Asosiasi Kliring Trafik Telekomunikasi (Askitel) pada pekan lalu mengumumkan hasil pencatatan trafik selama 2008. Berdasarkan pencatatan yang dilakukan dengan Sistem Otomasi Kliring Interkoneksi (Soki), terjadi kenaikan trafik berupa durasi dan panggilan lintas operator selama 2008 yang menembus angka dua digit.
Askitel adalah lembaga yang dibentuk oleh para operator lima tahun lalu untuk menyelesaikan masalah kliring interkoneksi dari panggilan lintas operator. Kedua belas anggota organisasi ini adalah Bakrie Telecom, Indosat, Telkom, Sampoerna Telekomunikasi Indonesia (STI), XL, Axis, Smart Telecom, Mobile-8, Telkomsel, dan Pasifik Satelit Nusantara (PSN), Hutchison CP Telecom Indonesia, dan Batam Bintang Telecom (BBT).
Tercatat, pada tahun lalu terdapat 19,9 miliar panggilan atau meningkat 24,19 persen dari 16 miliar panggilan pada 2007 yang dilakukan oleh 12 operator telekomunikasi. Sementara dari sisi durasi terjadi juga peningkatan yakni dari 22 miliar menit pada 2007 menjadi 28,2 miliar menit atau meningkat 24,04 persen.
Trafik tertinggi masih dipegang oleh Telkom Group, yang meliputi produk flexi dan Telkomsel, baik dari segi trafik maupun percakapan telepon. Telkom Group menguasai trafik 35 persen panggilan dan durasi 46 persen Pangsa pasar kelompok ini dari total trafik, adalah sebesar 62 persen.
Trafik boleh meningkat hingga dobel digit, tetapi omzet dari interkoneksi hanya tumbuh single digit alias 5,89 persen atau mencapai 18,78 triliun rupiah dari tahun 2007 sebesar 17,89 triliun rupiah. Omzet yang terkumpul itu akan dibagi ke 12 anggota sesuai dengan hak dan kewajiban masing-masing operator. Acuan pembagian adalah trafik yang dimiliki masing-masing anggota.
Sekjen Askitel Rakhmat Junaedi menjelaskan, jika melihat statistik yang dipaparkan oleh organisasinya dapat disimpulkan selama tahun lalu terjadi pertumbuhan trafik yang merata di seluruh operator telekomunikasi.
“Ada operator yang memiliki pertumbuhan sebesar 9 persen tetapi ada juga yang ribuan persen. Pertumbuhan kecil karena operator itu sudah eksisting, sementara ribuan persen karena operator itu baru hadir, jadi kesannya besar,” jelasnya di Jakarta, Senin (6/7).
Menurut Rakhmat, tingginya trafik interkoneksi pada tahun lalu dipicu oleh penurunan biaya interkoneksi sehingga menstimulus pelanggan berhubungan dengan kerabat dari lintas operatoryang memaksa para operator untuk membuka interkoneksi.
“Tak dipungkiri esensi dari komunikasi itu adalah interkoneksi. Jika operator menggunakan interkoneksi sebagai alat persaingan, pelanggan akan meninggalkannya karena tidak bisa berhubungan dengan para kerabat,” katanya.
Hal lain yang dicermati mulai tahun lalu, jelas Rakhmat, bertahannnya pelangan menggunakan layanan operator baru. Hal itu terlihat adanya trafik yang berasal dari pelanggan operator baru. “Ini berarti menafikan yang namanya nomor tidur di operator baru,” katanya.
Secara terpisah, Chief Marketing Officer Axis Johan Buse mengatakan, sebagai pemain baru mencoba membuat pelanggan bertahan di jaringannya dengan menawarkan program pemasaran yang menarik. “Pertumbuhan pelanggan Axis memang luar biasa belakangan ini. Sekarang saja sudah mecapai lima juta pelanggan hanya dalam 1,5 tahun beroperasi,” katanya.
Kepala Pemasaran Smart Telecom Ruby Hermanto mengatakan, operator kecil konsisten melakukan penghapusan nomor karena harus tetap berjualan dan menjaga kualitas sistemnya.
“Tidak mungkin dibiarkan nomor tidur. Kita butuh recycle nomor agar bisa dijual kembali. Smart sendiri menerapkan 30 hari masa aktif dan 90 hari amsa tenggang, setelah itu dihanguskan jika tidak ada isi ulang,” katanya.
Trafik Onnet
Sementara itu, Ketua Dewan Pengarah Askitel Ahmad Santoso mengungkapkan, kenaikan trafik di lintas operator sebenarnya masih kalah dengan panggilan ke sesama pelanggan (onnet). “Panggilan ke sesama pelanggan lebih besar. Sayang, kami tidak bisa mencatat karena memang hanya konsen di kliring trafik,” katanya.
Menurut Ahmad, lebih besarnya panggilan ke sesama pelanggan tak bisa dilepaskan dari strategi operator yang ingin meminimalisir biaya mengingat jenis panggilan onnet tidak membutuhkan biaya produksi yang besar.
“Panggilan ini tidak harus dibagi keuntungannya. Semua disimpan sendiri. Jadi, wajar operator menggunakan strategi pemasaran komunitas untuk mendorong tingginya panggilan onnet,” katanya.
Sekjen Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia (ATSI) Dian Siswarini menjelaskan, tingginya panggilan onnet karena pentarifannya lebih rendah ketimbang panggilan lintas operator. Seandainya panggilan lintas operator bisa ditekan lebih rendah, tentunya trafik akan jauh lebih meningkat. Hal itu bisa dibuktikan dengan penurunan biaya interkoneksi pada 2008 yang membuat tarif menjadi lebih murah dan trafik meningkat.
“Tarif lintas operator itu menurut regulasi tidak boleh dibawah biaya interkoneksi. Jadi, semua mengacu pada regulasi,” katanya.
Kepala Pemasaran dan Merek Indosat Teguh Prasetya menambahkan, selain karena tarif onnet yang lebih murah, fenomena dari penggunaan lebih dari satu nomor oleh pelanggan juga memicu kenaikan panggilan onnet.
“Pelanggan mengincar tarif murah onnet dengan menggunakan nomor lebih dari satu. Hal ini karena sebenarnya seseorang melakukan panggilan itu tak lebih ke 5 nomor yang sama dalam satu hari,” katanya.
Audit
Pada kesempatan lain, Pengamat telematika Miftadi Sudjai meminta regulator untuk cermat membaca statistik yang dipaparkan oleh Askitel mengingat perbedaan pencatatan (Disparency) masih terjadi.
“Ada baiknya dilakukan audit terhadap laporan Askitel itu. Regulator memang sudah berusaha dengan penerapan Sistem Kliring Trafik telekomunikasi (SKTT), tetapi konsep itu sampai sekarang belum berjalan,” katanya.
Miftadi mengatakan, menjalankan peneraan billing secara berkala layaknya dilakukan badan meteorologi untuk Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) wajar saja dilakukan oleh regulator telekomunikasi agar pelayanan berkualitas bagi pelanggan terjaga.
“Selama ini pelanggan dipaksa percaya dengan perhitungan operator untuk lama berbicara. Buktinya masih ada saja keluhan kesalahan pencatatan billing, ini harus diminimalisir,” katanya.
Menanggapi hal itu, Rakhmat mengatakan Soki yang digunakan oleh operator sudah diperbaiki kinerjanya. Hal itu dibuktikan dengan kemampuan menekan disparency dari 2,47 persen menjadi 1,3 persen. “Perbedaan pencatatan itu akan diselesaikan secara bilateral oleh dua operator yang bermasalah. Tidak perlu dibesar-besarkan,” katanya.[dni]
Juli 6, 2009
Kategori: Uncategorized . . Penulis: doniismanto . Comments: 1 Komentar