Belum lama ini Appshoper.com melansir data yang mengejutkan tentang sepak terjang Application Store iPhone (AppStore). Tercatat, hanya dalam waktu kurang dari satu tahun toko virtual yang dikelola oleh Apple tersebut mampu menjual aplikasi sekitar satu miliar bagi pengguna iPhone.
AppStore diperkirakan memiliki 33.306 aplikasi dimana 25 ribu diantaranya dibuat oleh para pengembang perangkat lunak independen. Para pengembang aplikasi yang ingin bergabung ke AppStore cukup membayar 99 dollar AS ke Apple Developer Network untuk akses dan mendistribusikan aplikasi iPhone.
Model bisnis antara pengembang dengan Apple ini diyakini memberikan keuntungan bagi penyedia konten karena bisa mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Hal ini karena semua konten dikendalikan dalam satu wadah oleh Apple yakni AppStore.
Selama ini cara Apple berjualan aplikasi di App Store lumayan unik bagi pengguna i-Phone di 88 negara. Konsep yang digunakan adalah komposisi aplikasi gratis dan berbayar dibuat satu berbanding tiga.
Jika kita menggunakan asumsi harga per aplikasi dibuat rerata satu dollar AS dan jumlah aplikasi yang berbayar sebanyak 100 ribu, maka uang beredar di AppStore sudah mencapai 2,5 miliar dollar AS.
CEO Elasitas Andy Zain mengakui, keberadaan jalur penjualan seperti AppStore memberikan akses bagi para inovator dan pelaku industri kreatif untuk dapat langsung berhubungan dengan konsumen tanpa melalui perantara.
Hal ini memungkinkan lebih banyak aplikasi dan konten yang akan tersedia di masyarakat. Elasitas adalah penyedia konten Angklung bagi iPhone yang dijual Telkomsel.
“AppStore ini menghapus jalur berliku untuk memasarkan sesuatu. Misalnya, untuk memasarkan lagu harus berurusan dengan perusahaan rekaman. Sekarang jika dimasukkan ke dalam AppStore, semua jalur birokrasi bisa dipotong,” katanya kepada Koran Jakarta, belum lama ini.
GM Pemasaran Telkomsel Nirwan Lesmana menegaskan, misi Telkomsel membawa iPhone ke Indonesia bukan hanya semata untuk berjualan ponsel tesebut. “iPhone itu tidak hanya cara pengoperasiannya yang unik yakni menggunakan sapuan tangan karena layar sentuh, ada juga potensi bisnis yang bisa digarap yakni menjadi penyedia konten di AppStore. Karena itu dari awal Telkomsel menegaskan ini bagian dari membangun industri,” ujarnya.
Beberapa konten lokal yang telah ada di iPhone Telkomsel selain Angklung adalah Portal berita Detikcom, Peta Jakarta, dan Jadwal Bis Trans Jakarta. Telkomsel pada tahap awal menyediakan 10 ribu iPhone. Ponsel tersebut telah hadir di di Jakarta, Medan, Surabaya, Makassar, dan Bandung.
Nirwan mengungkapkan, saat ini pihaknya sedang mendorong para kreator lokal untuk bergabung dalam AppStore agar konten lokal bagi pengguna iPhone Telkomsel semakin banyak.
“Pengguna iPhone Telkomsel adalah orang Indonesia, rasanya aneh jika di dalam ponselnya justru terdapat peta lokasi Kota New York. Karena itu kami butuh nuansa lokal di iPhone Telkomsel,” tegasnya.
Konten Lokal Siap
Ajakan dari Telkomsel tersebut ternyata sudah sampai ke telinga para punggawa konten lokal. Direktur Benang Komunika Infotama, Iqbal Farabi dan Senior Advisor Beoscope.com, Suryatin Setiawan mengaku tertarik untuk bermain di AppStore.
“Kami sangat tertarik untuk bergabung di AppStore hal ini karena sebagai content kreator harus mengikuti tren. Di Indonesia jika mau selamat harus mengikuti jaman. Jika tidak, bisa tenggelam,” kata Iqbal.
Suryatin mengungkapkan, Beoscope.com sedang menyiapkan layanan untuk menjadi salah satu penggerak konten berbasis video. “Kami sedang berbicara dengan operator selular untuk bersama-sama membuat success story dari aplikasi dan konten lokal Indonesia,” katanya.
Beoscope.com selama ini terkenal fokus kepada video based service dan layanan yang menggunakan 3G video call di jasa selular. Beberapa layanan tersebut adalah membuka layanan video call ke studio studio radio broadcast untuk bisa dilihat para pendengar setianya manakala ada acara favorit sedang mengudara dan video product updates dari beberapa perusahaan dangan merek berkelas kepada konsumen setianya.
Iqbal mengingatkan, meskipun jalan yang mulus disediakan oleh Telkomsel menjadi rekanan di AppStore tetapi masalah akan tetap muncul berkaitan dengan fee. Hal ini karena biasanya principal (Apple) menetapkan fee untuk aplikasi yang di ciptakan oleh content creator. Apalagi jika principal mengetahui adanya keuntungan yg di-generate di dalamnya.
Hal ini berbeda jika sudah banyak aplikasi yang dibuat menjadi booming sehingga principal merasakan kreator lokal layak di perhitungkan. Jika ini kejadiannya, mungkin Apple akan meminta kreator lokal menciptakan sesuatu berdasarkan kebutuhan yang berujung pembayaran bisa menggunakan pola bagi hasil.
Secara terpisah, praktisi telematika Ventura Elisawati menilai memang sudah sewajarnya konten lokal bermain di AppStore atau membuat aplikasi sejenis.”Saya malah inginnya kreator lokal memiliki AppStore khas Indonesia. Hal ini karena mobile content yang bersifat User Generated Content (UGC) masih didominasi oleh asing seperti facebook dan lainnya. Akibatnya konsumsi bandwidth internasional menjadi cukup besar,” katanya.
Ventura menyarankan, operator mulai melirik situs lokal yang telah melengkapi fiturnya tak hanya berbasis GPRS, tapi juga SMS untuk lebih memarakkan pertumbuhan konten lokal, sekaligus melakukan penghematan bandwidth.
“jika delivery channel berbasis GPRS, tetapi notifikasi comment-nya memiliki dua pilihan yakni email atau SMS layaknya dikembangkan Facebook, itu akan mendorong pengguna makin aktif. Yang untung kan operator juga karena trafik meningkat,” katanya.
Berdasarkan catatan, beberapa situs lokal yang memiliki fasilitas seperti dipaparkan ventura adalah kronologer (asia blogging) yang menjalankan UGC berbasis SMS.
Selanjutnya ada Dagdigdug.com yang merupakan free blog hosting dengan fitur mobile bloging (GPRS), yang juga akan diarahkan ke SMS blogging dan BlackBerry blogging. Serupa dengan dagdidug.com adalah situs politikana.com yang berisi edukasi demokrasi dengan mengandalkan jurnalisme warga.[dni]
April 27, 2009
Kategori: Uncategorized . . Penulis: doniismanto . Comments: Tinggalkan komentar