Pemerintah tak lama lagi berencana mengeluarkan Keputusan Menteri (KM) terkait penomoran dari jasa Fixed Wireless Access (FWA) milik PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom), TelkomFlexi.
Regulasi tersebut nantinya akan mengatur masalah reklamasi penomoran untuk 351 kode area milik Flexi secara nasional. Setelah direklamasi, maka penomoran untuk pelanggan Flexi yang sebelumnya berjumlah di bawah 10 angka (setelah kode area) akan berubah sesuai dengan Fundamental Technical Plan (FTP) 2000 alias 10 angka setelah kode area.
Perubahan ini akan berlaku bagi pelanggan yang menggunakan Flexi mulai 2008 atau sejak reklamasi dimulai. Saat ini jumlah pelanggan Flexi mencapai 13 juta nomor, diharapkan hingga akhir tahun ada penambahan sekitar tiga hingga 3,5 juta
pelanggan baru.
Telkom sendiri telah melakukan reklamasi sebelumnya pada April 2008 sesuai FTP 2000 untuk kode area 0251 (Bogor) dengan proses Ganti Nomor (GNO). Saat itu diperkirakan Telkom mengeluarkan investasi sebesar lima miliar rupiah.
Untuk diketahui, dalam FTP 2000 bagi nomor pelanggan lokal (FWA) ditentukan jika kode area dua digit, jumlah digit pelanggan menjadi 8 digit dan untuk kode area 3 digit, jumlah digit pelanggan sebanyak tujuh digit. Sedangkan pelanggan Flexi di banyak area masih menerapkan nomor di bawah 10 digit.
Masalah penomoran ini kembali mencuat, karena semenjak 30 November 2007 dan 4 November 2008, Telkom telah mengajukan permohonan penetapan nomor pelanggan Flexi secara nasional. Hal ini karena Telkom diharuskan untuk mengeluarkan nomor lokal yang bukan menjadi miliknya untuk dibagi ke FWA lainnya.
“Di era monopoli semua nomor lokal dikuasai oleh Telkom. Nah, di era liberalisasi nomor-nomor itu harus dikembalikan ke negara. Sedangkan jika operator meminta alokasi penomoran harus berdasarkan blok numbering kepada negara,” jelas juru bicara Depkominfo Gatot S Dewo Broto kepada Koran Jakarta, Senin (6/4).
Untuk diketahui, blok numbering biasanya berisi 999 ribu nomor untuk kode area 0XY. Namun, untuk kode area 0XYZ hanya berisi 10 ribu nomor.
Diungkapkannya, berdasarkan koordinasi terakhir dengan Telkom 19 Maret lalu telah didapat kesepakatan akan dilakukan penetapan blok nomor pelanggan Flexi secara nasional untuk 351 kode area.
“Ini akan menjadi solusi dari mulai terbatasnya pengadaan nomor prabayar untuk Flexi. Telkom harus mampu mengoptimalkan nomor tidur yang selama ini dimilikinya karena tidak sesuai dengan FTP 2000,” tegasnya.
Gatot menegaskan, biaya dari reklamasi nantinya akan ditanggung oleh Telkom karena sudah merupakan kewajiban dari operator tersebut untuk mengikuti FTP. “Sedangkan bagi FWA lainnya tidak akan berdampak karena ini hanya menyangkut nomor yang dikuasai oleh Telkom,” katanya.
Telkom Sanggupi
VP Public and Marketing Communication Telkom Eddy Kurnia menegaskan, perusahaan siap melaksanakan permintaan dari pemerintah jika sudah ada keputusannya. “Kami siap saja jika sudah menjadi keputusan. Sedangkan masalah permintaan insentif ini harus didiskusikan dulu karena ada hitungan investasinya,” katanya.
Menurut Eddy, jika perubahan penomoran dilakukan sebenarnya tidak memberikan dampak ke pelanggan, malah bisa jadi pelanggan menjadi merasa kurang nyaman karena adanya perubahan. “Jadinya mereka yang selama ini sudah biasa dengan nomor lamanya harus menyosialisasikan kembali nomor barunya ke teman atau kerabat,” katanya.
Praktisi Telematika Suryatin Setiawan menambahkan, pergantian nomor pelanggan agar sesuai dengan FTP 2000 akan memerlukan biaya yang besar untuk sosialisasinya dan pelanggan akan dirugikan karena harus mensosialisasi nomor barunya.
“Untuk ilustrasi ketika GNO dilakukan di Bogor selain biaya besar dikeluarkan, pelanggan juga tidak nyaman untuk sementara waktu akibat tingginya tingkat kegagalan panggilan. Bagi saya hal yang wajar Telkom meminta insentif ke pemerintah,” katanya.
Tambah Digit
Suryatin menyarankan untuk mengatasi solusi keterbatasan nomor prabayar tidak hanya untuk Telkom tetapi bagi jasa FWA lainnya adalah menambah digit angka yang berlaku sekarang ini.
“Menambah digit yang sudah ada saat ini dari 10 menjadi 11 digit lebih baik. Ketimbang menyuruh Telkom untuk kembali ke FTP 2000. Kebijakan ini akan menjadi win-win solution tidak hanya bagi Telkom, tetapi juga industri. Lagipula menambah menjadi 11 digit tidak bertentangan dengan ketentuan International Telecommunication Union (ITU) yang memperbolehkan 15 digit,” katanya.
Dikatakannya, jika mengacu pada standar FTP 2000, untuk beberapa daerah seperti Malang, Denpasar, dan Jakarta sudah mengalami krisis penomoran sehingga ekspansi FWA menjadi terhambat.
“Jika yang diambil adalah menambah digit akan bisa direalisasikan secara cepat karena kemampuan switching Telkom dan industri sudah mendukung,” katanya.
Ketua Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) Bidang Kajian Teknologi Taufik Hasan mengatakan, perubahan dari 10 digit menjadi 11 digit akan membentuk penomoran yang homogen sehingga memudahkan dalam berbagai proses seperti penagihan.”Jika ada sistim yang harus diubah Telkom hanya untuk sentral yang sudah tua terutama sistem dari PSTN (telepon kabel),” katanya.
Disarankannya, realisasi migrasi penomoran dilakukan sejalan dengan rencana migrasi teknologi Next Generation Network (NGN) secara per daerah oleh Telkom. “Artinya sentral yang tidak bisa lagi mengakomodasi sistem penomoran baru yang direncanakan karena perlu jumlah digit panjang, dimigrasikan langsung ke NGN,” katanya.
Secara terpisah, Direktur Korporasi Bakrie Telecom Rakhmat Junaedi menyambut gembira jika langkah memperpanjang digit angka yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi keterbatasan penomoran.
“Kami di beberapa kota memang mengalami krisis penomoran. Pemerintah harus memikirkan solusi untuk mengatasi kondisi ini,” katanya.
Dia meminta, nomor-nomor yang dikuasai oleh operator FWA untuk diinventarisir oleh pemerintah. Jika ditemukan tidak produktif, ditarik kembali untik disalurkan ke operator lainnya.
“Kita kan ingin memajukan industri dan meningkatkan penetrasi. Rasanya tidak wajar kalau banyak nomor tidur dikuasai oleh satu atau dua operator saja,” katanya.
Menanggapi hal itu, Gatot mengatakan, masalah menambah digit sedang dikaji. Namun, diingatkannya implementasi dari kebijakan itu akan membutuhkan biaya yang lebih besar dan akan mengorbankan blok numbering lainnya.[dni]
April 6, 2009
Kategori: Uncategorized . . Penulis: doniismanto . Comments: Tinggalkan komentar