JAKARTA–Pembangunan bandara oleh pihak swasta dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) harus mendapatkan dukungan regulasi yang jelas, khususnya berkaitan dengan tata ruang.
“Pemerintah harus bisa memfasilitasi pembangunan menara sesuai dengan blue print industri penerbangan. Masalahnya di UU 26/2007 tidak ada rencana itu khususnya tentang penataan ruang,” ujar Sekjen Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Danang Parikesit di Jakarta, Kamis (25/6).
Disarankannya, bentuk perlindungan regulasi itu bisa saja dalam bentuk Peraturan Pemerintah tentang RTRWN. Jika regulasi tersebut tidak dihadirkan, pemerintah menabrak aturan yang sudah ada sebelumnya.
“Industri penerbangan akan terus tumbuh. Apalagi di daearah gemuk seperti Jakarta, jika Angkasa Pura ingin membangun bandara baru harus jelas perlindungan regulasinya,” katanya.
Sebelumnya, Angkasa Pura II menimbang untuk membangun bandara pendamping Soekarno-Hatta di salah satu pulau di Kepulauan Seribu. Hal ini karena diprediksi maksimal daya tampung bandara Soekarno-Hatta setelah dikembangkan dengan 4 terminal hanya memiliki kapasitas 60 juta penumpang.
Saat ini daya tampung dari bandara Soekarno-Hatta mencapai 46 juta penumpang dengan pendapatan setiap tahunnya sekitar satu triliun rupiah.
Angkasa Pura II sedang mengaji kemungkinan pembangunan bandara pendamping dan diperkirakan 2020 sudah selesai dibangun.
Berkaitan dengan langkah dari Angkasa Pura II itu, Danang memaklumi langkah yang diambil karena UU Penerbangan memberikan liberalisasi pengelolaan bandara.
“Angkasa Pura II akan bersaing dengan swasta. Jika sudah ada inisiatif seperti itu, berarti BUMN tersebut sudah mulai berubah,” jelasnya.
Departemen Perhubungan sendiri mendukung gagasan Angkasa Pura II untuk menjadikan Kepulauan Seribu sebagai alternatif bandara baru di Ibu Kota.
“Menurut saya itu gagasan bagus, tapi harus dikaji lagi,” kata Juru Bicara Departemen Perhubungan, Bambang S Erfan.
Kajian harus dilakukan mendalam dengan memperhatikan sejumlah aspek seperti analisis dampak lingkungan, aksesibilitas, dan geografis. “Misalnya pulau mana yang dipilih,” ujarnya.
Bambang mengungkapkan, gagasan membangun bandara baru sebagai alternatif bandara Soekarno-Hatta itu belum disampaikan secara formal kepada Departemen Perhubungan. Selama ini gagasan untuk membangun bandara baru masih sekedar wacana.[Dni]