasi dan restrukturisasinya.
Menurut Gatot, jika hal itu tidak dilakukan, pihaknya terpaksa menunggu lima tahun lagi. “Implementasi struktur baru itu ada masa transisinya. Dan tak mungkin Oktober ini. Logikanya, DIPA yang disetujui sekarang oleh DPR masih untuk Postel, Aptel dan SKDI untuk 2010.,” tegasnya.[dni]
September 3, 2009
Kategori: Uncategorized . . Penulis: doniismanto . Comments: Tinggalkan komentar