JAKARTA –NIlai pasar sektor ritel di luar rokok selama empat bulan pertama 2009 mencapai 31,98 miliar rupiah.
Executive Director, Retail Measurement Services Nielsen Teguh Yunanto menjelaskan, angka tersebut mengalami pertumbuhan positif sebesar 7,4 persen jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
” Ada pertumbuhan tetapi melambat. Tahun lalu periode yang sama pertumbuhannya mencapai 21,9 persen,” ungkapnya di Jakarta , Selasa (16/6).
Dijelaskannya, pertumbuhan sebesar 7,4 persen itu jika diperinci maka pasar modern bertumbuh sebesar 13,4 persen atau melambat dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang mengalami pertumbuhan sebesar
28 persen. Sementara pasar tradisional masih tumbuh sebesar 4,1 persen
walaupun pada tahun lalu mengalami pertumbuhan sebesar 18,8 persen.
Riset dilakukan pada 54 item produk kebutuhan sehari-hari yang bermerek melalui pengumpulan data mingguan di Jabotabek, Bandung , Surabaya ,
Semarang , Medan , dan daerah pedesaan (rural) di pulau Jawa.
Survei dilakukan terhadap 2.800 rumah tangga di kota besar dan 1.600 rumah
tangga di rural. “kategori area rural jika 75 persen penduduknya mayoritas
petani,” ujarnya.
Teguh menyakini, pertumbuhan pasar hingga akhir tahun akan meningkat hingga di atas 10 hingga 12 persen layaknya tahun lalu. “Biasanya pertumbuhan akan terjadi luar biasa di semester kedua. Apalagi kegiatan Pemilu meningkatkan kepercayaan konsumen untuk berbelanja,” jelasnya.
Selanjutnya Teguh mengungkapkan, dalam riset tersebut ditemukan fakta konsumsi lima kota besar pada pasar modern mengalami kenaikan kunjungan paling besar dibandingkan dengan pasar tradisional dan warung. “Pasar modern bertumbuh 9,3 persen pada pengeluaran belanja per kunjungan dan 4,5 persen pada volume per
kunjungan,” kata Teguh.
Sedangkan pasar tradisional hanya meningkat 7,8 persen untuk
pengeluaran belanja dan 2,2 persen per volume kunjungan. Sementara warung
atau toko kelontong bertumbuh 8 persen untuk pengeluaran belanja dan 1,6
persen untuk volume kunjungan.
Menurut Teguh, konsumen pedesaan di Pulau Jawa lebih sering melakukan belanja
tapi dengan pengeluaran belanja yang dikurangi. “Jumlah kunjungan masih
ada pertumbuhan 2,1 persen tapi pengeluaran per belanja tidak mengalami
pertumbuhan atau nol persen. Ada indikasi bahwa konsumen pedesaan sedang berjuang dengan kenaikan harga dan harus mengorbankan kuantitas untuk mengatur pengeluaran
mereka,” kata Teguh.
Berkaitan dengan belanja iklan dari sektor ritel selama empat bulan pertama tahun ini, Teguh mengungkapkan, terjadi penurunan dari 40 miliar rupiah menjadi 32 miliar rupiah atau turun sekitar 20 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
“Ini adalah salah satu bukti pertumbuhan pasar melambat. Dampaknya jelas sekali ke belanja iklan,” jelasnya.[dni]