Saat pameran industri kreatif pada pekan lalu dunia game online Indonesia mendapatkan kado yang manis berupa hadirnya Massive Multiplayer Online Role Playing Game (MMORPG) hasil buatan anak negeri yakni Nusantara Online.
MMORPG adalah suatu jenis permainan berbasiskan konsep permainan Role Playing Game (RPG) yang bisa dimainkan dari berbagai tempat dan berbagai waktu oleh bayak pemain. Permainan MMORPG secara umum berbasiskan perjalanan kehidupan dari sebuah karakter yang dimainkan oleh pemain.
Nama permainan yang paling terkenal di telinga gamers untuk jenis ini adalah Ragnarok Online dan World of Warcraft (WoW). Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat dari 31 juta pengguna internet, sebanyak 6 juta aktif menggunakan game online. Potensi bisnis dari game online sendiri setiap bulannya mencapai 30 miliar rupiah.
Kajian yang dilakukan Komite Tetap Informatika Kadin mengungkapkan, 60 persen pengguna game online mengakses melalui Warnet dan 10 persen di kantor pada jam kerja, sisanya setelah jam kerja.
Managing Director Nusantara Online Heru Nugroho menjelaskan, Nusantara online rencananya akan diluncurkan pada November nanti seiring game tersebut terkoneksi dengan Indonesia Internet Exchange (IIX).
“Saat ini untuk uji coba baru bisa digunakan oleh pengguna jasa internet Melsa di Bandung. Aplikasi ini adalah bukti kreatifitas pemain lokal mengembangkan games online,” katanya kepada Koran Jakarta, Rabu (1/7).
Dijelaskannya, keunggulan dari MMORPG yang dibuatnya adalah tidak menuntut koneksi internet berkecepatan ekstratinggi alias bandwidth besar. Kemampuan internet yang dibutuhkan adalah kecepatan 40 Kbps, sehingga koneksi dengan 3G pun sudah cukup.
Diharapkannya, dalam setahun pertama. Nusantara Online akan mampu menggaet satu juta pengguna sehingga nilai investasi sebesar 10 miliar rupiah yang dibenamkan oleh perusahaannya tidak menjadi sia-sia.
Syarat Sukses
Wakil Ketua Komite Tetap Informatika Kadin, Iqbal Farabi mengakui pasar game online di Indonesia menarik digarap oleh pengembang konten lokal karena menjanjikan. “Potensinya masih terbuka lebar. Hal in mengingat penetrasi internet terus berkembang,” katanya.
Iqbal menyarankan, jika games online ingin sukses aplikasi tersebut harus terkoneksi dengan situs jejaring sosial agar jumlah pelanggannya meningkat. “Tetapi akan lebih elok juga terkoneksi dengan e-learning atau e-training, sehingga unsur pendidikannya bisa masuk,” katanya.
Ketua Umum Asosiasi Warnet Indonesia (Awari) Irwin Day mengatakan, syarat sukses dari game online terletak pada aksessabilitas layanan (infrastruktur), konten yang menarik dan inovatif, kesesuaian dengan target pasarnya seperti kedekatan kebiasaan, mudah dipahami, menyenangkan, terjangkau, serta partisipasi keterlibatan pengguna.
Dikatakan Irwin, potensi bisnis yang bisa digarap selain menyelenggarakan game online adalah menjual voucher yang dijadikan syarat untuk ikut bermain dan pemasangan iklan di ruang game.
Praktisi Telematika Mochammad James Fahuddin menambahkan, unsur lainnya yang menentukan adalah bisa memunculkan unsur aditif dan pola pemasaran yang atraktif. “Jika Nusantara Online mampu melakukan itu, tinggal memetik hasilnya saja begitu diluncurkan ke pasar,” katanya.
Stimulus
Iqbal menyarankan, agar game online besutan pemain lokal semakin banyak dibutuhkan stimulus dari pemerintah berupa regulasi yang mendukung dan kemudahan pemodalan.
“Pemerintah cukup menunjuk lembaga pembiayaan yang mendukung industri Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang menawarkan pinjaman tanpa agunan. Polanya bagi hasil, dimana pada tahun pertama bebas bunga, dan tahun berikutnya floating sesuai tingkat suku bunga, katanya.
James menjelaskan, kunci dari pengembangan konten kreatif adalah ketersediaan modal yang memadai. Hanya saja, karena konten kreatif ini yang dijual adalah imajinasi atau pikiran, maka bisnis ini sangat tidak ‘bankable’ karena tidak ada jaminan yang bisa diberikan. Untuk itu pihak perbankan juga perlu menyiapkan appraiser yang bisa menilai feasibility dan profitability dari sebuah bisnis kreatif.
“Sayangnya di Indonesia ini masih sangat sedikit venture capitalist yang mau menanam modal di bisnis kreatif seperti yang dilakukan di Sillicon Valley, Amerika Serikat,” katanya.
Ketua Masyarakat Industri Kreatif TIK Indonesia (MIKTI) Indra Utoyo menyarankan pemerintah meniru pola pembiayaan yang dilakukan oleh Inggris dimana pengembang konten diberikan tax holiday selama inkubasi misalnya tiga tahun.
“Selain itu pemerintahnya juga menawarkan R&D tax credit yang memungkinkan sebagian pajak dikembalikan jika usaha pengembangan rugi,” katanya.
Fasilitasi lainnya yang diharapkan dari pemerintah adalah pembangunan infrastruktur seperti aplikasi, engine produksi, dan perlindungan HAKI untuk mendorong inkubasi inovasi sehingga para kreator gemar berkreasi. “Selain itu juga perlu fasilitasi akses pasar dan pengembangan komunitas,” katanya.
Heru ketika ditanya tertarikkah meminta insentif kepada pemerintah mengaku pesimistis akan ada stimulus yang bisa mendorong perkembangan games besutannya. “Saya selama ini sudah biasa mandiri. Rasanya pesimistis akan ada insentif dari pemerintah untuk mengembangkan,” katanya.
Sementara Irwin meminta, pemerintah tidak membuat aturan yang mengekang perkembangan bisnis games online sebelum benar-benar besar, karena bisnis ini bisa menjadi tumpuan perkembangan bisnis teknologi informasi. “Pemerintah cukup menjaga konten dari game tersebut tidak melanggar norma agama dan susila,” katanya.
Berdasarkan catatan, industri kreatif di Indonesia telah memberikan kontribusi sebesar 8 persen dari total PDB Indonesia pada 2008, dengan pertumbuhan rata-rata 6,3 persen sejak 2002 hingga 2008.
Sementara jumlah penyerapan tenaga kerja mencapai 5,4 juta pekerja dengan tingkat partisipasi 5,8 persen. Nilai ekspor mencapai 81,4 triliun rupiah dan memberikan kontribusi sebesar 9,13 persen terhadap total nilai ekspor nasional.
Di negara lain seperti Inggris, industri kreatif memberikan kontribusi sekitar 7,9 persen dari produk domestik bruto, Australia (3,3 persen), dan Selandia Baru (3,1 persen).[dni]