Menjelang tutup Februari lalu dua operator telekomunikasi mengumumkan kinerjanya selama 2008. Kedua operator itu adalah PT Excelcomindo Pratama Tbk (XL) dan PT Indosat Tbk (Indosat).
Di jasa seluler, kedua operator ini termasuk dalam golongan incumbent bersama Telkomsel yang menjadi pemimpin pasar. Indosat berada di nomor dua, sedangkan XL menguntit di belakang secara ketat.
Benang merah yang dapat ditarik dari laporan keuangan kedua perusahaan tersebut adalah mulai tergerogotinya kinerja perseroan oleh krisis ekonomi menjelang tutup tahun 2008. Hal itu dapat terlihat dari kerugian yang dialami kedua perusahaan akibat selisih kurs karena beban utang dalam mata uang dollar AS.
Tercatat, Indosat mengalami kerugian akibat selisih nilai tukar sebesar 886 miliar rupiah. Padahal, perseroan telah melakukan lindung nilai (hedging) sebesar 52 persen dari total obligasi dan hutang dalam bentuk dollar AS.
Berdasarkan catatan, Indosat pada 31 Desember 2008 memiliki total hutang perusahaan sebesar 21,76 triliun rupiah dengan komposisi 51 persen dalam rupiah dan sisanya dollar AS.
Lindung nilai (hedging) memang telah dilakukan oleh perseroan sejak 2004 dengan spot rate yang digunakan rata-rata di bawah sembilan ribuan rupiah. Namun, apa daya, penurunan nilai rupiah akibat krisis ekonomi global menjelang tutup tahun yang menembus angka 11 ribuan rupiah telah menghantam kinerja positif Indosat.
Kinerja positif itu adalah membukukan pendapatan usaha sebesar 18,66 triliun rupiah pada 2008 atau tumbuh 13 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Sedangkan laba usaha diraih sebesar 4,73 triliun rupiah atau naik 5 persen dibandingkan 2007.
Hasil yang menggembirakan menurut manajemen Indosat tersebut diraih berkat tumbuhnya layanan seluler dan telepon tetap sebesar 11 persen dibandingkan tahun 2007. Sedangkan data tumbuh 26 persen.
Jasa seluler Indosat berhasil menambah 12 juta pelanggan baru sehingga berjumlah 36,5 juta pelanggan pada 2008. Sedangkan telepon tetap berjumlah 761 ribu pelanggan alias hanya tumbuh 21,3 persen ketimbang 2007.
Segendang sepenarian dengan Indosat, XL pun mengalami hal yang sama. Pada 2008,
pendapatan usaha diraih sebesar 12,156 miliar rupiah atau naik 45 persen ketimbang tahun sebelumnya.
Namun, XL mengalami kerugian sebesar 15 miliar rupiah pada tahun lalu akibat kombinasi antara incidental charges dan provisi-provisi, serta juga perkembangan nilai tukar yang kurang menguntungkan menjelang akhir tahun 2008.
Selain itu, XL juga mempunyai beban bunga yang lebih tinggi di tahun 2008 yang disebabkan oleh kenaikan pinjaman di tahun 2008. Tanpa pengaruh kurs yang belum terealisasi dan incidental charges di tahun 2008, maka normalized net income XL sebesar 348 miliar.
Kondisi inilah yang membuat pertumbuhan laba bersih XL mulai melambat menjadi hanya 1,9 persen atau hanya meraup 1,47 triliun rupiah, dibandingkan periode sama tahun lalu sebesar 1,45 tiliun rupiah atau tumbuh 56 persen.
Sementara itu dalam analisa yang dilakukan oleh JP Morgan belum lama ini diperkirakan pendapatan usaha dari Telkomsel akan tumbuh sebesar 12 persen dibandingkan kuartal ketiga 2008. Sayangnya, ketika hal ini dikonfirmasikan ke Direktur Utama Telkomsel, Sarwoto Atmosutarno memilih untuk diam mengingat laporan keuangan 2008 dari Telkom grup belum dipublikasikan.
Direktur Utama Indosat Johnny Swandi Sjam mengungkapkan, faktor lain yang memicu tertekannya kinerja operator adalah persaingan yang makin tajam akibat adanya perang tarif sejak dikeluarkannya beleid April 2008 tentang biaya interkoneksi. Beleid tersebut memaksa tarif pungut dipangkas sebesar 20 hingga 40 persen.
Hal itu terlihat dari Earning Before Interest, Tax, Depreciation, and Amortization (EBITDA) margin Indosat yang mengalami penurunan sebesar 2,9 persen atau hanya sebesar 50 persen pada 2008. “EBITDA margin turun akibat tekanan persaingan,” katanya di Jakarta , belum lama ini.
Jika Indosat mengalami penurunan EBITDA margin tidak demikian dengan XL. Pionir tarif murah tersebut memiliki EBITDA margin stabil di 42 persen. sedangkan EBITDA-nya mencapai 5.132 miliar rupiah alias naik 46 persen ketimbang 2007.
Keberhasilan XL tersebut tak dapat dilepaskan dari produktifnya perseroan ini dalam merangsang pelangganya melakukan panggilan keluar (outgoing minutes). Tercatat dari raihan 26 juta pelanggan pada 2008, jumlah outgoing minutes XL mencapai sebesar 54,9 milliar menit. Semua ini berujung pada pencapaian Average Revenue Per Users (ARPU) blended sebesar 37 ribu rupiah.
Bandingkan dengan Indosat yang meraih total 36,5 juta pelanggan, namun hanya memiliki outgoing minute 47,4 miliar menit. Ujungnya ARPU blended Indosat anjlok 27 persen ketimbang 2007 atau hanya sebesar 38.600 rupiah. Jika dibandingkan dengan Q3 2008 pun, ARPU blended Indosat mengalami penurunan pada kahir tahun. Hal ini karena pada Q3 Indosat memiliki ARPU blended sekitar 39.574 rupiah.
Semua ini tentunya tak dapat dilepaskan dari pola pemasaran Indosat yang cenderung berposisi follower di pasar. Indosat dalam menawarkan sesuatu ke pelanggan selama 2008, lebih cenderung menunggu kompetitor mengeluarkan produk, setelah itu dijawab dengan paket pemasaran yang terkesan melengkapi milik kompetitor.
Johnny ketika diminta pendapatnya tentang hal tersebut mengatakan, perseroan tidak berani berjudi dengan kemampuan jaringan dalam bermain tarif layaknya kompetitor. “Kalau kami picu dengan tarif murah, kita khawatir trafik naik, tetapi jaringan ambrol,” jelasnya.
Alasan Johnny bisa diterima akal sehat mengingat Indosat hanya memiliki 14.162 BTS pada 2008, bandingkan dengan XL yang memiliki 16.729 BTS pada periode yang sama.
Prediksi Kuartal I
Melihat kinerja yang diraih oleh dua operator besar selama tahun lalu, banyak kalangan memprediksi pada kuartal pertama tahun ini kinerja sektor telekomunikasi akan tetap melambat.
Jika merujuk pada analisa tersebut mungkin ada benarnya. Penjualan voucher isi ulang milik Indosat dan XL mulai kuartal ketiga 2008 lalu hingga Januari 2009 memang mengalami penurunan.
Bila XL dan Indosat sebelum kuartal ketiga 2008 mampu mendapatkan sekitar 1,2 triliun rupiah per bulannya . Namun, seusai Lebaran hingga pertengahan Februari ini, angka itu turun sekitar 16,6 persen menjadi satu triliun rupiah setiap bulannya bagi XL. Sedangkan Indosat meskipun mengakui ada penurunan namun tidak mau diungkap besaran persentasenya.
Direktur Pemasaran Indosat Guntur S Siboro mengakui tak bisa memprediksi apa yang akan terjadi pada kuartal pertama mengingat pasar memang masih mencari penyesuaian. ”Yang harus diingat itu bulan Februari tahun ini hanya ada 28 hari beda dengan tahun lalu. Jadi prediksi pertumbuhannya susah dikalkulasi,” katanya.
Untuk diketahui, pada d kuartal pertama tahun lalu, penjualan industri hanya tumbuh sebesar sebesar dua persen. Angka itu menunjukkan penurunan karena biasanya pada kuartal pertama pertumbuhan bisa mencapai tiga hingga empat persen. Namun, pada tahun lalu operator masih bisa tersenyum karena tarif pungut yang dipangkas sebesar 20-40 persen belum berlaku.
Analisa yang dilakukan oleh JP Morgan mengungkapkan penjualan operator pada Januari 2008 masih mengalami penurunan. Bahkan, musim yang harusnya operator menangguk selama Desember karena ada libur panjang, hanya dua hari trafik mengalami peningkatan. “Sepertinya pasar masih mencari penyesuain,” sebut analisa tersebut.
Secara terpisah, analis dari Sinar Mas Sekuritas Alfiansyah menjelaskan, kinerja operasional dari sektor telekomunikasi tetap menjanjikan karena penterasi pasar masih rendah.
“Tertekannya laba bersih akibat depresiasi kurs. Kalau dilihat kinerja operasional perusahaan tentunya masih menggembirakan dengan tingkat pertumbuhan pendapatan dua digit,” katanya.
Menurut dia, kinerja yang bisa bersinar di akhir tahun tentunya adalah Telkomsel karena hutang dalam rupiah lebih dominan ketimbang dollar AS. “Tetapi secara Telkom grup, kinerjanya akan tetap tertekan karena hutang Telkom banyak juga dengan dollar AS,” katanya.[dni]
Maret 1, 2009
Kategori: Uncategorized . . Penulis: doniismanto . Comments: Tinggalkan komentar