JAKARTA—Menteri Perhubungan (Menhub) Jusman Syafii Djamal terbuka untuk melakukan revisi atas kebijakan yang dibuat oleh departemennya yang mengizinkan kapal asing untuk mengangkut batubara.
“Saya terbuka untuk dilakukan revisi jika memang kenyataanya di lapangan ada kapal berbendera Indonesia yang mampu mengangkut batubara ke pembangkit listrik milik Perusahaan Listrik Negara (PLN) di Suralaya,” ujar Jusman di Jakarta, Jumat, (19/12).
Menurut Jusman, ketika Surat Dispensasi Bendera (SDB) dikeluarkan untuk dua kapal asing yang mengangkut komoditi tersebut, hasil verifikasi di lapangan menyatakan tidak ada kapal berbendera Indonesia yang dalam keadaan standby di dalam negeri.
“Padahal kita tidak boleh membiarkan pasokan batubara itu kosong. Karena itu dikeluarkan izin. Dan ini atas sepengetahuan saya,” tegasnya.
Jusman membantah, tudingan banyak kalangan kebijakannya tersebut bertentangan dengan UU Pelayaran dan KM 71/2005 tentang Pengangkutan Barang atau Muatan Antar Pelabuhan Laut di Dalam Negeri.
Regulasi ini secara tegas menyatakan komoditi batubara untuk tujuan domestik harus dibawa oleh kapal berbendera Indonesia sesuai roadmap pelayaran 2010.
“Sebenarnya regulasi itu kan mengatur untuk roadmap. Dan sekarang belum tahun 2010. Jadi, boleh saja sebenarnya diangkut kapal asing jika keadaan mendesak,” tegasnya.
Sebelumnya, kalangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyayangkan, tindakan dari Departemen Perhubungan yang mengizinkan kapal berbendera asing, MV Good Friend dan MV Dubai Night, mengangkut komoditi batubara ke pembangkit listrik milik PLN.
MV Good Friend disinyalir mengangkut 62 ribu ton batubara dari Balikpapan ke Suralaya dan MV Dubai Night mengangkut 50 ribu ton batu bara dari PT Arutmin, Batulicin ke Sibolga.
Direktur Lalu Lintas Angkutan Laut departemen perhubungan Leon Muhammad menjelaskan, kebijakan tersebut diambil pihaknya karena memang tidak ada kapal berbendera Indonesia yang bisa mengangkut batubara.
Hal itu diperkuat dengan pernyataan dari PT Jaya Samudra Karunia Shipping (JSK) yang menyatakan tidak ada kapal berbendera Indonesia mampu mengangkut batubara. “JSK menginformasikan kepada kami seperti itu. Bahkan kata mereka (JSK), PT Arpeni Pratama Ocean Line Tbk yang merupakan salah satu pemilik kapal terbanyak di Indonesia justru kekurangan kapal. Bahkan perusahaan tersebut meminta kapal ke JSK,” katanya.
JSK adalah perusahaan yang ditunjuk oleh PLN sebagai transporter batubara ke PLTU Labuhan angin Sibolga.
Dijelaskan Leon, JSK sebagai transporter terpaksa menggunakan kapal asing karena kapal yang selama ini digunakan yakni KM Victory Union harus masuk dock setelah mendapatkan tiga kali peringatan oleh regulator. “Kapal tersebut sejak Agustus lalu sudah kami peringatkan. Dan yang terakhir kita tidak berikan lagi keringanan. Jika belum masuk dok surat izin berlayar (SIB) tidak akan dikeluarkan,” tegasnya.
Leon mengatakan, MV Good Friend yang diributkan sebagai kapal berbendera asing sebenarnya sedang dalam tahap berubah kepemilikannya menjadi berbendera Indonesia. Hal ini karena JSK berniat untuk membeli kapal tersebut.
“JSK sudah membayar 20 persen uang mukanya. Sesuai regulasi, jika uang muka mencapai 60 persen, maka bendera kapal akan berubah menjadi Indonesia. Diperkirakan akhir Januari atau awal Februari pembayaran uang muka sebesar 60 persen akan disanggupi,” jelasnya.
Banyak Kapal Kembali
Leon menduga, maraknya tudingan regulator memuluskan kapal asing beroperasi di Indonesia sebagai dampak dari banyaknya kapal berbendera Indonesia yang sebelumnya beroperasi di luar negeri sekarang kembali ke Indonesia.
“Kapal-kapal ini kosong muatan di luar negeri karena pasar global sedang kosong. Nah, maunya pemilik kapal itu ketika balik ke Indonesia bisa langsung memuat angkutan. Padahal ini kan tidak semudah itu,” jelasnya.
Hal ini karena biasanya ada kontrak yang harus dipenuhi oleh PLN atau pengguna jasa dengan pemilik kapal sebelumnya. Dan biasanya kontrak itu dalam jangka panjang.
Selanjutnya Leon mengatakan, untuk menghindari kelangkaan kapal berbendera Indonesia di dalam negeri, pihaknya akan berkoordinasi dengan Indonesian National Shipowner’s Association (INSA) untuk mengetahui kapasitas kapal yang tersedia.
“Ketika ada ribut-ribut ini kami telah memanggil INSA, tetapi organisasi ini tak mampu memberikan data secara cepat,” katanya.
“Untuk ke depan, INSA tidak bisa seperti itu. Kami telah menegaskan kepada organisasi tersebut jika dalam waktu tiga hari tidak ada konfirmasi, maka izin bagi kapal asing berlayar terpaksa dikeluarkan karena kita tidak mau pasokan batubara menjadi langka,” jelasnya.
Secara terpisah, Direktur Arpeni Pratama Ocean Line Tbk, Oentoro Surya membantah keras, kapal berbendera Indonesia langka di dalam negeri. “Kami tidak pernah diminta informasi oleh JSK. Dan untuk diketahui kapal kami lebih banyak beroperasi di dalam negeri ketimbang keluar negeri,” tegasnya.
Oentoro menegaskan kapal di Indonesia masih mampu mengangkut batubara yang dibutuhkan sebesar 10,5 juta ton setiap tahunnya. Hal ini karena kapal berbendera Indonesia untuk jenis Panamax yang berkapasitas 60-80 ribu ton terdapat 9 unit dan Handymax (kapasitas 40-60 ribu ton) dimiliki sebanyak 2 unit. “Jumlah ini sudah mencukupi untuk pembangkit listrik. Jadi kenapa harus diberikan pada asing,” sesalnya.
Oentoro meminta, kasus berlayarnya kapal berbendera asing ini adalah untuk pertama dan terakhir kalinya karena sudah ada regulasi yang tidak membolehkan yakni UU Pelayaran dan KM 71/2005. “Jika ini tidak cepat dibereskan akan menjadi preseden buruk dikemudian harinya. Sudah saatnya regulasi ditegakkan, bukan ditabrak oleh regulatornya sendiri,” katanya.
Ketika dikonfirmasi adakah pemberitahuan dari INSA pada anggotanya untuk keberadaan kapal berbendera Indonesia, Oentoro mengungkapkan, pertemuan itu dilakukan Dephub setelah dikeluarkannya SDB. “Setelah ribut-ribut baru ada pertemuan. Sebaiknya jangan dicari kambing hitamlah untuk kasus ini. Diluruskan saja regulasi yang telah dibengkokkan,” sarannya.[dni]