Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akhirnya mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penerbangan menjadi UU Penerbangan dalam rapat paripurna yang diselenggarakan Rabu (17/12).
“UU ini diperlukan untuk menjamin terwujudnya penyelenggaraan penerbangan yang memenuhi standar keselamatan dan keamanan pada regulasi organisasi penerbangan sipil internasional,” ujar Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal di Jakarta, Rabu (17/12).
Dikatakannya, RUU yang diajukan terdiri dari 14 bab dan 102 pasal, tetapi kemudian berkembang menjadi 24 bab dengan 466 pasal.
Rencananya UU Penerbangan akan diimplementasikan melalui lima peraturan pemerintah dan keputusan menteri yang sudah disiapkan rancangannya.
Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) itu terdiri dari RPP Kebandarudaraan, Navigasi Penerbangan, Pesawat Udara, Angkutan Udara, dan Keselamatan Penerbangan.
Anggota DPR-RI Abdul Hakim mengharapkan, pengesahan tersebut akan membuka jalan agar Indonesia bisa segera keluar dari sanksi larangan terbang yang dijatuhkan oleh Uni Eropa.
Dirjen Perhubungan Udara Budhi Mulyawan Suyitno mengungkapkan, UU baru ini isinya 70 persen menyangkut masalah keselamatan penerbangan hasil adopsi Cape Town Convention.
“UU ini memang ingin kita jadikan sebagai slah satu sarana agar Uni Eropa mau mencabut larangan terbang maskapai lokal ke sana ,” tutur Budhi.
Dikatakannya, secara kelembagaan UU yang baru itu juga mengatur secara tegas soal Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang selama ini dikelola oleh masing-masing pengelola bandara (Angkasa Pura I dan II maupun Unit Pelaksana Tehnik (UPT) untuk bandara perintis, akan dikelola langsung regulator melalui pembentukan lembaga baru seperti Badan Layanan Umum (BLU).
Dana PNBP itu akan dikelola secara profesional untuk kepentingan keselamatan penerbangan. BLU yang telah dipayungi UU Penerbangan itu akan berdiri independen termasuk soal pengelolaan perizinan pengoperasian pesawat yang selama ini ditangani Direktorat Sertifikasi dan Kelaikan Udara, kini bernama Direktorat Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKU&PPU).
Seluruh biaya yang dipungut dari maskapai penerbangan untuk pengurusan perizinan yang selama ini tidak jelas itu akan langsung dimasukan dalam PNBP.
Budhi mengharapkan, pengawasan yang ketat dan payung hukum yang jelas itu pada akhirnya bukan saja membangun satu industri penerbangan yang disegani dan dihormati di dunia internasional tapi juga melindungi masyarakat, khususnya para pemakai jasa.
“Karena itu, maskapai penerbangan bukan hanya bisa mendirikan perusahaan, tapi juga siap modal dan manajemen yang handal, sehingga mampu bersaing dan dapat memberikan pelayanan maksimal,” katanya.
Dalam pasal 118 UU penerbangan memang secara tegas dikatakan seluruh maskapai penerbangan yang baru maupun lama, minimal menguasai 10 unit pesawat. Diantaranya, lima unit pesawat langsung dimiliki dan lima lainnya sewa.
Budhi menegaskan, maskapai penerbangan yang sudah mendapatkan izin tapi belum juga beroperasi karena terbatasnya modal dianjurkan segera merger dengan mitranya. “Daripada nanti tidak memenuhi persyaratan sesuai peraturan yang berlaku dan SIUP-nya dicabut, akan lebih baik mereka merger,” tegas Budhi.
Selain itu, kata Budhi, nantinya seluruh SDM yang memiliki posisi strategis di perusahaan penerbangan itu wajib memiliki sertifikasi dari berbagai keahlian. “Ini merupaakan salah satu bentuk pengawasan dan untuk melindungi konsumen,” katanya.
Secara terpisah, Sekjen Indonesia National Air Carriers Association (INACA) Tengku Burhanuddin mengatakan, disahkannya UU Penerbangan membuat adanya kepastian hukum di industri penerbangan.
Selain itu, menurut Burhanuddin, UU itu akan membantu maskapai selama ini mendapatkan pembiayaan ke luar negeri karena adanya aturan pemodalan yang jelas diatur oleh UU. “Maskapai jadi lebih dipercaya oleh luar negeri untuk mendapatkan leasing,” katanya.
Dia mengharapkan, dalam mengatur peraturan pelaksanaan nantinya pemerintah tidak terlalu mengatur secara ketat aspek bisnis dan layanan. “Pemerintah harus mempercayakan mengelola bisnis ke maskapai. Kalau semua diatur secara ketat bisa-bisa tidak ada kompetisi nantinya. Selain itu kita harapkan birokrasi yang panjang dalam pengurusan rute juga dipangkas,” katanya.[dni]
Tinggalkan komentar
Belum ada komentar.
Tinggalkan Balasan