Badan Pusat Stastistik (BPS) belum lama ini mengeluarkan perkiraannya tentang jumlah wisatwan mancanegara (wisman) yang datang ke Indonesia hingga akhir tahun nanti. Jumlahnya berkisar 6,3 – 6,4 juta orang.
Angka tersebut berdasarkan kenyataan jumlah kunjungan wisman periode Januari – September 2008 yang mencapai 4,5 juta orang. Sementara hingga Oktober lalu telah berhasil didatangkan 5,1 juta wisman. Dan untuk periode November -Desember diperkirakan ada penambahan sekitar 1,2 juta wisman.
Berdasarkan catatan periode Januari hingga September, kebanyakan wisman antara lain berasal dari Singapura (701.161 wisman), Malaysia (481.883 wisman) Jepang (384.557 wisman) Eropa dan Rusia (439.872 wisman), China dan Hongkong (239.827 wisman), Korea Selatan (206.247), serta Amerika Serikat (282.340 wisman).
Jika prediksi dari BPS tersebut terealisasi, dapat dipastikan target tahun kunjungan Indonesia 2008 (Visit Indonesia Year/ VIY 2008) yang mendatangkan 7 juta wisman tahun ini dengan devisa senilai 6,4 miliar dollar AS tak tercapai.
Namun, tidak demikian dalam pandangan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata (Menbudpar) Jero Wacik. Pria Bali tersebut beranggapan program VIY 2008 masih sukses. Hal ini karena target 7 juta wisman sebenarnya merupakan target optimistis alias tertinggi dari departemennya.
“Angka tujuh juta tersebut target optimis. Tetapi, kami juga memiliki target moderat dan minimum. Angka moderatnya 6,5 juta wisman dan minimum sebesar 6 juta wisman,” kilahnya di Jakarta, belum lama ini.
Jika melihat statistik, lanjutnya, terdapat peningkatan jumlah wisman yang datang ke Indonesia dibandingkan tahun lalu. Pada tahun 2007, berhasil didatangkan 5,5 juta wisman dengan nilai devisa sebesar 5,3 miliar dollar AS.
Hal itu berarti ada peningkatan sekitar 900 ribu wisman yang membuat negara menerima devisa dari sektor pariwisata tahun ini sekitar 6,2 miliar dollar AS
“Peningkatan tersebut datangnya darimana jika tidak ada usaha berupa VIY tersebut,” tuturnya.
Dijelaskannya, selama penyelenggaraan VIY 2008, hingga bulan lalu terdapat 84 events di seluruh Indonesia. Sementara kegiatan Meeting, Incentive, Convention, dan Exhibition (MICE) sebanyak 697 events (488 domestik dan 209 internasional).
Dirjen Pemasaran Depbudpar Sapta Nirwandar menambahkan, usaha yang dilakukan oleh pemerintah untuk mempromosikan Indonesia ke luar negeri sudah all out. “Kita berpromosi kemana saja secara rutin. Dan ajang yang ditawarkan lebih beragam di banding VIY sebelumnya,” katanya tanpa menyebut anggaran untuk berpromosi tersebut.
Sebenarnya, lanjutnya, dari sisi kualitas terdapat peningkatan wisman yang datang. Hal itu dapat dibuktikan dari jumlah uang yang dikeluarkan. Jika pada tahun lalu per turis per kunjungan menghabiskan dana sebesar 967 dollar AS, maka pada tahun ini naik menjadi 1.178 dollar AS per turis per kunjungan.
“Ini kan bukti dari para turis tersebut aware dengan banyaknya tempat yang harus dikunjungi di Indonesia. Jika tidak ada VIY dan promosinya apa ini bisa terjadi”? tanyanya.
Sapta pun optimistis, jika pada akhir tahun ini target tertinggi mendatangkan 7 juta wisman dapat diraih karena pihaknya sedang menyiapkan strategi injury time.
Strategi tersebut adalah memfokuskan pemasaran ke empat negara yaitu Singapura, Malaysia, China danAustralia. “Kenapa kita pilih empat negara itu, karena wisman dari empat negara tersebut masih bisa berubah cepat disaat terakhir untuk berwisata baik untuk akhir tahun ataupun akhir minggu,”jelasnya.
Destinasi yang akan ditawarkan nantinya yaitu Jakarta-Bandung,Yogya-Solo, Surabaya, Padang, Manado, Makassar, Bali dan Lombok. Sementara produk pariwisata yang ditawarkan antara lain golf, spa, belanja,kuliner, diving dan musik.
“Kita akan menggandeng maskapai penerbangan, biro perjalanan wisata, hotel dan asosiasi pariwisata untuk menjalankan strategi tersebut,” tuturnya.
Wakil Ketua Umum I Asita HM Dahlan Sulaiman Association of The Indonesian Tour & Travel Agencies (Asita) mengakui, upaya yang dilakukan pemerintah untuk mempromosikan Indonesia ke luar negeri sudah optimal.
“Sebenarnya tidak ada yang salah. Kondisi internal kondusif dan objek wisata yang ditawarkan sangat banyak. Dan pemerintah pun aktif menggandeng pelaku bisnis dalam setiap aktivitasnya menyukseskan VIY,” tuturnya.
Dahlan menduga, melesetnya target tertinggi yang dicanangkan pemerintah tak dapat dilepaskan dari kondisi perekonomian dari negara wisman yang sedang mengalami krisis. “Karena kesulitan keuangan, akhirnya wisman tersebut menunda kedatanganya ke tanah air. Dan ini biasanya terjadi bagi wisman Eropa dan AS yang sedang bermasalah ekonominya,” jelasnya.
Pengamat ekonomi Aviliani menyarankan, jika pemerintah ingin optimal mendatangkan wisman ke Indonesia maka jangan lagi terlalu fokus pada benua Eropa dan Amerika. “Di situ sedang krisis. Benua Asia sekarang lebih seksi dibanding kedua benua tersebut,” ungkapnya.
Menurut Aviliani, negara-negara Asia cocok menjadi pasar pariwisata Indonesia karena jumlah penduduk yang besar. Hal itu dibuktikan dengan pertumbuhan ekonomi di negara-negara Asia masih tinggi yakni berkisar 4-8 persen, bahkan untuk Jepang dan China bisa mencapai 8 persen.
“Pemerintah juga sepertinya melupakan negara Timur Tengah. Padahal dari sisi emosional, wisman dari negara tersebut punya kedekatan dengan Indonesia. Apalagi di negara-negara tersebut banyak orang kaya,” katanya.
Pada kesempatan lain, pengamat pariwisata I Gede Ardika menilai, tidak berhasilnya VIY 2008 mencapai target tertingginya karena tidak jelasnya tujuan utama dari program tersebut. Hal ini berbeda dengan VIY 1991, dimana pemerintah kala itu tidak berbicara mengenai target mendatangkan wisman, melainkan mempromosikan Indonesia.
“VIY 1991 disiapkan selama dua tahun dan pemerintah kala itu mengajak masyarakat berpartisipasi aktif. Dan harus diingat, VIY hanya dijadikan payung dari slogan promosi,” tuturnya.
Ardika juga melihat tidak berhasilnya VIY mendatangkan wisman karena ‘barang dagangan’ pemerintah yang dijual tidak fokus. Hal ini berbeda dengan VIY 1991 dimana ada event besar yang dijual dan daerah wisata yang dijual lebih jelas. “Tahun 1991 itu ada festival Istiqlal, hasilnya banyak wisman Timur tengah yang datang. Sekarang kan semuanya mau dijual, akhirnya wisman bingun mau datang kemana,” tuturnya.
Kesalahan lain dari pemerintah, menurut Ardika, melupakan para tenaga kerja asing atau orang asing yang telah lama tinggal di Indonesia. “Mereka itu alat pemasaran yang ampuh karena lebih dipercaya oleh para saudaranya. Jika dibuat suatu kelompok dan meminta mereka mempromosikan Indonesia tentu akan lebih ampuh. Selain itu, kelompok ini juga bisa dirangsang untuk berpergian ke daerah yang belum dikunjunginya,” tuturnya.
Sementara itu, Sapta dan Jero menegaskan, pemerintah akan tetap melanjutkan program VIY pada tahun depan karena beberapa daerah juga sudah mencanangkan program tahun kunjungan seperti Visit Musi,Visit Batam, dan Visit Bangka Belitung.
Bahkan, pemerintah memasang target optimis pada tahun depan mendatangkan 8 juta wisman dan target moderat sekitar 7,5 juta wisman. Sementara target wisatawan nusantara (wisnus) sebesar 226 perjalanan. Jika target optimis tercapai, diperkirakan akan ada perolehan devisa sebanyak 8 miliar dolar AS.
“Industri pariwisata ini berbeda dengan produk dan jasa lainnya. Industri ini kita berpromosi sekarang, hasilnya dipetik nanti. Jadi, jika VIY dilanjutkan tahun depan, itu artinya pemerintah ingin memetik buah dari tahun ini pada tahun depan. Karena itu target dinaikkan,” tegas Sapta.[dni]